Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jembatan Asa

5 Agustus 2024   19:57 Diperbarui: 5 Agustus 2024   19:59 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: antara.com

Desa Negla dikenal dengan keindahan alamnya. Desa ini terletak di lembah yang dikelilingi oleh pegunungan hijau. Letaknya memang agak terpencil. Jarak dari kota kecamatan menuju desa ini memakan waktu dua jam perjalanan dengan kendaraan roda dua. Desa ini memiliki sebuah jembatan gantung yang menjadi penghubung utama menuju sekolah dan pusat desa.

 Namun sayang jembatan gantung yang menjadi satu-satunya akses tercepat  kini sudah lapuk dimakan usia. Keadaan diperparah lagi saat beberapa minggu lalu, banjir benar-benar menghancurkan jembatan itu. Tali pengikat di sebelah kanan jembatan sudah putus, hanya menyisakan tali di sebelah kiri yang masih tergantung, membuat perjalanan melintasinya menjadi sangat berbahaya.

Pagi itu di ujung jembatan , Bu Nia berdiri dengan ragu. Getaran halus dari kaki jembatan terasa di telapak kakinya.  Air sungai mengalir deras karena sejak semalam hujan turun tiada henti.Tidak ada pilihan lain---jembatan ini adalah satu-satunya jalur yang bisa ditempuh menuju sekolah. Jalan alternatif lain memakan waktu lebih dari tiga jam karena harus memutar.


Jembatan ini satu-satunya harapan, meski berbahaya, hanya memerlukan waktu kurang dari setengah jam untuk menuju ke sekolah.

Matahari pagi menyinari wajahnya, antara keraguan dan tekad menyelimuti atma.  Bu Nia memandang  senyum tipis dari siswa-siswa yang sudah mulai berbaris di belakangnya, tetap tidak bisa menghapus kekhawatiran di dalam hati. Anak-anak mengikuti jejaknya setiap hari, berani menghadapi risiko demi bisa datang ke sekolah. Begitu juga dengan beberapa warga, yang harus menempuh risiko sama untuk kegiatan sehari-hari mereka.

"Bu, kita akan melewatinya, kan?" tanya Rani, salah satu muridnya, dengan tatapan penuh harap.

Bu Nia hanya mengangguk, "Kita harus bisa, Rani. Kita tidak punya pilihan."

Saat Bu Nia melangkah dengan hati-hati di atas jembatan yang bergetar, terdengar derik  kayu yang sudah lapuk. Perasaan was-was kian menggelayuti. Setiap langkah terasa seperti ujian, dan dia berusaha keras untuk menjaga keseimbangan. Di belakangnya beberapa siswa mengekor dia. Tidak jauh dari situ, terlihat juga beberapa warga yang akan melintasi jembatan dengan cara yang sama.

Tiba-tiba, teriakan panik menggema di udara. Bu Nia melihat  sosok kecil yang berada di belakangnya  jatuh dari jembatan, disusul dengan percikan air yang mengguncang ketenangan sungai di bawah.
Rasa panik melanda. Beberapa anak yang masih melintasi jembatan, berteriak histeris. Mereka melihat Rani terjatuh  ke dalam sungai. Arus sungai yang cukup deras menggiringnya cepat

"Rani!" teriak Bu Nia. Tanpa berpikir panjang, Bu Nia langsung melompat dari jembatan, berusaha menepis kekhawatiran yang memenuhi pikirannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun