"Amir aku mau ngomong sama kamu. Aku tidak rela kalau aku kalah sama si Tejo. Aku sudah keluar uang banyak buat serangan fajar agar aku menang. Sementara si Tejo, anak kemarin sore itu, menang tanpa bermodal apa-apa kecuali pinter ngomong. Mana pertanggungjawaban kamu," omel Pak Paimin tanpa tedeng aling-aling.
Aku yang sejak tadi diam seribu bahasa jadi ikutan ndelik ke arah Amir.
"Maksud Pak Paimin ini apa ya?" tanyaku menuntut penjelasan.
"Aku nyuruh dia untuk membagikan uang sehari sebelum Pilkades. Dia menjamin jika warga desa pasti akan nyoblos aku. Nyatane zonk. Aku kalah telak sama si Tejo." Pak Paimin melotot ke arah Amir.
"Terus video viral itu punya siapa?" Mbak Genuk bertanya seraya menunjukkan handphonenya.
Aku melihat wajah Pak Paimin bertambah merah. Mungkin dia marah bercampur malu karena perbuatannya menyebar di medsos.
"Amir!" Pak Paimin mengepalkan tangannya dan ingin menyerang Amir.
"Sabar, Pak. Tidak boleh main hakim sendiri." Aku menghalangi Pak Paimin yang akan menyerang Amir,"nanti ada yang menyebarkan lagi tindakan Bapak ini."
Pak Paimin berhenti sambil giginya bergemeletuk karena menahan geram. Wajahnya merah karena naik pitam apalagi setelah menonton tayangan itu. Kemudian Pak Paimin mengajak anak buahnya untuk pergi meskipun masih tersirat amarah di raut mukanya.
Aku memandangi Amir yang masih ketakutan di meja depan.
"Sebenarnya apa yang kamu lakukan, Mir? Pak Paimin sangat marah padamu ," tanyaku seraya memandang tajam Amir.