Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Cerpen] Surup

27 Januari 2025   00:18 Diperbarui: 27 Januari 2025   19:19 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: merdeka.com

"Sudah lama desa ini tidak melaksanakan salat berjamaah  magrib di masjid. Kepala desa melarang karena ada warga yang hilang saat menjelang magrib. Katanya mereka hilang diculik wewe gombel. Oleh karena itu ada larangan untuk seluruh warga desa jangan keluar rumah menjelang magrib hingga pagi hari. Dan anehnya peraturan itu baru berlaku setahun lalu. Saat Bibi ada di sini semua aman-aman saja."Bi Imas menjelaskan dengan antusias.

Aku melihat Irsyad, Hasan, dan lainnya saling memandang. Intuisi mereka mulai bekerja. Mereka memang terkenal pemberani dan tak mengenal takut.

"Berarti ada sesuatu yang ganjil,dong. Dan kita harus cari tahu," ujar Hasan semangat dan diiyakan oleh mereka. Aku hanya menggeleng saja melihat keberanian mereka.

Malam itu aku, Irsyad, Hasan, Fatimah, Hafidz, dan Hani merasakan adrenalin yang mulai muncul. Kami memutuskan untuk menyelidiki keanehan itu. Rasa penasaran yang tak tertahankan muncul, khusus bagi Hasan dan Irsyad.

"Kalau kita tidak mencari tahu, misteri ini akan terus menghantui," ujar Hasan berbisik.

Awalnya aku ragu karena merasa misteri ini lebih berbahaya dari misteri-misteri lain.  Namun, akhirnya aku ikut agar bisa ikut serta memecahkan misteri ini dan mendapatkan informasi akurat. Malam itu kami menyusun rencana dan berniat salat di masjid saat magrib tiba.

"Den, kalian tidak usah salat di sana, ya? Bibi takut kalian kenapa-kenapa," pinta Bi Imas saat melihat kami akan pergi.

"Tidak apa-apa, Bi. Insyaallah kami bisa menjaga diri," ujar Hasan," Lagi pula kita berdosa jika masjid tak dipakai ibadah."

Jarum jam di tangan sudah menunjukkan angka 17.40. Sebentar lagi waktu magrib akan tiba. Udara sangat dingin hingga menusuk sampai ke tulang. Aku, Hasan, Irsyad, Fatimah, dan Hafidz  berangkat menuju masjid. Hani memilih tinggal di rumah bersama Bi Imas.

Sepanjang perjalanan yang terdengar hanya suara langkah kami. Bayangan raksasa muncul dari pepohonan di sekitar jalan setapak. Tak ada suara belalang, jangkrik atau burung malam, hanya kesunyian yang menambah adrenalin semakin meningkat.

"Suasananya terlalu sepi," bisik Fatimah, seraya menggenggam erat tanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun