Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cerpen) Anuraga: Cinta Dalam Diam

11 September 2024   22:53 Diperbarui: 11 September 2024   22:55 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dok.pri. by Canva

Cerita pewayangan bagi kaum remaja dewasa ini tidaklah menarik, tetapi tidak bagi Wira. Wira lahir dan tumbuh dengan budaya Sunda yang sangat kental. Kakek dan ayahnya seorang dalang wayang golek yang terkenal. Kisah-kisah pewayangan seperti Ramayana dan Mahabharata lekat erat dalam benak Wira. Kisah-kisah tentang Pandawa Lima, Srikandi, dan Kresna menghidupkan imajinasinya, dan dalam dirinya tertanam rasa kagum yang mendalam pada dunia para ksatria. Karakter para ksatria yang tanpa disadarinya mengendap dalam sanubari.

Ada satu kisah yang sangat membekas di hati Wira -- kisah tentang Dewi Drupadi. Kisah ini selalu disampaikan oleh ayahnya dengan penuh takjim seolah Drupadi bukan hanya karakter dalam lakon, tetapi sosok yang pernah nyata. Kehebatan Drupadi mulai terlihat saat acara swayamvara---sayembara pemilihan suami---yang digelar oleh Raja Drupada.

Dalam acara itu, setiap pangeran dan ksatria dari berbagai kerajaan datang untuk mencoba memenangkan hatinya. Untuk dapat menikahi Drupadi, para peserta harus menaklukkan tantangan besar: memanah ikan yang berputar di atas, hanya dengan melihat bayangannya di air. Banyak pangeran yang mencoba, namun gagal. Ketika Pandawa yang menyamar sebagai brahmana datang, Arjuna berhasil menyelesaikan tugas tersebut dan memenangkan hati Drupadi. Namun, pernikahan Drupadi tidak biasa---ia menjadi istri dari kelima Pandawa

Dewi Drupadi yang memiliki kecantikan melebihi bidadari,  merupakan sosok wanita yang memiliki kekuatan, keanggunan dan  menggambarkan kehebatan. Dewi Drupadi bukan hanya sosok yang cantik, tapi juga seorang wanita dengan keberanian luar biasa, sangat bijaksana, dan menjaga kehormatan yang tak tergoyahkan dalam membela keluarga Pandawa Lima. Dalam hati Wira, Drupadi menjadi simbol cinta yang tak terjangkau---cinta yang sempurna dan abadi. Cinta yang sangat diharapkan bisa hadir dalam hidup Wira. Cinta pertama sekaligus cinta terakhirnya kelak.

Saat festival wayang golek digelar di Rumentang Siang, Wira berkenalan dengan seorang mojang geulis. Namanya Kanaya---seorang putri pesinden terkenal dari kota Bandung. Kanaya berarti perempuan cantik, lembut, anggun dan bijaksana. Wira tertegun saat pertama kali melihatnya---rambut panjangnya berayun lembut, dan sorot matanya seolah membawa keteduhan dan rahasia yang tersembunyi. Seketika, Naya mengingatkan Wira pada Dewi Drupadi.

Sejak malam itu Wira merasa dirinya jatuh cinta pada pandangan pertama. Mungkin inilah cinta pertama Wira. Malam itu Wira menghabiskan waktu bersama Naya. Mereka bercakap-cakap tentang banyak hal. berbagi cerita tentang kisah-kisah pewayangan dan masa depan di bawah pohon beringin.

Namun, cinta Wira terhadap Naya tak pernah terucap, hanya terpendam dalam diam. Setiap kali dia ingin mengungkapkan perasaannya, bayangan Dewi Drupadi menghantuinya---ia merasa cintanya terlalu sempurna untuk sekadar diucapkan.  

Baca juga: Cerpen

Bagi Wira, cinta adalah sebuah pengabdian yang tak terukur. Baginya, mencintai adalah memberikan sepenuh hati tanpa pamrih, seperti cinta Para Pandawa terhadap Dewi Drupadi. Wira ingin cintanya murni, tidak sekadar kata-kata manis atau janji yang mudah dilupakan, melainkan tindakan nyata yang membuktikan ketulusannya. Seperti Yudhistira yang memimpin dengan bijaksana, Bima yang selalu siap membela, Arjuna yang melindungi, dan Nakula-Sadewa yang setia dalam setiap langkah. Ia percaya bahwa cinta sejati adalah tentang keberanian untuk berkorban dan merawat hubungan itu dengan penuh tanggung jawab, persis seperti para Pandawa yang tak pernah meninggalkan Dewi Drupadi, bahkan dalam badai kehidupan.

Wira duduk di tepi jendela gedung kesenian tempat festival wayang, menatap langit sore yang mulai berubah warna. Di dalam hatinya, perasaan itu membuncah, rasa cinta yang ia pendam begitu dalam. Ia berbicara pelan pada dirinya sendiri, suara hatinya seolah menggema di dalam ruangan yang sepi.

"Kanaya...," bisiknya, hampir tak terdengar. "Kenapa setiap kali aku melihatmu, semua kata yang ingin kuucapkan hilang begitu saja? Seolah-olah, aku hanya seorang pengecut yang tak punya keberanian untuk menyampaikan apa yang ada di hatiku."

Wira menghela napas panjang, mengalihkan pandangannya ke langit, yang kian merona jingga.

"Kalau saja kau tahu betapa dalam perasaanku ini. Aku ingin melindungimu, seperti Pandawa melindungi Drupadi. Cinta ini bukan sekadar rasa kagum. Ini lebih dari itu. Ini seperti janji yang tak terucapkan. Aku ingin kau merasa aman, merasa dicintai, tetapi aku terlalu takut kehilanganmu bahkan sebelum aku memiliki kesempatan untuk mengatakan perasaanku."

Matanya menatap hampa, merasa terjebak dalam kesunyian yang ia ciptakan sendiri.Wira tersenyum getir, menundukkan kepala.

"Mungkin, memang ini takdirku. Menjaga perasaan ini tanpa pernah mengungkapkannya. Cukup dengan mencintaimu dari kejauhan. Selama kau bahagia, itu sudah cukup bagiku. Tapi, mengapa hatiku tetap meronta setiap kali kau tersenyum tanpa tahu perasaanku?"

Senyap kembali menyelimuti ruangan, dan Wira menyadari satu hal---cintanya pada Kanaya adalah pengorbanan tanpa kata, sebuah janji untuk selalu ada, meski tak terungkapkan.

Pertemuan dengan Kanaya tak kunjung hilang dari pikiran Wira. Setiap sudut kota Bandung mengingatkannya pada malam itu---festival wayang golek, lantunan sinden yang memikat, hingga senyum Kanaya yang selalu hadir di mimpinya. Wira mulai sering berkunjung ke tempat latihan Kanaya, dengan harapan bisa bertemu dengannya lagi. Namun, setiap kali bertemu, kata-kata seakan tertahan di tenggorokannya.

Pada suatu hari, Wira kembali datang ke tempat latihan. Ia melihat Kanaya sedang berdiri sendirian di sudut panggung, memandang ke arah langit yang berwarna jingga. Keindahan matahari terbenam memantulkan cahaya pada wajahnya yang terlihat tenang, namun ada kesedihan di balik senyumnya.

"Kenapa kau selalu datang, tapi tak pernah bicara?" suara lembut Kanaya memecah keheningan, membuat jantung Wira berdegup kencang. Dia kaget, tak menyangka Kanaya menyadari kehadirannya.

"Aku...," Wira mencoba berkata, namun kalimat itu terhenti. Dalam benaknya, bayangan Drupadi kembali muncul. Sosok yang penuh kehormatan, kekuatan, dan kecantikan. Ia merasa tak pantas mengungkapkan perasaannya pada Kanaya, seolah mencintainya adalah hal yang begitu sakral, terlalu sempurna untuk dirusak dengan kata-kata.

"Kadang, kita tidak perlu mengucapkan apapun untuk mengungkapkan perasaan," ujar Kanaya sambil tersenyum lembut, seakan mengerti apa yang ada di pikiran Wira. "Tapi, hidup ini terlalu singkat untuk menyimpan rasa dalam diam. Akhirnya yang tersisa penyesalan yang tak bertepi."

Kata-kata itu bagaikan petir di hati Wira. Kanaya benar. Namun, sebelum Wira bisa merespon, seorang pria datang menghampiri mereka---tinggi, tampan, dengan aura percaya diri yang kuat.

"O... ya, Wira. Aku akan memperkenalkan dengan seseorang," ujar Kanaya seraya menyambut kedatangan laki-laki itu dengan senyum manisnya. Laki-laki itu memperkenalkan dirinya sebagai Raka, teman masa kecil Kanaya sekaligus tunangan Kanaya. Wira merasa ada yang bergetar dalam dirinya, seolah ia baru saja menyaksikan kedatangan Arjuna di hadapan Drupadi.

Dengan sopan, Wira berpamitan. Malam itu, untuk pertama kalinya, Wira merasa ada yang hilang dari dirinya. Mungkin cintanya memang tak pernah terucap, dan sekarang, mungkin sudah terlambat.

Namun, Wira tahu satu hal---cinta pertamnya tak bisa dipendam selamanya. Ada saatnya ia harus melangkah, apakah untuk memperjuangkan atau melepaskan. Dan malam itu, di bawah bintang-bintang, Wira bertanya pada dirinya sendiri---apakah ia akan melawan takdir, atau justru tunduk padanya? Apakah dia akan bersikap seperti Arjuna yang merebut Dewi Drupadi dengan kemampuannya?

Wira menatap langit malam yang terasa semakin sunyi, bintang-bintang seakan berkelip menantang keraguan dalam hatinya. Ada desakan dalam dadanya, perasaan yang begitu kuat hingga tak mungkin lagi ia abaikan. Tapi di balik semua itu, terselip ketakutan---takut bahwa apa yang ia perjuangkan mungkin hanya bayangan kosong, ilusi dari cinta pertamanya yang tak pernah nyata. Arjuna memang berani merebut Drupadi, tapi apakah Wira memiliki keberanian yang sama? Ataukah takdir sudah menetapkan jalannya? Di tengah gemuruh perasaannya, ia tahu keputusannya akan segera tiba, meski ia belum tahu apakah langkahnya akan mendekatkannya pada kebahagiaan atau justru pada kehampaan yang lebih dalam.

Cibadak, 6 September 2024

Anurga :cinta yang mendalam dan penuh perasaan

Swayamvara: sayembara pemilihan suami

mojang geulis: gadis cantik

brahmana: Kasta tertinggi dalam sistem kasta Hindu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun