Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepenggal Kisah Wanondya 3: Perempuan di Ujung Malam

14 November 2022   19:45 Diperbarui: 14 November 2022   19:49 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.pexels.com/

"Ini, Jum. Kamu kok sudah balik. Nanti bos-mu mencak-mencak lagi," ujar Mas Pardi, tukang baso itu, seraya menyodorkan segelas teh yang masih mengepul.

Diam-diam aku mengamati perempuan itu. Usianya sekitar 35 tahunan, putih, cantik. Wajahnya bermake up tipis dan bibirnya bergincu warna merah muda.

"Aku sudah cape, Mas Pardi. Aku sudah tidak kuat lagi denger nyinyiran tetanggaku. Mereka bilang, aku lonte, tak punya harga diri, kerjanya godain laki orang, Mereka tidak tahu kalau aku cuma kasir di klub malam itu," keluh perempuan yang dipanggil Jum itu.

Aku kembali mencuri pandang ke arah perempuan itu. Tampak guratan kesedihan di wajahnya.

"Mbok ya kamu resign dari pekerjaan itu, Jum. Mau tidak mau tempat itu punya kesan tidak baik, tempat orang dugem, dan tempat para hidung belang mencari hiburan sesaat," nasihat Mas Pardi.

Rupanya Jum itu bekerja di klub malam. Aku mulai berpikir selain kasir mungkin ada layanan plus-plus dari dia sehingga tetangga-tetangganya nyinyir. Siapa yang tak jengah bila ada perempuan di lingkungan mereka bekerja di tempat 'gituan'. Pasti perempuan-perempuan itu ketakutan jika para suami mereka melirik kepada si Jum ini.

"Terus aku mesti nyambut gawe opo, to, Mas. Ijazahku SMP. Aku yo tidak punya keterampilan. Sinten sing arep biayai anak-anakku." Jum berbicara sambil mngembuskan asap rokok ke udara. Seolah ia ingin membuang lara yang sedang menyesakkan di dada.

"Kamu nyambut gawe yang lain misalnya kerja pabrik, jadi asisten rumah tangga. Itu lebih terhormat dari pada kerja di night club. Kasihan Ara dan Ari. Mereka sudah bertambah besar. Pasti mereka akan mendengar para tetanggamu yang mengejek dan menghinamu," nasihat Mas Pardi sambil menatap Jum.

"Seandainya suamiku masih ada, mungkin aku tidak akan menderita seperti ini yo, Mas," keluh Jum sambil menundukkan kepalanya.

"Ya sudahlah. Ikhlaskan suamimu. Dia sudah tenang di alam sana." Kembali Mas Pardi menasihatinya.

Aku malu telah memiliki prasangka buruk kepada Jum. Tetap menjadi ibu rumah tangga merupakan pilihan bagi setiap perempuan dewasa yang sudah menikah. Namun, tidak semua perempuan memiliki pilihan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun