Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Catatan Seorang Demonstran

19 September 2024   08:34 Diperbarui: 19 September 2024   08:34 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar https://nasional.tempo.co/

"Aku yakin bukan kamu yang melaporkan aku, tetapi aku tahu bukti rekaman percakapanku ada padamu. Aku tidak akan melarangmu untuk menyerahkan bukti itu. Aku hanya ingin minta maaf karena sudah menciderai idealisme kita." Suara Andi terdengar lemah.

Aku hanya diam sampai Andi memutuskan sambungan hand phone kami.

Di layar televisi, Andi selalu muncul sebagai sosok pejabat yang berwibawa, bicara tentang kemajuan bangsa dengan retorika yang memukau. Namun, di balik citra sempurna itu, aku mendengar praktik-praktik kotor yang dilakukannya. 

Awalnya, aku  menutup mata, berusaha meyakini bahwa sahabatku tidak akan mengkhianati perjuangan kami. Namun peristiwa semalam memperjelas bahwa Andi kini telah berubah menjadi sosok yang pernah kami benci: seorang pejabat yang tenggelam dalam korupsi.

Semuanya harus ku putuskan ketika aku menerima tugas liputan tentang korupsi besar-besaran dalam proyek infrastruktur nasional---dan Andi terlibat. Hati kecilku bergemuruh, perasaanku terombang-ambing antara tugas sebagai jurnalis dan ikatan sahabat yang telah terjalin bertahun-tahun. Namun, aku tahu, kebenaran harus ditegakkan. Tanpa ragu, kubongkar semua fakta dalam laporan investigasi yang pastinya akan menggemparkan publik.

Beberapa hari setelah artikelku diterbitkan, teleponku berdering. Suara di seberang sana adalah Yasmin, isteri Andi.

"Kamu benar-benar tega, ya. Dia sudah tertangkap kini kamu menambah lagi penderitaannya?" suaranya terdengar dingin, penuh kekecewaan.

Aku menarik napas dalam-dalam. "Ini bukan soal tega, Yasmin. Ini soal kebenaran." Hening sejenak.

"Kebenaran apa ,Han. Haruskah aku dan anak-anak yang menjadi korban?" tanya Yasmin.

"Maaf, Yas. Untuk hal itu sebaiknya kamu tanyakan kepada suamimu. Apakah dia tidak berpikir dampaknya jika perbuatannya terbongkar seperti sekarang ini," ujarku perlahan lalu menutup percakapan kami.

Aku menyadari bahwa aku dan Andi sudah berada di sisi yang berbeda---aku di sisi kebenaran, dan Andi di sisi kekuasaan yang penuh dosa. Kini dia harus menanggung semua resiko termasuk mengorbankan anak dan isterinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun