"Waalaikumsalam cantiik, iya sayang nanti aku nyusul yah. Aku masih ada 30 menit dikelas terakhirku ini, kamu duluan aja ya Fa."
"Oke deh"
Seusai kelas terakhir, Qani segera bergegas menuju masjid kampus untuk menyusul teman-temannya. Ketika mau sampai diujung koridor fakultas teknik, ia terkejut. Beberapa pria yang seringkali sangat membuatnya risih tak henti menganggunya. Para pemuda itu tak lain Ibbas dan teman-teman sejatinya.
"hai katrok.. mau kemana nih? mau diantar?" tanya Ibbas penuh maksud tertentu, lalu teman sebelahnya langsung menyambar,
"duuh gue enggak pernah tega ya ngeliat cewek secantik lo katrok! Seandainya tuh kerudung lo lepas, alamaakk enggak mungkin si Ibbas dan seluruh anak kampus panggil lo katrok. Emang dasar elo nya demen di panggil katrok sih. Hahahaa"
"hahahahahahaaha....!" suara itu bergemuruh, dan nampak sekali wajah Qani datar. Qani sudah tak segugup dulu bila dihadapan mereka. Qani berusaha setenang mungkin menghadapi mereka. Tanpa kata-kata, tanpa suara. Sesekali mata bulatnya yang coklat muda itu sengaja ia pejamkan dengan datar. Terlihat juga Qani beberapa kali mengatur helaan napasnya. Dan hal tersebut sangat mengusik Ibbas dan teman-temannya, sangat menjengkelkan mereka. Mereka sudah tidak mendapatkan ekspresi Qani dulu yang lemah dan lugu, sehingga itu semakin membuat mereka menggila.
"Heh, katrok! Kenapa lo diem aja, mana tuh karib lo Tifa yang enggak kalah katroknya sama lo? Gue heran yah sama lo berdua. Di kampus secanggih ini, kampus yang udah terkenal advance sampai ke negara manapun tahu kampus kita. Dandanan lo masih aja kayak kuliah di surau! Astaga!" Ungkap Ibbas telak diiringi anggukan teman-temannya.
Karena Qani rasa ia tak mungkin terus berada disitu, ia harus segera bergabung dengan teman-temannya dimasjid untuk rapat anggota IRM Kampus (Ikatan Remaja Muslim). Maka ia terpaksa berkata-kata, karena sejak tadi ia sudah berusaha melarikan diri dari kawanan tidak ada kerjaan itu namun tetap dihadang.
"saya enggak punya waktu banyak buat kalian. Tolong, saya mohon kalian ajak saja bicara pacar-pacar kalian itu. Friska, Meilla, Tabitha dan yang lainnya. Karena mereka lebih senang berbicara dengan kalian ketimbang saya. Lagipula apa kata dunia pria-pria famous terlihat mengganggu perempuan katrok macam saya ini? sungguh memalukan bukan? Permisi!" Dengan sekuat tenaga Qani berusaha lolos dari jeratan mereka, ketika Qani hendak berlari menjauh, namun salah satu tangan Ibbas menarik helaian kerudungnya. Sempat Qanita terhenti, namun dengan mengucap 'bismillah' ia paksakan untuk tetap berlari menuju masjid walaupun kerudungnya terlepas sedikit, sehingga hampir memperlihatkan rambutnya. Namun segera Qanita melindungi kerudungnya yang hampir terlepas itu, ia berlari secepatnya, sesampainya dimasjid ia menunduk dipangkuan Tifa dan sedikit menangis.
Ibbas, mahasiswa tingkat akhir yang seharusnya telah lulus 4 tahun lalu, namun karena ia gemar bermain-main hingga detik ini masih saja berkeliaran dikampus. Ibbas memiliki pengaruh yang kuat terhadap gaya hidup hedonis yang mendominasi dikampus. Memang kondisi IRM dikampus tersebut sangat tidk kondusif. Seringkali para anggota IRM yang tidak seberapa jumlahnya itu mendapat hujatan dari teman-teman mereka sendiri yang hidup dalam gelimang kekayaan dan eksotisme duniawi. Hanya orang-orang tegar yang mampu menghadapi ketimpangan sosial semacam itu.
"Astaghfirullah... Kamu kenapa Qani? Ibbas mengganggumu lagi ya?" Masih dalam isaknya, Qani tergugu