Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cerpen "Mbatin"

16 Februari 2024   12:45 Diperbarui: 17 Februari 2024   20:55 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maksudmu?" tanya Prasetyo sambil menatap tajam isterinya.

"Tadi siang ibu menelepon, dia bilang kalau transferan sebanyak seratus juta sudah diterima dan katanya terima kasih karena kamu sudah membangunkan rumah buat mereka." Retno berkata dengan suara yang pelan.

"Oh ... jadi kamu sudah berani menjawab teleponku? Tidak sopan!" ujar Prasetyo marah.

"Aku cuma heran, untuk isteri dan anakmu sendiri kamu sangat berhitung, harus hematlah, harus prihatinlah. Namun, untuk ibu dan adik-adikmu kamu begitu royal sampai membangun dan merenovasi buat mereka. Kamu lihat sendiri, rumah kita kecil, dan butuh renovasi juga," ujar Retno mulai hilang kesabaran.

Malam itu perang hebat terjadi. Prasetyo marah dan memberikan dua pilihan, tetap menjadi isterinya tetapi tidak boleh protes apa pun, menerima apa yang diberikannya atau mengakhiri pernikahan serta anak-anak akan dibawa Pras.
Retno merasa itu bukan pilihan melainkan tuntutan Pras karena dua-duanya tak berpihak kepadanya. 

Dan lagi-lagi Retno yang mengalah. Dia tak sanggup berpisah dengan anak-anak. Biarlah dirinya hancur asalkan anak-anak bisa mendapatkan kasih sayang utuh. Retno tak mau jika anak-anak mereka menjadi korban pertengkaran orang tua. Retno memilih untuk diam dan menuruti Pras meski dia harus berkorban.

Sejak itu setiap malam Retno selalu dihujani air mata di setiap sujud malamnya. Dia harus bertahan di tengah kehancuran hatinya. Dia tak ingin anak-anak mengetahui jika ibu mereka sedang tidak baik-baik saja. 

Retno harus tabah dan sabar meski baginya hidup berumah tangga dengan Pras bagai hidup di atas  bara api. Apalagi tekanan dari ibu dan adik-adiknya semakin keras kepadanya dan Pras tak pernah membelanya.

Hingga suatu hari, seorang laki-laki berpakaian seragam dinas kantor Prasetyo datang ke rumah. Laki-laki itu memberitahukan telah terjadi kecelakaan mobil dinas yang membawa rombongan beberapa direksi yang akan meninjau projek di Jawa Tengah. Mobil itu terjun ke jurang dan semua penumpangnya dinyatakan tewas. Salah satu korban adalah Prasetyo, suami Retno.
Tubuh Retno terasa limbung. Kepalanya berputar-putar dan pa dangan  gelap lalu dia tak ingat apa-apa lagi.

Entah apa yang dirasakan oleh Retno saat dirinya tersadar sedang berbaring di ranjang kamarnya. Dia melihat beberapa tetangganya sedang memberikan minyak angin agar dirinya siuman. Di samping Retno, kedua anaknya sedang menangis. Apakah dia harus bahagia karena terlepas dari belenggu Prasetyo atau harus sedih karena kehilangan suaminya?

Sejak Prasetyo meninggal, ibu dan kedua adiknya mengambil harta yang dibelikan Prasetyo untuk mereka. Yang tersisa hanya rumah yang Retno tinggali dan sedikit uang pensiun dan kematian dari para pelayat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun