Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Titisan

9 Februari 2024   23:45 Diperbarui: 9 Februari 2024   23:47 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inilustrasi:dok.pri by Canva

Jangan..., jangan bawa dia pergi!" Aku berteriak dengan sangat kencang. Aku melihat dirimu dipanggul sosok bayangan hitam yang melesat di antara rerimbunan pohon akasia.

Teriakanmu menggema di seantero belantara kemudian tubuhmu lenyap ditelan kegelapan.Aku terhenyak. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dengan dirimu. Perubahanmu yang terjadi sangat drastis.Selintas aku melihat dirimu menjadi sosok yang sangat cantik dan anggun sebelum menghilang dalam kegelapan.
"Raina! Di mana kamu!" Aku berteriak. Pelan-pelan aku melangkah ke arah Raina menghilang.
***
Bulu kuduk Bimo berdiri saat mencium harum melati yang sangat menyengat. Konon aroma ini pertanda hadirnya makhluk astral yang tak kasat mata. Beberapa orang tampak terlihat mengelilingi altar yang di atasnya terbaring seorang gadis belia dan seseorang sedang membacakan mantra-mantra yang tak ku pahami maknanya.
Bimo mengintip dari balik pohon Caringin yang tinggi. Bimo mengenali sosok gadis yang terbaring di atas altar dan dikelilingi oleh beberapa orang, laki-laki, dan perempuan. Gadis itu Raina, sahabatnya. Hanya wajah Raina berubah tidak seperti biasanya. Dia tampak sangat cantik.

"Duhai, Gusti Ratu Kalinyamat. Berilah keberkahan kepada kami lewat gadis ini. Kami yakin darahmu menitis pada keturunanmu ini," ujar perempuan tua berpakaian tradisional Jawa, bersanggul.

Baca juga: Titian Kasih

Kemudian suara puji-pujian terdengar dari mulut orang-orang itu. Tak jelas, Bimo tak paham apa bahasa yang digunakan oleh mereka.Seperti mantra-mantra oleh kaum Voodo yang pernah ditontonnya di film buatan Holywood.

 "Lepaskan aku! Jangan ikat aku seperti ini!" teriak Raina meronta keras. Tangannya terikat ke belakang. Kakinya pun diikat sehingga dia tak dapat bergerak.

"Tenang! Kami tidak akan melukaimu. Kami hanya meminta berkah darimu agar niat dan keinginan kami tercapai." Suara seorang laki-laki berpakaian safari berkata tegas. Dari tampangnya, dia terlihat seperti seorang pejabat.

"Diam, genduk cantik. Kami mendapat wangsit jika kamu adalah titisan Ratu Kalinyamat. Kami hanya meminta potongan rambutmu untuk dijadikan ajimat." Perempuan yang mungkin berperan sebagai dukun itu mendekati Raina seraya membawa gunting.

Rupanya perempuan itu berencana memotong rambut Raina yang panjang terurai.Rambut Raina memang sangat indah. Sudah beberapa kali dia mengikuti kontes rambut indah, dan selalu menjadi juara. Bau harum melati bercampur kemenyan memenuhi tempat pemujaan itu. Bimo terus mengamati sepak terjang orang-orang itu.

Sebelum memotong rambut Raina, dukun perempuan itu menyuruh para tamunya untuk maju ke dekat sesajen yang terletak di depan altar. Kemudian dukun itu memandikan mereka dengan air yang di dalamnya sudah diberikan kembang tujuh rupa sambil terus berkomat-kamit...

"Silakan, ucapkan keinginan kalian!" perintah dukun itu. Matanya tampak terpejam dan terus membacakan mantra-mantra dan sesekali menaburkan bubuk kemenyam di dalam dupa.

"Aku ingin agar aku terpilih lagi jadi caleg, Mbah," ujar seorang laki-laki berpakaian safari coklat. Wajah itu tampak fampak sangat familiar  dan sering kulihat muncul di televisi.

"Aku ingin suamiku terpikat terus kepadaku, Mbah," kata perempuan separuh baya bergaun hijau dan menggunakan perhiasan yang tak wajar..

"Aku ingin memperoleh jabatan direktur utama di kantorku, Mbah."Laki-laki berjas hitam tak mau kalah mengungkapkan keinginannya.

Dengan seksama Bimo melihat ritual itu sambil terus berpikir cara menolong Raina."Heran di zaman serba canggih ini masih banyak orang pinter keblinger,. Percaya pada ritual di luar nalar demi menjadi seorang pejabat atau tujuan-tujuan lain," pikir Bimo.

"Apakah mahar kalian sepadan dengan keinginan kalian?" tanya dukun itu. Para tamu memperlihatkan koper-koper yang dibawa yang berisi tumpukan  uang.

Pelan-pelan dukun tua itu kembali  membacakan mantra sambil mendekati Raina. Gadis itu mulai lemas dan tidak berontak lagi. Mungkin Raina sengaja dihipnotis agar menuruti semua keinginan mereka. Ilmu hipnosis yang sejatinya dapat digunakan untuk menolong orang, kini dipakai untuk berbuat kejahatan.

Lagi pula dari mana mereka memastikan kalau Raina itu keturunan Ratu Kalinyamat. Apa hubungannya Ratu Kalinyamat itu dengan nasib seseorang. Mungkin Ratu Kalinyamat yang merupakan wanita tangguh, pejuang perempuan dari Jepara ini memang cantik dan memiliki keberanian melawan ketidakadilan. Tak ada hubungannya sedikit pun dengan tujuan mereka untuk meraih jabatan, disayangi suami,  jimat penglaris dan jimat pengasih.

Hal-hal klenik seharusnya tak digunakan untuk meraih jabatan dengan cara diluar akal manusia. Harusnya mereka melakukan dengan cara yang benar, seperti berprestasi, jujur, dan memperjuangkan kepentingan orang lain. Bukan memperkaya diri sendiri dan mengeruk kekayaan dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Semua tak ada hubungannya dengan nalar dan logika manusia.

Bimo tak tahu harus berbuat apa untuk menolong Raina. Dari segi jumlah, dirinya pasti kalah jika bertarung dengan mereka. Apalagi ada para centeng, berkumis tebal dan bersenjata golok terlihat di sekeliling tempat pemujaan

"Kalian harus bersemadi di depan altar sambil menutup mata," ucap dukun itu. Para tamu itu duduk bersila seraya menutup mata mereka sedangkan Sang dukun pergi bersama para centeng sambil membawa koper-koper berisi uang dengan diam- diam.

Bimo merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan dukun dan para centengnya. Sementara senja mulai merayap dan kabut menutupi tempat persembahan. Bimo khawatir jika saat malam hari banyak binatang liar yang akan mendekati tempat itu. Dia harus segera menolong Raina sekaligus para klien dukun itu. Dukun itu dan para centengnya membawa seluruh koper berisi uang mahar sementara Raina dan para kliennya itu ditinggal. Dia harus melakukan sesuatu.

 Pelan-pelan  Bimo mengikuti rombongan dukun itu. Namun, baru selangkah seseorang sudah memukulnya dari belakang. Para centeng itu memergoki keberadaannya. Tubuh Bimo limbung. Dadanya dipukul sangat keras dan terasa sakit. Darah kental keluar dari bibirnya yang ditinju oleh orang-orang itu.

Tiba-tiba seorang wanita perkasa menolongnya. Dia menghajar para centeng itu dengan tenaga yang sangat besar. Mereka terpental jauh. Selintas Bimo mengenali sosok wanita itu,Raina. Jadi benar Raina adalah titisan Ratu Kalinyamat yang bernama asli Retna Kencana, seorang pejuang dan ahli strategis dari Jepara.

Kemudian Raina menghadapi beberapa orang centeng yang mengawal Sang dukun. Semuanya mampu dikalahkan oleh Sang Ratu Kalinyamat. Semua centeng termasuk dukun perempuan itu mampu dikalahkan oleh Raina. 

Bimo segera mengambil koper-koper berisi uang dan mengamankannya. Setelah itu dia mendekati Raina yang pingsan setelah mengalahkan para penipu itu. Sekali lagi semua di luar nalar manusia. Raina menjadi begitu hebat bertarung melawan para penjahat itu.  Setelah itu Raina tak sadarkan diri. Benarkah gadis itu titisan Ratu Kalinyamat?

***

"Nah ... anak-anak, cerita yang ibu bacakan adalah salah satu contoh cerita fantasi yang akan kita bahas pada pagi hari ini," ujar BuTias mengakhiri ceritanya. Anak-anak bertepuk tangan saat Bu Tias selesai membaca cerita itu dengan gaya yang menarik.

Cibadak, 9 Februari 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun