Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Misteri Vila Merah Bab 3, Kain Merah Bersimbol

27 Juli 2024   22:38 Diperbarui: 27 Juli 2024   22:46 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar dokumen pribadi by Canva

Sebelum melanjutkan membaca masih ingat cerita horor saya sebelumnya. Silakan baca di sini dan link ini dulu agar bisa nyambung ceritanya. baca  di sini

 Malam itu, kabut tebal menyelimuti vila tua di pinggir kota, menambah suasana mencekam yang telah mengelilingi tempat tersebut sejak pembunuhan misterius Allan Danudireja. Lampu-lampu jalan yang redup hanya menambah kesan suram pada bangunan megah yang kini berdiri sunyi, seperti menantikan sesuatu. Meylana dan Brama tiba di depan gerbang besi yang berderit, berdiri dengan tegang. Mereka baru saja tiba, siap untuk mengungkap misteri yang menyelimuti kematian tragis tersebut.

Meylana merapikan rambutnya yang tertiup angin dingin malam itu. Di sampingnya, Brama, partner setianya yang lebih banyak diam namun penuh dengan pemikiran strategis, memeriksa senter dan memastikan semua peralatan mereka siap. Keduanya menyadari bahwa vila ini bukan hanya tempat kejadian perkara, tapi juga menyimpan rahasia gelap yang menunggu untuk diungkap.

Ketika mereka melangkah masuk, pintu vila berderit seolah menyambut mereka dengan nada horor. Udara di dalam vila terasa berat dan dingin, seperti membawa beban dari masa lalu yang kelam. Setiap sudut ruangan dipenuhi bayangan yang menari-nari di bawah cahaya senter, menciptakan ilusi yang menambah ketegangan. Mata Meylana dan Brama berkeliling, mencari petunjuk pertama yang akan membawa mereka lebih dekat ke jawaban atas misteri kematian Allan Danudireja.

"Ayo, kita mulai dari ruang tamu," bisik Brama, suaranya hampir tenggelam dalam keheningan malam.

Meylana mengangguk, dan bersama-sama mereka melangkah lebih dalam ke dalam kegelapan, siap menghadapi apapun yang akan mereka temukan di dalam vila ini. Mereka tak menemukan apa-apa di ruangan itu.

Pencarian mereka lanjutkan ke arah loteng. Bram memimpin langkah saat menaiki tangga. Jantung Meylana berdegup sangat kencang. Meskipun dirinya sering melihat penampakan, Mey tetap saja merasa takut dan cemas.

"Tunggu! Aku melihat sesuatu di bawah lemari itu," ujar Mey seraya menunjuk lemari yang terletak di sudut ruangan.

Rupanya sebuah kotak dari kayu jati tampak sudah sangat tua. Meylana berlutut, membersihkan debu dari permukaan kotak itu dengan hati-hati.

"Sepertinya ini sudah sangat lama," katanya dengan suara bergetar.

Bram mengangguk, sambil mengamati sekeliling loteng, berjaga-jaga jika ada sesuatu yang tak diinginkan muncul. Bayangan-bayangan di dinding tampak bergerak-gerak seolah mengikuti setiap langkah mereka.

Ketika Meylana membuka kotak itu, mereka melihat kain bertuliskan huruf Cina, persis seperti yang mereka cari. Kain yang sama dengan yang mereka temukan saat pertama kali datang. Namun, sebelum mereka sempat menyentuhnya, suhu di ruangan tiba-tiba turun drastis. Dari nafas mereka keluar kabut putih yang tipis. Udara di sekitar mereka berubah menjadi berat dan menyesakkan.

Sebuah suara gemerisik terdengar dari sudut gelap loteng. Meylana menoleh dengan mata terbelalak, jantung mereka berdegup kencang. Tangannya menggapai ke arah Bram, tetapi tubuh Bram tak bisa dijangkau.

Dari kegelapan, muncul seorang wanita berpakaian putih. Bajunya compang-camping, berlumuran darah. Wajahnya buruk rupa, kulitnya pucat seperti mayat, dan darah mengalir dari mata serta mulutnya yang menyeringai menakutkan. Wanita itu mendekat dengan langkah-langkah pelan namun pasti, meninggalkan jejak darah di lantai kayu yang berderit di bawah kakinya.

"Jangan takut," katanya dalam suara yang mengerikan, seperti bisikan dari dunia lain. "Aku di sini untuk membimbing kalian."

Meylana mundur selangkah, matanya terbelalak dengan horor. Mey mencoba tetap tenang meskipun keringat dingin mengalir di pelipisnya. "Siapa kau?" tanya Mey, suaranya gemetar.

"Aku adalah penjaga rahasia kain ini," jawab wanita itu dengan senyum menyeramkan seraya memperlihatkan giginya yang rusak. "Kain ini bukan sembarang kain. Ia menyimpan kekuatan yang luar biasa dan rahasia besar yang bisa mengubah takdir. Namun, hanya yang tulus hatinya yang bisa memahami pesan di dalamnya."

Meylana menelan ludah, mencoba mengatasi rasa takutnya. "Apa yang harus kami lakukan?" tanyanya dengan suara lirih.

Wanita itu mendekat, menatap kain itu dengan tatapan penuh arti, darah menetes dari dagunya ke lantai. "Bawa kain ini ke tempat asalnya. Hanya di sana pesan sejati akan terungkap. Ingat, jalan kalian tidak akan mudah. Banyak rintangan dan bahaya yang harus kalian hadapi."

"Tunggu!" Meylana berteriak keras sehingga terdengar gema suaranya. Tubuhnya lemas.

"Hai ... Mey! Ada apa? Apa yang kamu lihat?" tanya Bram seraya menggoyang bahu Meylana.

Meylana menunjuk ke arah wanita itu berada. Namun, wanita tersebut menghilang perlahan, tubuhnya memudar seperti kabut, meninggalkan jejak darah yang terserap oleh lantai kayu yang lapuk. Meylana  berdiri terpaku, memegang kain misterius di tangannya.

"Apa maksudnya ini, Mey? Bukankah kain ini sama dengan yang kita temukan tempo hari?" Bram berbicara agak keras agar Mey tersadar.

Dengan tubuh yang masih gemetar, Mey menceritakan apa yang dilihatnya tadi. Ketegangan menyelimuti mereka. Udara di loteng terasa semakin dingin dan menyesakkan. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, dan mereka harus bersiap menghadapi apapun yang akan datang, termasuk kengerian yang mungkin masih bersembunyi di setiap sudut bayangan.

"Ini mungkin yang dimaksud Allan," ujar Meylana sambil  mengambil sehelai kain berwarna merah gelap dengan motif tradisional Tionghoa yang rumit. Kain itu tampak tua namun masih dalam kondisi baik.

"Tidak ada yang aneh dengan kain ini, setidaknya secara fisik," kata Mas Bram sambil memeriksa kain itu lebih dekat. "Tapi kenapa Allan merasa terancam oleh sesuatu yang berkaitan dengan ini?"

Meylana merasakan ada sesuatu yang berbeda saat menyentuh kain itu. Sebuah energi dingin menjalar melalui tubuhnya, dan dalam sekejap, dia melihat kilasan bayangan wanita berpakaian tradisional Tionghoa yang sama seperti yang dilihatnya malam sebelumnya. Kali ini, bayangan itu tampak lebih jelas dan semakin mendekat.

"Mey, kamu tidak apa-apa?" tanya Mas Bram, melihat perubahan pada wajah Meylana.

"Aku melihatnya lagi. Kita harus membawa kain ini dan memeriksanya lebih lanjut. Mungkin ada sesuatu yang bisa mengungkapkan lebih banyak tentang asal-usulnya," jawab Meylana dengan suara serak.

Mereka segera turun dari loteng dan keluar dari vila itu. Meylana berjalan setengah berlari. Dia merasa ada sepasang mata yang mengawasi mereka.

 Cibadak, 27 Juli 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun