Muqodimah
Tak melewatkan momentum, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB akan menyelenggarakan gelaran akbar di bulannya pemuda. Acara yang diberi nama Kongres Pemuda Islam (KPI) itu sedianya dihelat tanggal 04 Oktober 2015. Kongres ini begitu luar biasa karena akan menghadirkan 1500 pemuda dari seluruh Indonesia. Bertempat di Grha Widya Wisuda (GWW), Kampus IPB Dramaga, Bogor, kongres ini mengangkat tema “Mahasiswa Mari Satukan Langkah Menuju Perubahan Gemilang”.
Target, jumlah peserta, dan biaya yang besar dalam penyelenggaraan kongres ini, menunjukkan komitmen BKIM sebagai salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tertua di IPB dalam memberikan pembinaan keislaman kepada civitas akademika IPB dan mahasiswa pada umumnya, sejak berdiri tahun 1976 hingga kini. Tak ayal, serba-serbi seputar penyelenggaraan kongres ini pun membuat penulis teringat satu kisah legendaris di masa Rasulullah saw, yaitu Perang Tabuk.
Perang Tabuk adalah perang besar yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. Besarnya perang ini dapat dilihat dari berbagai sisi. Tak hanya besar dari sisi jumlah pasukan kaum muslimin yang mencapai 30.000 orang, perang ini juga memerlukan biaya besar, jarak yang jauh, dan waktu tempuh yang lama.
Disamping itu, perang ini adalah perangnya kaum muslimin melawan bangsa yang tak kalah besar, yaitu bangsa Romawi. Terkait dengan strategi pun, Rasul saw yang biasanya merahasiakan dari pasukannya, kali ini beliau menyampaikan secara jelas. Diantaranya tentang kondisi musuh serta cuaca yang akan mereka hadapi selama perjalanan dan peperangan. Maka tak heran, pasukan kaum muslimin dalam perang ini dikenal dengan nama Jaisy al-‘Usrah (pasukan sengsara).
Perang Tabuk
Kala itu, telah sampai kepada Rasulullah saw berita dari negeri Romawi bahwa mereka sedang menyiapkan pasukan untuk memerangi negeri-negeri Arab bagian utara, dengan perang yang akan menjadikan manusia lupa tentang penarikan mundur pasukan kaum Muslim yang memperoleh keberhasilan di Mu’tah. Berita ini semakin lama semakin santer. Karena itu, beliau memutuskan untuk menghadapi kekuatan ini dengan memimpinnya secara langsung. Beliau telah menyiapkan strategi khusus menghadapi Romawi dengan pukulan yang mampu menghapus angan-angan mereka untuk menyerang kaum Muslim atau menghancurkannya.
Ketika itu bertepatan dengan akhir musim panas dan awal musim gugur. Kemarahan menambah panasnya udara yang memang sudah panas. Apalagi perjalanan dari Madinah ke wilayah Syam sangat panjang dan berat, membutuhkan kekuatan, kesabaran, dan persediaan bahan makanan dan air yang cukup. Maka, persoalan ini harus disampaikan kepada kaum Muslim dan tidak perlu disembunyikan. Disamping itu, harus disampaikan kepada mereka dengan jelas bahwa mereka harus teguh dalam perjalanan ke wilayah Romawi untuk berperang. Strategi ini berbeda dengan strategi beliau saw yang pernah disusun dalam peperangan sebelumnya. Beliau ketika itu menyembunyikan strateginya dan arah yang hendak ditempuhnya. Dalam banyak kesempatan, beliau sering mengarahkan pasukannya ke arah lain yang berbeda dengan arah sebenarnya yang beliau maksudkan untuk mengelabui musuh, sehingga berita perjalanannya tersebut tidak tersebar luas.
Namun kali ini, Rasul justru mengumumkan tujuannya sejak awal, yaitu hendak pergi untuk memerangi Romawi di daerah perbatasan negara mereka. Karena itu, beliau mengirimkan sejumlah utusan kepada beberapa kabilah untuk mengajak mereka mempersiapkan pasukan yang sangat besar yang mungkin dapat dipersiapkan. Beliau juga mengirimkan beberapa utusan untuk menemui para hartawan dari kaum Muslim dan memerintahkan mereka mengeluarkan infak dari rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka, untuk digunakan dalam mempersiapkan pasukan yang jumlah dan perbekalan yang dibutuhkannya sangat banyak. Beliau juga mendorong kaum Muslim untuk bergabung dengan pasukan ini.
Kaum Muslim menerima seruan ini dengan sikap yang jelas dan tegas. Orang-orang yang telah menerima Islam dengan hati yang dipenuhi petunjuk dan cahaya, menyambut seruan Rasulullah saw dengan lapang, ringan, dan gesit. Di antara mereka ada yang fakir, yang tidak memiliki tunggangan yang dapat membawa mereka ke kancah peperangan. Ada pula yang kaya dan menyumbangkan hartanya di jalan Allah dengan hati ridha dan mantap, sekaligus mengorbankan nyawanya dengan kerinduan yang mendalam untuk mati syahid di jalan Allah.
Adapun orang-orang yang masuk agama Allah dengan harapan besar hanya untuk memperoleh ghanimah perang dan takut pada kekuatan kaum Muslim, maka mereka merasa berat, berusaha mencari-cari alasan, saling melempar tugas di antara mereka dan tidak menghiraukan ajakan Rasul saw untuk berperang di medan yang sangat jauh itu dan di tengah cuaca panas yang membakar. Mereka ini adalah orang-orang munafik. Satu sama lain saling berbicara, “Janganlah kalian pergi perang dalam suasana yang panas membakar”. Kemudian turun firman Allah SWT: “Dan mereka berkata, “Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini.” Katakanlah, “Api Neraka Jahanam itu jauh lebih panas, andai saja mereka memahaminya.” Maka, mereka tertawa sedikit sekali dan menangis banyak sekali sebagai balasan dari apa yang selalu mereka kerjakan.” (TQS. at-Taubah [09]: 81-82). Subhanallah, Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.
Rasul saw berkata kepada Al-Jad bin Qais, salah seorang dari Bani Salamah, “Wahai Jad, apakah engkau memiliki keluarga di Bani Ashfar?” Dia menjawab, “Ya Rasulullah, berikanlah izin kepadaku dan janganlah menjerumuskanku dalam kebinasaan. Demi Allah, kaumku benar-benar telah mengetahui bahwa tidak ada laki-laki yang lebih kagum pada kaum wanita melebihi aku. Aku takut jika melihat wanita-wanita Bani Ashfar, aku menjadi tidak bersabar”. Rasulullah saw berpaling darinya lalu turunlah ayat sebagai berikut: “Diantara mereka ada yang berkata, ‘Berilah saya izin (untuk tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikanku terjerumus ke dalam kebinasaan.’ Ketahuilah, bahwa mereka benar-benar telah terjerumus ke dalam kebinasaan itu. Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir.” (TQS. at-Taubah [09]: 49).
Kaum munafik tidak hanya berlambat-lambat dan bermalas-malasan untuk pergi berperang, bahkan mereka terus-menerus mendorong kaum Muslim untuk mengundurkan diri dari perang. Rasul saw memandang perlu untuk mengambil tindakan tegas dan menghukum mereka dengan keras. Beliau menerima kabar bahwa sekelompok orang berkumpul di rumah Suwailam, seorang Yahudi, untuk merintangi masyarakat dan menghasutnya agar tidak memberi bantuan sekaligus tidak ikut berangkat perang. Beliau mengutus Thalhah bin ‘Ubaidillah dalam sekelompok kecil para sahabat untuk mendatangi mereka dan membakar rumah Suwailam. Sewaktu rumah itu dibakar, seseorang dari penghuninya berhasil lari melalui pintu belakang sehingga kakinya luka-luka, sementara sisanya terjebak ke dalam api dan lari meloloskan diri dengan luka bakar yang cukup parah. Tindakan tegas ini menjadi pelajaran bagi yang lainnya agar tidak seorang pun dari mereka berani melakukan tindakan bodoh seperti itu.
Keteguhan dan ketegasan Rasul saw ini membawa pengaruh cukup kuat dalam mempersiapkan pasukan, sehingga pasukan besar dapat terkumpul yang jumlahnya mencapai 30.000 orang kaum Muslim. Pasukan ini diberi nama Jaisy al-‘Usrah, karena ditugaskan dalam keadaan cuaca yang sangat panas untuk menghadapi musuh yang sangat besar, menyongsong pertempuran yang sangat jauh dari Madinah, dan pembiayaan yang sangat besar yang diperlukan untuk mempersiapkan pasukan tersebut.
Pasukan telah berkumpul dan Abu Bakar bertindak sebagai imam shalat jama’ah sambil menunggu kembalinya Rasul saw menyelesaikan pengaturan urusan di Madinah sepanjang kepergian beliau. Beliau telah mengangkat Muhammad bin Maslamah sebagai penguasa di Madinah. Beliau meninggalkan Ali bin Abi Thalib dengan keluarga beliau, dan memerintahkan untuk menjaganya, menetapkan jalan keluar dalam berbagai persoalan yang harus diselesaikan dan mengatur berbagai hal.
Kemudian Rasul saw kembali ke pasukannya untuk memimpin dan memerintahkannya bergerak. Debu-debu padang pasir pun berhamburan diterjang kaki-kaki kuda dan pasukan berderap maju di hadapan penduduk Madinah. Para wanita naik ke atas balkon-balkon rumah menyaksikan pasukan besar yang sedang bergerak menerobos padang pasir menuju Syam. Pasukan bergerak dengan ringan seolah-olah tanpa beban, padahal mereka sedang menuju peperangan di jalan Allah di tengah panas yang membakar, kehausan yang menusuk-nusuk tenggorokan, dan lapar yang melilit perut.
Pasukan terus bergerak menuju negeri musuh. Sepuluh ribu pasukan berkuda melesat lebih dulu. Penampakkan kekuatan yang menakutkan tersebut mampu menggerakkan sebagian jiwa yang ingin mundur dan enggan, untuk segera bergabung dengan pasukan itu. Orang-orang yang berangkat dengan setengah hati tersebut segera menyusul pasukan dan bergabung dengannya lalu berangkat bersama menuju Tabuk. Sementara itu, di pihak lain pasukan Romawi sudah berkemah di Tabuk dan siap memerangi kaum Muslim.
Ketika telah sampai kepada mereka keberadaan pasukan kaum Muslim, kekuatannya, dan jumlahnya yang banyak, maka mereka teringat kembali perang melawan kaum Muslim di Mu’tah. Dimana mereka pada waktu itu memiliki tekad dan keberanian yang tidak kenal menyerah, padahal pasukan mereka tidak sebesar dan sebegitu menakutkan seperti ini. Ketakutan mereka semakin bertambah ketika mengetahui Rasul saw sendiri yang memimpin pasukan itu. Mereka sangat takut hal itu, lalu segera menarik mundur pasukannya masuk ke kota Syam untuk berlindung di dalam benteng mereka. Mereka meninggalkan Tabuk dan semua batas teritorial Syam dari arah gurun pasir dan lebih memilih mengundurkan diri ke dalam negeri.
Pembenci Islam Tak Berkutik
Ketika Rasul saw mengetahui perihal mundurnya pasukan Romawi dan merebaknya kekhawatiran yang menimpa mereka, maka beliau terus bergerak maju hingga Tabuk, menguasainya dan berkemah di sana. Pada waktu itu beliau belum memandang perlu untuk mengejar pasukan Romawi hingga masuk kota Syam. Beliau tinggal di Tabuk sekitar satu bulan sambil meladeni siapa saja yang ingin berperang tanding untuk mengusir atau menyerang beliau dari kalangan penduduk daerah tersebut.
Beliau juga menggunakan kesempatan untuk mengirimkan surat kepada para pemimpin beberapa kabilah dan negara-negara bawahan Romawi. Beliau mengirim sepucuk surat kepada Yahnah bin Rukbah penguasa Ailah, penduduk Jirba’ dan penduduk Adzrah dengan menyampaikan dua pilihan, yaitu mereka menyerah atau beliau memerangi mereka. Mereka menerima tawaran pertama yaitu tunduk, bersedia taat dan berdamai dengan Rasul saw serta membayar jizyah.
Kemudian beliau kembali ke Madinah dan menemukan kaum munafik telah memanfaatkan kepergian Rasul saw dari Madinah untuk menyebarkan racun-racun kemunafikan dan mengkonsentrasikan kekuatan mereka untuk memperdaya kaum Muslim. Sekelompok dari mereka berhasil membangun sebuah masjid di Dzu Awan yang terletak di antara perkampungan mereka dan Madinah yang berjarak satu jam perjalanan. Di dalam masjid tersebut, kaum munafik berlindung dan berusaha untuk melakukan perubahan terhadap firman-firman Allah dari tempatnya semula. Mereka melakukan aksinya itu untuk memecah-belah kaum Mukmin dengan kedengkian dan kekufuran.
Kelompok yang telah membangun masjid itu sebelumnya pernah meminta kepada Rasul saw, sebelum beliau berangkat dalam perang Tabuk, agar shalat di masjid mereka. Namun beliau menunda-nundanya hingga beliau kembali. Ketika beliau kembali dan mengetahui sepak terjang kaum munafik, serta diwahyukan kepadanya tentang masjid dan hakikat tujuan pendiriannya, maka beliau memerintahkan para sahabat untuk membakar masjid itu, dan mengambil sikap yang lebih keras terhadap kaum munafik. Maka peristiwa ini pun menjadi pelajaran yang menggentarkan mereka, sehingga mereka takut dan tidak berani melakukannya lagi.
Dengan adanya perang Tabuk maka telah sempurna ketentuan Tuhanmu di seluruh Jazirah Arab. Rasul saw berhasil mengamankan setiap perlawanan dan serangan yang diarahkan ke wilayahnya. Delegasi-delegasi dari berbagai suku Arab menerima ketaatan kepada Rasul saw dan menyatakan keislaman karena Allah. Allaahu akbar.
Filosofi Kongres Pemuda Islam
Mahasiswa sebagai salah satu golongan pemuda, yang sekaligus menyandang gelar agent of change ini seyogyanya tak berlepas diri dari peran besarnya dalam melakukan perubahan. Hampir di setiap masa pergolakan negeri, mahasiswa turut andil menampilkan energi serta kepemimpinannya melalui gerakan perubahan yang berdampak besar bagi negeri ini. Keadaan Indonesia mendatang ditentukan oleh gerakan pemuda saat ini.
Namun sayangnya gerakan yang diharapkan mampu membawa perubahan besar bagi Indonesia ini hanyalah perubahan semu bukan perubahan hakiki. Secara faktual, Indonesia pasca reformasi tak lepas dari berbagai masalah. Indonesia saat ini makin bobrok dengan berbagai perundang-undangan yang menyengsarakan rakyat. Ini semua tak lain adalah bagian strategi besar bangsa asing dalam menghegemoni Indonesia, yaitu dengan cara ikut merancang kebijakan sebagai jalan mengencangkan perannya dalam mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Sungguh karena itu, Indonesia butuh perubahan untuk hari ini dan masa depan. Satu-satunya harapan besar bagi perubahan Indonesia adalah mahasiswa. Mahasiswalah memiliki potensi besar melakukan perubahan besar Indonesia. Tak lain agar perubahan yang terjadi bukanlah perubahan semu, bukan parsial, melainkan perubahan menyeluruh. Mari sadari, bahwa perubahan hakiki itu hanya dengan Islam. Maka, mahasiswa hanya punya satu jalan, yaitu mengemban Islam.
Islam adalah satu-satunya solusi yang mampu menjawab problematika umat. Islam sebagai ideologi yang mampu melahirkan sistem kehidupan yang paripurna dalam berbagai aspek. Perubahan itu adalah niscaya. Namun kapan? Tak lain adalah ketika Islam diterapkan secara sempurna. Karena Islam akan menuntaskan segala kebobrokan negeri ini.
Kini saatnya mahasiswa mengganti mainstream perjuangan dengan seruan Islam. Tak ada alasan untuk terus berdiam diri atau bertahan dengan keadaan saat ini. Firman Allah Swt: “...Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (TQS Ar-Ra’du [13]: 11).
Khatimah
Sebagaimana kisah Perang Tabuk, dalam hal ini BKIM memiliki target acara, rencana jumlah peserta, dan juga anggaran biaya yang besar. Dan sekali lagi sebagai pelajaran dari kisah Perang Tabuk, cita-cita keberhasilan yang diinginkan pun semoga sepadan dengan korbanan yang diberikan. Karenanya, mari selipkan doa, agar acara Kongres Pemuda Islam ini diberi kemudahan segala sesuatunya oleh Allah Swt. Pun peserta maupun panitia yang hadir, makin tercerahkan dengan Islam hingga tak ragu untuk memperjuangkannya. Aamin. Allaahu akbar.
Wallaahu a’lam bish showab. []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H