Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kakek Bukan Pejuang

28 Agustus 2024   04:57 Diperbarui: 28 Agustus 2024   06:55 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokumen pribadi by Canva

"Bang Tohir, kami hanya sedang belajar," kata Kakek pelan, menatap pria itu dengan tatapan penuh kesabaran.

"Belajar? Apa gunanya belajar kalau perut mereka kosong? Mereka seharusnya di jalanan, mencari uang! Bukan duduk-duduk di sini, buang-buang waktu!" bentak Bang Tohir, wajahnya memerah marah.

Kakek menarik napas dalam, lalu menjawab dengan suara yang lebih tegas, "Anak-anak ini punya hak untuk belajar, Bang. Mereka berhak untuk bermimpi dan memiliki masa depan yang lebih baik."

"Apa yang Kakek tahu tentang masa depan mereka? Mereka hanya akan menderita lebih lama jika mengikuti jalanmu ini!" Bang Tohir mendekat, suaranya semakin lantang. Ia mengayunkan tangan, seolah ingin merobohkan bedeng bambu itu.

Namun, sebelum tangan Bang Tohir mengenai apa pun, seorang anak laki-laki kecil, Asep, berdiri di hadapannya. Wajah Asep pucat, tapi matanya bersinar penuh keberanian. "Aku nggak mau pulang, Pak! Aku mau belajar! Aku mau jadi orang yang berguna, seperti Kakek!"

Bang Tohir terdiam sejenak, terkejut dengan perlawanan dari anak yang biasanya selalu patuh itu. "Asep, kamu nggak ngerti apa yang kamu omongin! Pulang sekarang!"

"Tapi Pak, kalau aku nggak belajar, aku akan tetap miskin seperti sekarang! Aku mau sekolah, biar bisa bantu orang tua," kata Asep dengan suara yang gemetar namun penuh keyakinan.

"Yang kita butuhkan itu uang, Asep. Uang untuk beli makan, untuk mengisi perut kita." Bang Tohir memandang anaknya itu dengan tajam.

"Tapi kalau mereka hanya bekerja tanpa pendidikan, mereka tidak akan pernah lepas dari kemiskinan ini, Bang," ujar Kakek, suaranya lebih lembut, tapi penuh ketegasan. "Mereka butuh mimpi untuk bertahan, dan mereka butuh pendidikan untuk mewujudkannya."

Kakek menepuk bahu Asep lembut, lalu menatap Bang Tohir, "Bang, mereka ini masa depan kita. Kalau kita tidak memberikan mereka kesempatan, siapa yang akan membangun kampung ini nantinya?"

Bang Tohir tampak ragu. Ia menoleh ke arah para orang tua yang mulai berdatangan, beberapa dari mereka menarik anak-anak mereka, sementara yang lain terlihat bimbang. "Mereka butuh makan, bukan mimpi!" teriaknya, namun suaranya tak lagi sekeras tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun