Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen "Di Balik Tirai Waktu"

18 Agustus 2024   11:32 Diperbarui: 18 Agustus 2024   20:17 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokumen pribadi by Canva

"Ki Ageng," kataku dengan hati-hati, "Kami tidak punya pilihan lain. Kami harus kembali ke dunia kami. Tolong bantu  menemukan tirai itu."

Ki Ageng mengangguk perlahan, matanya masih menatap dalam-dalam ke arah kita saat itu. "Baiklah, tapi ketahuilah, perjalanan ini bukan hanya tentang menemukan jalan pulang. Ini tentang memahami mengapa kalian sampai di sini. Hanya dengan menyadari apa yang benar-benar kalian cari, tirai waktu itu akan terbuka untuk kalian."

Di satu titik, kita tiba di sebuah lembah yang dipenuhi oleh batu-batu besar. Batu-batu itu tampak seperti reruntuhan bangunan kuno yang entah bagaimana tetap berdiri tegak meski waktu telah lama berlalu. Di tengah lembah, ada sebuah batu besar yang permukaannya halus seperti tirai, dan di situlah kita melihatnya---tirai waktu.

Tirai itu tidak memantulkan bayangan kita, melainkan menunjukkan bayangan-bayangan masa lalu, seolah-olah mengungkapkan sejarah yang terlupakan. Kita melihat gambar-gambar desa kita, penduduknya, dan pertempuran yang tak berujung melawan penjajah. Kemudian, bayangan itu berubah, menampilkan sosok-sosok yang tak kita kenali---mereka yang telah datang sebelum kita, terjebak di dunia ini.

"Apa yang kita lihat?" tanyamu dengan suara bergetar. Ada gurat ketakutan di wajahmu saat itu.

"Itu adalah masa lalu yang masih membayangi tempat ini," jawab Ki Ageng. "Namun, jika kalian ingin kembali, kalian harus menatap tirai ini dengan hati yang jernih. Ingatlah alasan kalian berjuang, ingatlah cinta kalian pada tanah air dan orang-orang yang kalian tinggalkan."

Kita saling berpandangan, menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang melarikan diri dari dunia aneh ini, tetapi tentang mengingat siapa diri kita dan apa yang kita perjuangkan. Dengan hati yang teguh, kita menatap ke dalam tirai.

Bayangan-bayangan mulai memudar, dan perlahan, tirai itu berubah menjadi portal cahaya yang terang. Kita merasa terseret ke dalam, melayang-layang di antara waktu dan ruang.

Saat membuka mata, kita kembali berada di hutan di kaki Gunung Merbabu, dengan kabut yang perlahan menghilang. Desa kita tampak di kejauhan, terlihat sama seperti sebelumnya, tetapi ada sesuatu yang berbeda dalam diri. Kita telah melalui perjalanan yang mengubah cara memandang dunia dan diri sendiri.

"Bagas, kita berhasil," kataku dengan lega. Kita berpelukan,"Kita kembali."

Kau mengangguk, tersenyum samar. "Ya, dan sekarang kita tahu betapa berharganya apa yang dimiliki. Mari kita berjuang lebih keras, untuk mereka yang tidak bisa kembali."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun