Anya duduk sambil memandang sekeliling restoran. Dia mencoba mencari seseorang yang katanya akan dijodohkan oleh orang tuanya. Namun, dia belum melihat tanda-tanda lelaki yang akan dijodohkan dengannya.
"Ma, Anya pulang, ya? Anya tidak mau dijodohkan. Pokoknya Anya tidak suka," rajuk Anya.
"Sudah diam! Kamu harus menuruti apa kata Mama. Semuanya demi kebaikanmu juga," tukas Mama sambil menggandeng tangan Anya dan mencari tempat duduk yang sudah dipesan Mama.
"Tapi ... Ma, aku tidak mau!" teriak Anya sambil menarik tangannya.
Siapa yang tidak bete. Masa di zaman modern ini orang tua masih mau main menjodohkan anaknya. Mana Anya sudah memiliki seseorang yang sudah dua bulan ini dekat dengannya. Pemilik bola mata bulat dan sangat manis yang sudah bersemayam di hatinya itu.
"Pokoknya kalau kamu tidak mau dijodohkan, Mama akan ambil semua fasilitasmu," ancam Mama. Kebiasaan Mama yang selalu tidak menguntungkanku. Kemudian Mama menyuruhku duduk di bangku yang sudah disiapkan.
Setengah jam berlalu, tetapi belum ada tanda-tanda kedatangan teman Mama dan keluarganya. Anya sudah mulai gelisah. Anya tidak suka dengan kondisi seperti ini. Sejak Papa meninggal, Mama selalu memaksakan kehendak kepada anak-anaknya.
Enam tahun lalu, Mama menjodohkan Kak Astri dengan kolega usahanya. Saat Kak Astri menolak perjodohan itu dan memilih Mas Dimas sebagai calon suaminya. Mama marah besar dan menyuruh kakaknya itu pergi. Kak Astri terpaksa menikah tanpa kehadiran Mama. Hanya Om Bagas yang datang karena harus menjadi wali nikah Kak Astri. Anya pun harus datang sembunyi-sembunyi karena Mama melarangnya datang ke pernikahan kak Astri. Mama baru menerima pernikahan mereka saat Kak Astri memberinya seorang cucu yang lucu. Kehidupan keluarga Kak Astri pun tampak bahagia dan sejahtera.
Sekarang Mama melakukan hal yang sama kepada Anya. Kali ini Anya tidak mau melukai hati Mama. Dia menuruti keinginan Mama untuk bertemu dengan teman Mama. Konon teman Mama memiliki anak lelaki seusia dengammya yang baru lulus dari ITB. Kini calon jodohnya itu sedang magang di perusahaan besar di Jakarta. Anya hanya ingin menjadi anak yang berbakti pada Mama. Surga ada di telapak kaki Ibu, pepatah itu yang selalu Anya ingat.
Anya harus merelakan perasaan yang sedang tumbuh di hatinya. Seorang lelaki sederhana dan saleh mengisi satu sisi hatinya. Lelaki itulah yang diharapkan dapat menjadi imamnya kelak. Lelaki itu bernama Hafiz. Mereka sering bertemu di pengajian remaja di masjid Baiturrahman. Suaranya yang menggetarkan kalbu saat membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Tutur katanya yang lemah lembut saat memberikan tausiyah, memberikan motivasi kepada Anya untuk menjadi wanita saleha, seperti Fatimah Az Zahra yang pernah diceritakan Kak Hafiz.