Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Cerpen] Dua Dunia

15 Desember 2024   22:01 Diperbarui: 15 Desember 2024   22:01 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi by Canva

Malam itu, Juna kembali tenggelam dalam mimpi yang sama. Dirinya berada di sebuah dunia yang tak dia kenal, tetapi terasa begitu nyata. Dia berdiri di dalam sebuah istana megah dengan arsitektur yang indah laksana kisah-kisah dongeng. Koridor panjang dengan dinding berhias ukiran emas dan lukisan-lukisan kuno membentang di sekelilingnya. Cahaya obor yang menggantung di sepanjang dinding memantulkan bayangan-bayangan samar, membuat tempat itu berkesan romantis.

Mimpi itu mulai menghantuinya sejak ia menulis sebuah cerita novel tentang seorang pengawal kerajaan yang jatuh cinta kepada putri raja. Awalnya, itu hanyalah ide yang muncul di sela kelelahan rutinnya --kisah cinta terlarang yang ingin dikembangkan menjadi novel. Namun, semakin ia menulis, semakin sering dunia yang diciptakan itu muncul dalam tidurnya. Dan sekarang, mimpi-mimpi itu bukan hanya bayangan yang samar. Ia bisa merasakan dingin lantai marmer di bawah kakinya, aroma kayu dari pintu-pintu besar, hingga detak jantungnya sendiri yang berpacu saat menyadari sesuatu. Dalam mimpi ini, ia bukan lagi Juna sang penulis.

Dia berada di suatu tempat yang dinding-dinding batunya berdiri kokoh dan diterangi oleh cahaya obor yang bergoyang, memancarkan bayangan seperti lukisan yang bergerak. Nyala api yang mulai redup itu tampak seakan menyimpan cerita-cerita lama. Ruangan itu berbau tanah, mempertegas suasana yang membekap seluruh inderanya, membuat setiap langkah terasa berat oleh sesuatu yang tak kasat mata.

Langkah kakinya menggema di sepanjang koridor istana yang sunyi. Setiap jejak terasa seperti hitungan mundur menuju masa yang tak bisa ia elakkan. Ketika Juna melangkah lebih jauh, ia merasakan pandangan yang tak terlihat, seolah ada mata-mata tersembunyi yang mengikuti setiap gerakannya, mengawasi tanpa suara. Sensasi itu membuat punggungnya tegang, seakan ia berjalan di tengah ruang yang bukan miliknya, namun telah mengenalnya dengan baik.

Langkah-langkahnya mengarah ke sebuah pintu besar yang setengah terbuka. Di balik pintu itu, ia melihat sosok Putri Lila, berdiri dengan anggun di bawah lampu gantung kristal yang berkilauan. Rambut keemasannya memantulkan cahaya dan matanya yang besar memandang Juna dengan ekspresi yang sulit diartikan-- antara rasa lega dan ketakutan.

Ketika mata mereka bertemu, waktu seakan berhenti. Segala suara, segala gerak, lenyap dalam sekejap. Hanya ada mereka berdua---Juna dan Lila---terhubung oleh sesuatu yang lebih dalam daripada kata-kata. Rasanya seperti seluruh dunia menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi di balik keheningan itu, ada ketakutan yang melingkari mereka, seperti bayangan yang tak pernah benar-benar hilang. Cinta mereka adalah keindahan sekaligus kutukan karena cinta mereka terlarang.

"Juna, kita tidak punya banyak waktu," bisik Lila dengan suara penuh desakan. Ia meraih tangannya, menggenggamnya erat, seolah takut kehilangan.

"Aku akan melindungimu, apa pun yang terjadi," jawab Juna dengan nada tegas, meski jauh di lubuk hatinya ia tahu ancaman yang mereka hadapi terlalu besar untuk dilawan sendiri.

Namun, sesuatu berbeda kali ini. Ketika ia menatap mata Lila, sekelebat bayangan muncul di pikirannya. Ia melihat dirinya -- bukan sebagai pengawal, melainkan sebagai penulis yang duduk di depan laptop, menggarap kisah ini dengan jemarinya yang lincah menekan keyboard.

Juna terhenyak. Sebuah kesadaran aneh menyelinap ke dalam pikirannya. Apakah ini hanya mimpi? Atau, lebih dari itu, apakah ia terjebak di antara dua dunia---dunia nyata dan dunia yang diciptakannya sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun