Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jembatan Asa

5 Agustus 2024   19:57 Diperbarui: 5 Agustus 2024   19:59 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air sungai yang dingin menyambutnya dengan keras. Dia merasakan arus yang kuat berusaha menariknya ke bawah, tetapi keterampilan berenangnya yang selama ini dilatih, membantu dia untuk tetap mengapung. Dia melihat Rani terjebak dalam arus yang ganas, berjuang untuk tetap di permukaan.

"Kau harus berpegangan padaku!" serunya, berusaha menggapai tangan Rani. Rani sudah tampak kesulitan menantang arus. Tubuhnya yang mungil semakin terseret jauh ke arah muara.

Dengan susah payah, Bu Nia berhasil meraih Rani dan membantunya untuk berpegang erat pada tubuhnya. Keringat dingin mengalir di dahi Bu Nia. Tubuh Bu Nia terasa lelah, tapi semangatnya tak pernah surut. Dengan tenaga yang tersisa, dia mengayuh tubuh mereka berdua menuju tepi sungai, sementara para warga dan siswa lain tertegun melihat dari atas jembatan aksi heroik Bu Nia.

Bu Nia akhirnya berhasil mengeluarkan Rani dari air dan membawanya ke tepi sungai. Ketika beberapa anak dan warga berlari menghampiri, dia merasa lega meskipun tubuhnya menggigil dan tenaga sudah menipis.
Beberapa warga memberikan pertolongan pertama kepadanya dan Rani. Setelah itu Bu Nia dan Rani tak sadarkan diri.

Berita penyelamatan Bu Nia segera menyebar, menjadi viral di media sosial, dan mendapatkan perhatian dari banyak pihak. Namun sayang kejadian itu tak mengubah apa pun. Jembatan gantung tetap belum diperbaiki. Pemda tetap belum mengalokasikan dana untuk memperbaikinya, meski ada banyak nyawa yang terancam setiap hari. Sejak peristiwa itu, jembatan itu dilarang untuk dipakai melintasi sungai.

Pagi ini Bu Nia hanya bisa menatap jembatan itu dari jauh. Perasaannya campur aduk antara kecewa dan putus asa.
Kini anak-anak harus melintasi sungai dengan menggunakan rakit yang sengaja dibuat  seorang warga. Ada tali panjang terbentang agar pengemudi  rakit itu bisa menarik hingga ujung sungai. 

Anak-anak itu pergi diantar para orang tua mereka karena pastinya para orang tua itu merasa cemas dengan keselamatan anak-anak mereka. Jarak yang sangat jauh jika mereka harus memutar arah.

Entah sampai kapan kondisi ini akan berakhir. Pendidikan harus diteruskan, namun harga yang harus dibayar terlalu tinggi. Mungkin suatu saat nanti, pemerintah akan sadar akan pentingnya keselamatan dan memberikan perhatian yang layak untuk jembatan penghubung kedua desa tersebut.

Bu Nia berdiri bersama Rani dan siswa-siswa lain di atas rakit. Mereka membuktikan bahwa keberanian dan pengabdiannya tidak akan pernah pudar, meski tantangan tetap ada. 

Mereka berjuang dan berkorban demi hak meraih pendidikan layak.  Asa tentang hadirnya jembatan yang bisa dipakai dan memadai tetap terpatri di relung hati mereka pun seluruh warga desa.
Cibadak, 5 Agustus 2024


Kisah ini hanya fiktif dan bertujuan untuk.menginspirasi para siswa yang ada di kota tentang perjuangan meraih pendidikan layak bagi teman-teman mereka di desa terpencil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun