Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jembatan Asa

5 Agustus 2024   19:57 Diperbarui: 5 Agustus 2024   19:59 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: antara.com

Desa Negla dikenal dengan keindahan alamnya. Desa ini terletak di lembah yang dikelilingi oleh pegunungan hijau. Letaknya memang agak terpencil. Jarak dari kota kecamatan menuju desa ini memakan waktu dua jam perjalanan dengan kendaraan roda dua. Desa ini memiliki sebuah jembatan gantung yang menjadi penghubung utama menuju sekolah dan pusat desa.

 Namun sayang jembatan gantung yang menjadi satu-satunya akses tercepat  kini sudah lapuk dimakan usia. Keadaan diperparah lagi saat beberapa minggu lalu, banjir benar-benar menghancurkan jembatan itu. Tali pengikat di sebelah kanan jembatan sudah putus, hanya menyisakan tali di sebelah kiri yang masih tergantung, membuat perjalanan melintasinya menjadi sangat berbahaya.

Pagi itu di ujung jembatan , Bu Nia berdiri dengan ragu. Getaran halus dari kaki jembatan terasa di telapak kakinya.  Air sungai mengalir deras karena sejak semalam hujan turun tiada henti.Tidak ada pilihan lain---jembatan ini adalah satu-satunya jalur yang bisa ditempuh menuju sekolah. Jalan alternatif lain memakan waktu lebih dari tiga jam karena harus memutar.


Jembatan ini satu-satunya harapan, meski berbahaya, hanya memerlukan waktu kurang dari setengah jam untuk menuju ke sekolah.

Matahari pagi menyinari wajahnya, antara keraguan dan tekad menyelimuti atma.  Bu Nia memandang  senyum tipis dari siswa-siswa yang sudah mulai berbaris di belakangnya, tetap tidak bisa menghapus kekhawatiran di dalam hati. Anak-anak mengikuti jejaknya setiap hari, berani menghadapi risiko demi bisa datang ke sekolah. Begitu juga dengan beberapa warga, yang harus menempuh risiko sama untuk kegiatan sehari-hari mereka.

"Bu, kita akan melewatinya, kan?" tanya Rani, salah satu muridnya, dengan tatapan penuh harap.

Bu Nia hanya mengangguk, "Kita harus bisa, Rani. Kita tidak punya pilihan."

Saat Bu Nia melangkah dengan hati-hati di atas jembatan yang bergetar, terdengar derik  kayu yang sudah lapuk. Perasaan was-was kian menggelayuti. Setiap langkah terasa seperti ujian, dan dia berusaha keras untuk menjaga keseimbangan. Di belakangnya beberapa siswa mengekor dia. Tidak jauh dari situ, terlihat juga beberapa warga yang akan melintasi jembatan dengan cara yang sama.

Tiba-tiba, teriakan panik menggema di udara. Bu Nia melihat  sosok kecil yang berada di belakangnya  jatuh dari jembatan, disusul dengan percikan air yang mengguncang ketenangan sungai di bawah.
Rasa panik melanda. Beberapa anak yang masih melintasi jembatan, berteriak histeris. Mereka melihat Rani terjatuh  ke dalam sungai. Arus sungai yang cukup deras menggiringnya cepat

"Rani!" teriak Bu Nia. Tanpa berpikir panjang, Bu Nia langsung melompat dari jembatan, berusaha menepis kekhawatiran yang memenuhi pikirannya.

Air sungai yang dingin menyambutnya dengan keras. Dia merasakan arus yang kuat berusaha menariknya ke bawah, tetapi keterampilan berenangnya yang selama ini dilatih, membantu dia untuk tetap mengapung. Dia melihat Rani terjebak dalam arus yang ganas, berjuang untuk tetap di permukaan.

"Kau harus berpegangan padaku!" serunya, berusaha menggapai tangan Rani. Rani sudah tampak kesulitan menantang arus. Tubuhnya yang mungil semakin terseret jauh ke arah muara.

Dengan susah payah, Bu Nia berhasil meraih Rani dan membantunya untuk berpegang erat pada tubuhnya. Keringat dingin mengalir di dahi Bu Nia. Tubuh Bu Nia terasa lelah, tapi semangatnya tak pernah surut. Dengan tenaga yang tersisa, dia mengayuh tubuh mereka berdua menuju tepi sungai, sementara para warga dan siswa lain tertegun melihat dari atas jembatan aksi heroik Bu Nia.

Bu Nia akhirnya berhasil mengeluarkan Rani dari air dan membawanya ke tepi sungai. Ketika beberapa anak dan warga berlari menghampiri, dia merasa lega meskipun tubuhnya menggigil dan tenaga sudah menipis.
Beberapa warga memberikan pertolongan pertama kepadanya dan Rani. Setelah itu Bu Nia dan Rani tak sadarkan diri.

Berita penyelamatan Bu Nia segera menyebar, menjadi viral di media sosial, dan mendapatkan perhatian dari banyak pihak. Namun sayang kejadian itu tak mengubah apa pun. Jembatan gantung tetap belum diperbaiki. Pemda tetap belum mengalokasikan dana untuk memperbaikinya, meski ada banyak nyawa yang terancam setiap hari. Sejak peristiwa itu, jembatan itu dilarang untuk dipakai melintasi sungai.

Pagi ini Bu Nia hanya bisa menatap jembatan itu dari jauh. Perasaannya campur aduk antara kecewa dan putus asa.
Kini anak-anak harus melintasi sungai dengan menggunakan rakit yang sengaja dibuat  seorang warga. Ada tali panjang terbentang agar pengemudi  rakit itu bisa menarik hingga ujung sungai. 

Anak-anak itu pergi diantar para orang tua mereka karena pastinya para orang tua itu merasa cemas dengan keselamatan anak-anak mereka. Jarak yang sangat jauh jika mereka harus memutar arah.

Entah sampai kapan kondisi ini akan berakhir. Pendidikan harus diteruskan, namun harga yang harus dibayar terlalu tinggi. Mungkin suatu saat nanti, pemerintah akan sadar akan pentingnya keselamatan dan memberikan perhatian yang layak untuk jembatan penghubung kedua desa tersebut.

Bu Nia berdiri bersama Rani dan siswa-siswa lain di atas rakit. Mereka membuktikan bahwa keberanian dan pengabdiannya tidak akan pernah pudar, meski tantangan tetap ada. 

Mereka berjuang dan berkorban demi hak meraih pendidikan layak.  Asa tentang hadirnya jembatan yang bisa dipakai dan memadai tetap terpatri di relung hati mereka pun seluruh warga desa.
Cibadak, 5 Agustus 2024


Kisah ini hanya fiktif dan bertujuan untuk.menginspirasi para siswa yang ada di kota tentang perjuangan meraih pendidikan layak bagi teman-teman mereka di desa terpencil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun