Mohon tunggu...
ninja berkarya
ninja berkarya Mohon Tunggu... -

Tempat berkumpulnya karya para penulis sastra yang tergabung di dalam komunitas Ninja Berkarya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi - puisi Ninbera Edisi 2 : Lina Kelana

25 Januari 2012   14:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:27 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KOTA SUNYI

kota ini hantu, Bingo.

kusaksikan tubuh ibuku tanggal dari kalender.

kulitnya hitam, launnya luruh dari rahim napasku.

“setengah jiwamu dicuri sunyi, anakku.

temui sejarah. di sana sebagian jiwamu tinggal.

namun perjalanan, bukan kisah yang menyenangkan

di pagi hari,” kata ibuku sebelum hilang hening

kota ini hantu, bingo.

kusaksikan tubuh ibuku tanggal dari kalender.

kulitnya hitam, launnya luruh dari rahim napasku.

2010-2011

MAK

hujan tak ingin mendekat reda, mak.

jantung bumi dicumbunya, tungku basah dilepasnya.

sepergi bapak ke ladang, kubakar matahari

di bawah bantal yang senyap.

senja berputihan, bapak tak juga pulang.

mak, adakah tangannya tak sampai ke langitnya?

mataku rabun diantara degup jam

: kapan langit berhenti memeras hujan, mak?

kulepas matahari ke tungku pembakaran, mak,

agar pulang ke rumah raut bapak.

2010-2011

....

Tanggal-tanggal yang memanggilku kembali pada kenang


[ 1 ]

Pernah kudengar kabar, dongeng tercipta karena malam menakutkan bocah

Pernah pula kutiru, bagaimana ketakutan menyergap

menanti purnama tak lepas

Turun ke bumi  menurut tanggalnya

Saat pagi jumawakan diri

Pada malam yang telah relakan menghenyak

Lalu mimpi-mimpi menjadi kembang

Tepat jam sembilan pagi

Lekuk-lekuk jalan dimulai

Di sinilah ia menjadi lain

Jelma sebagi sesuatu yang tenggelam  paling dasar

Malam-malam, puisi, risau keringat

Dan musik-musik hening di tepi jalan

Di belakang gedung yang kau sebut sebagai yang tak mesti

Tahukah, ini biasa bagi kami menghabiskan hari tanpa

Memperhitungkan untung rugi

tiap timbangan airmata ataupun kegembiraan

Sebab, kami punya raga

Raga kami punya

[ 2 ]

“Puan, sudahkah Puan catatkan satu kalimat

Agar hari ini tak lupakan kisah.

Di sela-selanya, letih terus mengerjap

Tak henti menekan-nekan ulu dada

Sudahkah Puan tersenyum pada gelap yang begitu hening?”

Tanpa cahaya bukanlah petang yang merisaukan, sayang

Ia hanya semacam gundah yang menutupi tekad

Kisahkan kisah, pada sepanjang jalan

Lampu-lampu kota dan silir angin

Meruntuhkan dendam sunyi

Dan lagu-lagu kemudian terciptalah

[ 3 ]

Malam ini malam perayaan

Terpaksa kutempuhi lingkaran roda

Yang melecutku maju

“Tidak. Ini bukan soal kegentaran

Namun ini soal ketiadaan ingin.”

“Kau bangkitlah, perempuan

Di lenganmu negri pernah tersenyum

Dan di lenganmulah ia akan tetap rekah,”

Katamu menunjuk satu titik

Laut batinku, ketika dulu

Bersama seorang kawan

Menuntunku lebih gemetar

Malam ini malam perayaan

Dan kau tunjuk satu bintang untuk kulihat lebih dalam

Di sana huruf-huruf menyusun diri

Sebagai puisi

Dan senyummu di sela-sela perhelatan

Adalah puisi yang paling malam

Dari malamnya malam

[ 4 ]

Menakjubkan jika bisa kusentuh satu angka pada kalender

Tentang bilangan yang tak cukup menjangkau rahsia

Tentang kota yang dingin

Tentang orang-orang berhati malaikat

Juga tentang perdebatan yang bias

Kau datang dan ciptakan irama

Malam di tepi letih

Menunggu detik keduabelas

Lewat musim lalu

Dan Natal tiba-tiba muncul dalam dekapan

Laut-laut berubah tenang

Ruang-ruang kembali terisi saat

Kedua alismu mengatakan

Akan ada bahasa atas rindu yang puisi

Malam ini, natal pertama kudapatkan kado

Dari orang-orang yang baru kujumpa

Dan kau, semakin yakin

Hening, malam, puisi, dan rindu

Temukan citra yang paling sesuai

Menakjubkan jika bisa kusentuh satu angka pada kalender

Tentang bilangan yang tak cukup menjangkau rahsia

Tentang kota yang dingin

Tentang orang-orang berhati malaikat

Juga tentang perdebatan yang bias

[ 5 ]

kutitipkan pesan-pesan

tanpa bahasa

terbang bersama pagi

sekembali ia menjadi semula

Natal yang jadi lain

Kau bilang musim akan menunggu tiba saat

Kita kembali membilang angka-angka pada kalender

Babat, 27 Des 2011

........

Lina Kelana, bekerja di Gerakan Alam Pikir Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun