Perasaan Anya rupanya berbalas. Beberapa kali Kak Hafiz menyampaikan salam lewat Aisyah, sahabat Anya. Dua minggu lalu Aisyah mengatakan jika Kak Hafiz akan datang ke rumah Anya untuk taaruf. Namun, sampai saat ini Kak Hafiz belum datang ke rumah Anya.
"Anya! Tunggu, aku mau berbicara hal yang sangat penting," ujar Aisyah menghalangi langkah Anya saat kami akan menuju perpustakaan kemarin.
"Ada apa, Ais? Serius amat," kata Anya sambil menghentikan langkah.
"Kemarin Kak Hafiz memberitahukan sesuatu kepadaku. Dia ingin meminta maaf kepadamu. Tadinya Kak Hafiz berencana datang ke rumahmu, tetapi dibatalkan. Ibunya akan menjodohkan dengan seorang gadis, putri sahabat ibunya." Aisyah berbicara pelan-pelan sambil memandang wajah Anya.
Deg ... clep, seolah ada belati yang menusuk jantung Anya. Rasa kecewa menyelinap di hatinya. Mungkin memang Kak Hafiz belum berjodoh dengannya, hibur Anya dalam hati. Anya menyembunyikan rasa kecewa dengan seulas senyum buat Aisyah. Aisyah tampak lega saat melihat Anya tidak terlihat sedih.
Kesedihan dan kekecewaan itu Anya pendam dalam-dalam. Kemudian Mama memberikan ultimatum akan menjodohkan Anya dengan lelaki pilihan Mama. Anya harus ikhlas melupakan perasaan itu. Biarlah Anya berkorban untuk kebahagiaan Mama. Semoga Allah meridhoi apa yang Anya lakukan demi baktinya kepada Mama.
"Nah itu, dia! Mereka datang, Anya," seru Mama sambil menunjuk ke arah pintu. Seorang ibu berbusana muslim dan seorang lelaki berbaju koko hijau sedang berjalan ke arah mereka. Di belakangnya ada seorang pemuda dengan memakai T-Shirt dan celana jeans. Anya menatap laki-laki yang baru datang itu. Â
"Kamu ...," ujar Anya dan laki-laki itu bersamaan. Mereka berdua saling menunjuk.
"Kalian sudah saling mengenal?" tanya Mama heran. Anya hanya mengangguk.
"Anya kenalkan ini Ibu Fatima, sahabat Mama saat SMA dan ini Pak Dahlan. Dan ini Hafiz, anak mereka.
"Assalamualaikum, Om, Tante," sapa Anya penuh santun. Mama tersenyum ke arah Anya.