Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen Remaja: Di Balik Kesunyian

15 Juni 2024   22:27 Diperbarui: 15 Juni 2024   23:07 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Sepulang sekolah tadi, Kinanti berkunjung ke rumah Anggun untuk pertama kalinya. Kinanti melangkah perlahan memasuki halaman rumah Anggun yang luas dan megah. Rumah besar dengan dinding putih dan pilar-pilar tinggi itu tampak megah, jauh berbeda dari rumah kecil dan sederhana yang ditinggalinya bersama nenek. Ada rasa kagum yang bercampur dengan perasaan kecil di dalam hatinya. Namun, Kinanti selalu mencoba untuk tidak menunjukkan perasaannya yang sesungguhnya.

"Masuk, Kinanti!" seru Anggun dengan ceria, mengajaknya masuk ke dalam rumah.

Di dalam rumah, ruangan-ruangan luas dengan dekorasi elegan menyambutnya. Langit-langit tinggi, lampu kristal berkilauan, dan perabotan mewah membuat Kinanti merasa seperti berada di dunia yang berbeda. Anggun mengajaknya ke ruang tamu yang besar. Mereka duduk di sofa empuk dan mulai mengobrol. Kinanti bersyukur karena dia bisa berkomunikasi dengan normal meskipun harus menggunakan alat sepanajang hidupnya. 

Saat Anggun pergi ke dapur untuk mengambil minuman, pandangan Kinanti tertuju pada deretan foto keluarga yang tergantung di dinding. Ada foto Anggun yang masih kecil, foto keluarga saat liburan, dan kemudian... foto seorang pria yang membuatnya tertegun.

Pria itu. Wajahnya begitu familiar. Kinanti merasakan degup jantungnya semakin cepat. Tanpa sadar, dia mendekati foto itu. Jari-jarinya yang gemetar menyentuh kaca bingkai foto tersebut. Wajah pria itu adalah wajah yang sama dengan yang ada di foto dalam buku diari almarhumah ibunya. Pria yang selama ini dirindukan dan dicari-carinya.

"Ayah," bisik Kinanti dalam hati, matanya mulai berkaca-kaca. Kepedihan, kerinduan, dan luka lama tiba-tiba membanjiri hatinya.

"Ayah?" Tentu saja itu ayahnya. Tapi bagaimana mungkin?  Air mata mulai mengalir di pipinya saat ia mencoba menahan isak yang akan keluar. Dunia di sekelilingnya seakan memudar, menyisakan hanya dirinya dan foto itu.

Kinanti segera menyeka air matanya ketika mendengar langkah kaki Anggun mendekat. Dia berbalik, berusaha memasang senyum meskipun hatinya hancur berkeping-keping.

"Ini minumnya," kata Anggun sambil tersenyum, tidak menyadari pergolakan batin sahabatnya.

Kinanti mengambil gelas yang disodorkan Anggun dan mencoba tersenyum kembali. "Terima kasih," jawabnya meskipun suaranya terdengar begitu lemah. 

 Kinanti berjanji untuk menjaga rahasia ini. Bagaimana mungkin dia bisa memberitahu Anggun bahwa mereka berbagi ayah yang sama? Bahwa ayah yang dicintai Anggun adalah juga ayah yang dirindukan Kinanti? Itu adalah rahasia yang terlalu besar dan terlalu menyakitkan untuk diungkapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun