Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Puisi]: Monolog Cinta

11 September 2024   10:52 Diperbarui: 11 September 2024   10:55 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Monolog Cinta
Nina Sulistiati

Nak, kerap aku bertanya pada semesta,
bagaimana rasanya hidup dalam kesunyian,  
semua rangkaian kata dan dendang merdu buluh perindu  
Hanya berlalu tanpa makna
merayap dalam diam dan kebisuan

Aku sering memandang  saat lena
Wajahmu teduh, tenang tanpa gelisah.  
Binar asa terlukis di senyum manismu,
meski lara dan nestapa kerap terlihat samar

Kau tak pernah mendengar angin berdesir
atau rintik  hujan yang jatuh satu-satu,
nada-nada rindu berlalu sendu
Hanya kesunyian mendera atma

Mungkin duniamu sunyi
Tapi percayalah, aku belajar berbicara dalam diam,  
Menganyam cinta dalam gerakan  
Menyentuh jiwamu dengan pelukan
Sebab kita tak butuh kata untuk saling memahami

Setiap malam, aku tengadakan tangan memohon pada-Nya
Bukan agar kau menjadi seperti mereka  
Tapi agar kau tetap kuat,  menghadapi setiap luka
Agar kau tahu, meski dunia ini tak selalu ramah  
Aku akan selalu ada, tak peduli seberapa sunyi harimu

Nak, kamu adalah cahaya dalam kehidupanku,  
Meski suaramu tak pernah menyapa pagi,  
Aku mendengar gemuruh cinta dalam dadamu,  
Setiap kali kau menatapku,  
Aku tahu, kita saling memiliki.

Ada saat-saat ketika aku menangis,  
Tak kuat melihatmu terdiam membisu
Tapi kau, dengan senyum kecilmu,  
Selalu mengingatkanku,  
Bahwa sunyi pun bisa menjadi tempat kita bercengkerama.

Aku dan kamu, nak,  
Kita melangkah di jalan yang tak biasa,  
Tapi bukankah cinta tak pernah memerlukan syarat?  
Kau adalah bahagiaku,  
Meski duniamu tak penuh suara.

Tak usah ada rasa gundah apalagi sesali iradah
Kau adalah keajaiban yang Tuhan titipkan padaku,  
Di setiap napas, ada cinta yang mengalir untukmu
Aku akan  selalu membimbing,  
Sampai waktu memanggilku pergi.

Jika kelak kamu merasa lelah,  
Ada aku yang menantimu dengan cinta,  
Tempatmu pulang, tempatmu berbagi cerita dan duka  
Dalam dekapanku,  
Kamu tak akan pernah sendirian.

Meski keheningan membaluri setiap langkahmu
Rasakan cintaku yang mengalir setiap saat,  
Cinta  yang paling murni melumuri hati
Yang tak perlu didengar, hanya perlu dirasa.  
Aku dan kamu, selamanya, dalam keheningan penuh cinta.

Dan ketika kau dewasa nanti  
Hadirkan asa bersama cinta
sapa dunia dengan harap
Dengan cinta yang kau pintal dalam diam.

Ada kalanya, aku takut, nak  
Takut kau akan merasa terasing,  
Tapi ingatlah, ada Allah yang menemani  
setiap langkah dan desahmu

Aku tahu, jalan kita tak mudah  
Tapi setiap hari aku melihat kekuatan dalam dirimu
Seperti pohon yang tumbuh di tengah badai  
Kau tetap teguh
Walau dunia ini kadang terasa jauh

Percayalah, nak
Tuhan telah menyiapkan tempatmu di dunia ini  
Tempat di mana kau tak perlu mendengar  
Untuk merasakan cinta  
Karena hatimu sudah dipenuhi oleh kasih-Nya

Jangan pernah meragukan dirimu  
Setiap langkah yang kau ambil adalah doa bagiku
Aku selalu bersyukur pada-Nya  
Karena Dia memberiku kamu
Sebagai alasan untuk terus kuat

Dan meski aku tak bisa memberikanmu dunia penuh suara,  
Aku memberikanmu dunia penuh cinta
Yang tak terukur oleh kata-kata
Tapi terasa dalam setiap detak jantung  
Setiap hembusan napas, dan setiap pelukan

Kita mungkin tak sama dengan mereka  
Tapi kita punya sesuatu yang lebih berharga  
Kita punya cinta yang tak memerlukan bahasa  
Tak terikat oleh kata  tetapi menyatu dalam rasa
Dan itulah kekuatan kita, nak, yang tak akan pernah pudar

Cibadak, 11 September 2024

Puisi buat anak-anak deaf. Duniamu tak akan pernah sunyi selama kasih sayang ibu menemani hari-harimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun