"Sepertinya... semacam ritual," jawab Irsyad.
"Hai ... lihat! Ini ada bubuk putih menyerupai tepung. Apa, ya?" Hafidz menunjuk sebuah karung yang tersimpan di dalam peti yang terbuka. Aku memotret karung berikut isinya.
Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki berat dari arah luar. Kami saling pandang dengan menutup mulut agar suara kami tak terdengar. Â Langkah itu semakin dekat, berderap di tanah.Namun langkah kaki itu berhenti di depan pintu rumah.
Kami semua mundur perlahan ke arah pintu.. Pintu yang semula terbuka tiba-tiba tertutup dengan keras, membuat kami tersentak.
"Ini tidak benar," desis Hafidz," Kita harus segera keluar dari sini."
Kami melihat bayangan besar di halaman saat mengintip dari celah jendela. Sosok itu bertubuh tinggi besar dan hitam seolah bukan manusia.
"Kita harus keluar sekarang. Aku yakin itu makhluk yang sering menculik para warga di sini," ujar Irsyad dengan nada panik.
Kami bergerak menuju pintu belakang, tetapi suara aneh terdengar. Suara langkah kaki, disusul suara mendengus berat.
"Cepat!" Hasan memimpin kami menuju pintu belakang.
Namun sebelum kami berhasil keluar, sosok besar itu muncul di depan pintu belakang, menghalangi jalan.Senter kami menerangi wajahnya. Makhluk berbentuk manusia dan tubuhnya dipenuhi bulu hitam tebal. Matanya merah menyala, menatap kami dengan tajam. Fatimah menjerit. Aku merasa kakiku membeku. Makhluk itu mendekat perlahan, menggeram rendah.
"Lari ke pintu depan!" teriak Hasan.