Sinar mentari menembus jendela-jendela besar Perpustakaan Kota Andara, memantulkan cahaya di lantai marmer putih yang berkilau. Namun,rasa dingin menggantung di udara, seperti suasana magis yang menyelimuti seluruh ruangan perpustakaan ini.
Perpustakaan itu dipenuhi dengan rak-rak tinggi menjulang, mulai dari karya sastra klasik hingga ensiklopedia modern. Bau khas aroma kertas menyeruak, mengundang setiap orang untuk datang. Di sudut ruangan, terdapat meja-meja baca yang tersusun rapi, masing-masing dilengkapi dengan lampu baca lembut yang menciptakan suasana hangat dan fokus.
Cahaya mentari mengalir menerangi rak-rak yang bersandar ke dinding timur. Sementara di sisi lain, sudut baca yang berisi sofa itu mengundang pembaca untuk tenggelam dalam bacaan mereka. Di dekat pintu, bagian peminjaman dan pengembalian buku beroperasi dengan efisien, sementara staf perpustakaan yang ramah akan siap membantu pengunjung yang membutuhkan rekomendasi atau informasi.
Di sudut ruangan sebelah belakang, rak tempat buku-buku horor berdiri kokoh. Buku yang kini paling menarik perhatian adalah Bayangan Malam, karya terakhir Alvaro, seorang penulis horor yang kini namanya lebih dikenal karena kematiannya daripada karena bukunya. Polisi tak menemukan penyebab kematian Alvaro kecuali alasan penulis itu meninggal karena serangan jantung saat menyelesaikan karya terakhirnya di perpustakaan ini.
Aku sengaja datang ke tempat ini untuk meneliti tentang pengaruh buku terhadap kehidupan penulisnya. Aku penasaran karena ada para penulis yang terlalu mendalami karakter tokoh-tokoh dalam karyanya, dalam kesehariannya dia pun memiliki karakter yang mirip sama dengan tokoh rekaannya.
Alvaro, salah satu penulis yang menjadi rujukanku. Alvaro yang biasa menulis kisah-kisah horor yang selalu disukai pembaca, ternyata memiliki gaya prilaku kehidupan yang tak jauh dari tokoh-tokohnya. Alvaro hidup dekat hal-hal yang berbau klenik bahkan pakaiannya seperti dukun dalam film, unik sedikit nyeleneh.
Kematian Alvaro menjadi misteri yang menyelimuti kota itu. Banyak yang mengatakan bahwa ia tewas akibat kutukan dari buku terakhirnya. Bayangan Malam disebut-sebut sebagai karya terkutuk, karena penulisnya terinspirasi oleh mimpi-mimpi aneh yang terus menghantuinya sepanjang proses penulisan. Mimpi-mimpi itu begitu nyata, seakan Alvaro tidak hanya mengarang, tetapi merekam sesuatu yang ia lihat di balik dunia ini---sesuatu yang menyeramkan.
"Permisi, Mbak ... adakah petugas di sini?" teriakku di meja depan meja resepsionis yang kosong. Tak ada seorang pun petugas yang tampak. Seharusnya perpustakaan yang besar begini mempunyai beberapa petugas, seperti bagian sirkulasi, bagian layanan pengunjung, bagian koleksi dan pastinya harus ada kepala perpustakaannya juga.
Aku menyusuri lorong perpustakaan untuk melihat-lihat koleksi buku di sana sekaligus mencari petugasnya. Aku melihat sesosok perempuan muda yang manis, tengah sibuk merapikan buku-buku di rak. Waktu itu biasanya cukup ramai, terutama oleh mahasiswa yang datang untuk mengerjakan tugas, tetapi pagi ini berbeda. Perpustakaan terasa lebih sepi dari biasanya, hanya beberapa pengunjung yang ada. Suasana di perpustakaan seakan mencekam dan sunyi.
"Selamat, pagi, Mbak.Maaf saya mengganggu," sapaku dengan sopan seraya membungkukan  sedikit badanku.
"Ya. Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda." jawab gadis itu tanpa menghentikan pekerjaannya.
"Aku ingin meminjam catatan harian Alvaro, Mbak," ujarku lirih. Sesaat gadis itu menatapku tajam. Dian---petugas yang bertanggung jawab aneka koleksi buku di sini---menghentikan pekerjaannya dan mendekatiku.
"Apa tujuan Anda meminjam buku catatan tersebut?" tanyanya menyelidik. Aku menjelaskan tujuan yang sebenarnya. Dian mengangguk pelan dan mengajak ke suatu tempat. Dia mengambil sebuah buku harian dari lemari  yang terkunci dan memberikan buku tersebut kepadaku. Kemudian aku mencari tempat yang nyaman untuk membaca buku itu. Aku duduk tepat di depan rak buku yang berisi buku-buku karya Alvaro. Aku meyiapkan buku catatanku untuk menyimpan data yang aku temukan dari buku harian itu.
Siang ini, perpustakaan terlihat tenang, tetapi perasaan ganjil itu tetap hadir. Buku Alvaro yang sudah dibukukan meskipun belum selesai, selalu menjadi pusat perhatian. Ada yang bilang, membaca buku itu akan membawa hal-hal aneh ke dalam hidup pembacanya. Namun, kali ini aku belum ingin membaca buku yang belum selesai itu. Aku malah ingin meneliti buku harian Alvaro saat menulis buku itu.
Aku mengambil buku harian Alvaro dan menatap buku itu sejenak, mengingat hari tragis enam bulan yang lalu, ketika Alvaro ditemukan tewas di perpustakaan ini. Tidak ada saksi mata, tidak ada tanda kekerasan, hanya tubuhnya yang dingin tergeletak di lantai di tengah tumpukan buku. Wajahnya, meskipun sudah beku, menyiratkan rasa takut yang sangat dalam, seolah ia melihat sesuatu yang seharusnya tidak pernah dilihat.
Tapi bukan hanya itu yang membuat buku itu menakutkan. Konon kalimat yang tertulis di halaman terakhir: "Siapa pun yang menatap bayangan ini, akan terperangkap di dalamnya." Bayangan siapa? Lalu mengapa bayangan itu menghantui Alvaro saat menulis? Apakah bayangan itu yang menyebabkan Alvaro tewas.
Aku merasa udara semakin berat, seperti ada sesuatu yang bergerak di antara rak-rak buku. Aku mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi benakku. Dengan hati-hati, aku membuka halaman-halaman buku harian Alvaro. Tulisan-tulisannya mencerminkan keputusasaannya, dari mimpi-mimpi mengerikan hingga pengalaman aneh yang membuatnya semakin terasing. Saat membaca, perasaanku semakin tidak nyaman. Di salah satu bagian, Alvaro menulis tentang sosok bayangan yang muncul setiap kali ia duduk menulis, sosok yang hanya bisa ia lihat di sudut matanya.
Di bagian lain, Alvaro menuliskan ada daya magis yang menuntut dia untuk terus menuliskan ide yang ada di benaknya tanpa henti. Dia pernah tidak tidur dan tidak makan selama dua hari untuk melanjutkan tulisannya. Hanya kopi yang menemaninya selama dia menulis. Entah ada kekuatan yang membuatnya bertahan dalam kondisi itu. Saat itu lima ratus halaman sudah dia selesaikan.
Aku terhenti sejenak, menatap rak-rak buku di sekelilingku. Rasanya ada bayangan yang mengawasi. Saat kembali membaca, aku menemukan catatan yang menyebutkan sebuah ritual yang harus dilakukan untuk membebaskan diri dari pengaruh buku terakhirnya. Namun, catatan itu terputus tiba-tiba, seolah Alvaro ditarik ke dalam sesuatu yang lebih dalam.
Keningku berkerut. "Ritual apa?" gumamku, semakin terjebak dalam rasa ingin tahuku. Melihat kembali di sekeliling, aku merasa aneh, seolah perpustakaan ini hidup. Saat aku berusaha berdiri, kakinya terasa berat, seperti ada sesuatu yang menahan.
Tanpa sengaja, aku menjatuhkan buku harian itu, dan halaman-halamannya terbuka lebar. Sebuah gambar aneh muncul---sketsa sosok menyeramkan, bayangan yang sama dari ceritanya. Mataku melebar. Di sudut sketsa itu, tertulis: "Dia akan datang untukmu."
Kudapati suasana di sekeliling semakin mencekam. Lampu-lampu berkedip, dan suara bisikan samar bergema di telingaku. Terpaku, aku memandangi rak buku tempat Bayangan Malam terletak, seperti magnet yang memanggilku. Tanpa bisa ditahan, aku melangkah ke arahnya.
Begitu aku mendekat, hawa dingin menyergapku. Seketika, buku Bayangan Malam terbuka, seolah mengundangku untuk membacanya. Dalam ketakutan, aku menoleh kembali ke meja, berharap dapat melarikan diri. Tapi saat itu, sosok bayangan yang digambarkan Alvaro mulai tampak di ujung pandangku, bergetar dalam bayang gelap.
"Siapa pun yang menatap bayangan ini..." suara itu kembali, menggetarkan jiwaku. Dalam sekejap, aku merasakan tarikan kuat, seolah ada yang menarikku ke dalam kegelapan. Aku berusaha untuk mundur, tetapi tubuhku terikat. Napasku sesak dan jantungku seolah terhenti.
Suara itu melanjutkan, "Kau harus memilih. Terperangkap dalam bayangan ini atau menyelamatkan jiwa yang tersisa." Hatiku berdebar kencang, menyadari makna dari pilihan itu. Jika aku terjebak, apakah itu berarti aku akan mengalami nasib yang sama seperti Alvaro?
"Mas! Mas sadar!" Suara Dian terdengar jelas. Suara laki-laki juga terdengar keras seraya membacakan ayat-ayat Al quran pengusir roh halus. Aku masih setengah sadar dan melihat Dian bersama seorang laki-laki bersorban.
"Alhamdulillah, Mas sudah sadar," ujar Dian sambil memberikan gelas berisi air putih. Aku merasa dingin karena tergeletak di lantai. Aku kemudian bangkit.
 Entah mengapa kalimat-kalimat yang ada dalam buku harian dan Bayangan Malam itu seolah menyeretku ke dalamnya. Apakah ini pengaruh kisah horor dalam imajinasi pembaca. Bisa jadi tulisan-tulisan Alvaro mempengaruhi kerja otak dan emosiku karena kalimat-kalimat yang sangat bagus atau memang ada sesuatu hal magis yang terdapat dalam buku tersebut sesuai dengan gaya hidup Alvaro yang penuh klenik.
Aku memandang buku harian Alvaro dan buku Bayangan Hitam yang tergeletak di meja.
Cibadak, 27 September 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H