Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cernak: Sepatu Merah Anandia

26 Oktober 2022   19:31 Diperbarui: 26 Oktober 2022   23:07 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antologi Cernak. Sumber: Dokumen Pribadi

"Ibuku tidak mempunyai uang. Buat beli beras saja harus menunggu Bapak pulang dari Jakarta," jelas Reni sedih.

Aku tercekat. Aku malu pada diriku sendiri. Aku memiliki sepatu tujuh pasang dan kini ngotot agar Bunda membelikanku sepatu warna merah yang aku incar kemarin. Namun, Reni hanya memiliki sepasang sepatu dan itu pun sudah sobek di bagian depannya.

"Ayo, kita masuk dulu ke kelas. Nanti, kamu pulang bareng aku, ya. Di rumah ada sepatu yang dapat kamu pakai," ajakku seraya menggamit bahu Reni.

"Sungguh, Nandia? Terima kasih sebelumnya," teriak Reni sambil memelukku.

Kami masuk kelas dengan senyum bahagia. Aku terharu melihat senyum Reni.

Sesuatu menyelinap dalam hatiku. Rasa penyesalan muncul karena sikapku keras kepala selama ini. Aku merasa Bunda tidak sayang kepadaku gegara keinginanku tidak dituruti. Sementara Reni, sahabatku sendiri mengalami kesulitan hidup.

Sepulang sekolah aku mengajak Reni ke rumah. Saat tiba di rumah, Bunda sudah pulang dari kantor.

"Assalamualaikum, Bunda," sapaku sambil tersenyum. Reni juga memberikan salam dan mencium tangan Bunda sambil tersenyum.

"Waalaikummussalam. Anak Bunda sudah tidak ngambek lagi, nih?" tanya Bunda seraya mencubit pipiku.

"Maafkan, Nandia ya, Bun. Pasti Bunda kesal menghadapi sikapku. Aku janji tidak akan merajuk lagi," ucapku sambil memeluk Bunda. Tanpa terasa air mataku menetes perlahan saat Bunda memelukku. Kasih sayang Bunda selama ini sangat besar untuk kami anak-anaknya.

"O ya, Bunda, aku minta izin. Aku ingin memberikan salah satu sepatuku untuk Reni. Kasihan Reni, sepatunya sudah rusak." Aku memandang Bunda penuh harap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun