Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novela: Bagian 1 Anak Semata Wayang

28 Mei 2022   17:23 Diperbarui: 28 Mei 2022   17:40 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wanita sibuk, Sumber:Hellosehat.com

Bab 1  Anak Semata Wayang

Hujan sudah reda beberapa menit yang lalu. Mentari yang berpayung jingga menyelimuti langit senja. Angin berhembus lembut, menyibakan sisa-sisa hujan di pepucuk dedaunan. Senja yang tadi temaram, mulai tampak sumringah berhias lembayung.

Di salah satu kantor perusahaan swasta seorang gadis duduk dengan lemas. Wajahnya tampak layu karena terlalu lelah. Usianya baru menginjak dua puluh empat tahun. Gadis cantik itu baru setahun menyelesaikan kuliah di Harvard Bussines School. Namanya Karina. Gadis cantik rupawan itu menjabat sebagai direktur utama di perusahaan PT Indah Karya milik ayahnya. Baru delapan bulan dia diberi tanggung jawab sebagai direktur utama di perusahaan itu

Karina memang anak semata wayang. Bundanya tidak bisa memberikan adik untuknya karena terkena miom saat dirinya berusia tiga tahun. Bunda harus dioperasi dan diangkat rahimnya agar tumor tidak menyebar ke seluruh tubuhnya. Otomatis Bunda tidak bisa hamil lagi.

Karina masih ingat setiap bulan di hari- hari tertentu, Bundanya selalu berteriak- teriak kesakitan di bagian perutnya. Setelah remaja Karina baru paham jika saat itu Bunda sedang haid dan selalu merasa kesakitan yang tak kepalang. Perutnya serasa diperas-peras. Itu kata Bunda kepada Yayah saat itu.

Setelah dewasa Karina mencari tahu apa penyakit Bunda yang sesungguhnya. Ternyata Bunda terkena penyakit mioma uterus sejenis penyakit tumor yang tidak diketahui penyebab pastinya. Bisa jadi penyakit itu muncul karena faktor genetik yaitu ada riwayat serupa yang diderita oleh seseorang di keluarga, haid yang terlalu muda, dan gaya hidup. Karina harus berjaga- jaga karena ternyata faktor genetik inilah penyebab utama penyakit mioma uterus ini. Karina harus menjaga pola makan dan gaya hidup sehat agar tak memiliki nasib yang sama dengan Bunda.

Karina berdecak kesal lalu menatapi hari yang seakan lama berlalu. Gadis berambut panjang sebahu itu duduk seraya menatap tumpukan berkas yang harus dia selesaikan hari ini. Pastinya dia akan menghabiskan malam ini bersama tumpukan berkas- berkas ini.  Padahal hari ini akhir pekan saat orang menikmati akhir pekan.

Ia sungguh lelah hari ini. Tanggung jawab yang diberikan ayahnya itu cukup besar dibandingkan usianya yang masih muda. Karina harus mengelola anak perusahaan milik Yayah, panggilan sayang untuk ayahnya, agar lebih maju. Dia harus bisa menunjukkan kepada kedua orang tuanya bahwa dirinya memiliki kemampuan seperti harapan mereka.

Karina menarik napas panjang. Dia ingin melepaskan beban berat dan rasa suntuk dalam hatinya. Seharusnya saat ini dia bisa berada di sebuah mall atau caf serta menikmati indahnya senja bersama dengan Rangga, kekasihnya. Sudah beberapa minggu ini mereka jarang bertemu. Sesekali Rangga chat Karina melalui WA menyatakan kerinduannya. Karina memang sangat sibuk sehingga intensitas pertemuan dengan calon imamnya itu sangat sedikit.

"Apa kabar Rangga hari ini? Apa yang sedang dia lakukan malam ini, ya?" Pertanyaan -- pertanyaan itu muncul dalam hati Karina.

Dret...dreet...dret tetiba terdengar suara handphone miliknya. Ternyata Rangga menghubunginya dengan video call.

"Halo! Masih di kantor, Nana?" Suara Rangga menyapa Karina dengan lembut. Wajah Rangga terlihat cerah malam ini. Tubuhnya yang atletis berbalut kemeja merah. Dia memang tampan.

"Hai, Kamu bengong memandangku. Rindu, ya?" goda Rangga sambil tersenyum.

"He... anu, Iya, Ngga," jawabku gelagapan sambil tersenyum malu.

"Kalau begitu kita ketemuan, yuk. Sudah lama kita tidak bertemu lo, Say. Aku kangen padamu," ajak Rangga sambil merayu.

"Maaf, Ngga. Tampaknya belum bisa, deh. Aku masih harus memeriksa berkas- berkas malam ini. Banyak berkas yang harus aku pelajari dan aku tanda tangani karena Senin pagi akan dipresentasikan oleh timku," jawab Karina penuh sesal.

"Wah gagal lagi, dong kita ngedate. Padahal aku sudah kangen banget lo, Na. Sudah dua minggu ini kita tidak bertemu. Jangan- jangan kamu memang sengaja menghindariku, ya?" Rangga berkata setengah merajuk.

"Tidak, Rangga. Aku betul- betul sibuk selama ini. Kamu tahu karakter ayahku. Semua pekerjaan harus perfect dan tuntas semuanya. Maafkan aku, ya,' pinta Karina seraya memelas.

"Ya sudahlah. Malam minggu ini aku sendiri lagi, dong. Sudah ya, Na. Aku takut mengganggu Ibu Dirut yang sedang sibuk. Selamat malam, Nana," ujar Rangga seraya mematikan handphonenya. Terdengar ada nada kekecewaan di wajahnya.

"Rangga! Tunggu...jangan matikan." Karina terlambat karena Rangga sudah mematikan handphonenya.

Karina menghubungi balik Rangga, tetapi tidak ada nada sambung. Rangga pasti sangat kecewa dan marah kepadanya. Karina tahu kesibukannya yang membuat dia tidak ada waktu buat dirinya. Sebagai seorang Direktur Utama yang baru, dia membutuhkan banyak waktu untuk mempelajari berkas dan melakukan adaptasi. Dia juga harus rela mengorbankan waktunya untuk melakukan semua itu.

***

Karina terduduk lemas di sofa kantornya. Semangatnya untuk mempelajari berkas- berkas hilang sudah karena kemarahan Rangga. Wajar saja jika Rangga kecewa dan marah kepadanya. Karina tidak menyediakan waktu yang cukup untuknya.

Karina ingat perkenalan pertama dengan Rangga saat masih SMA dulu. Mereka bersekolah di sekolah yang sama meski berbeda tingkat. Rangga mengambil jurusan IPA dan menjadi kakak kelasnya saat itu sekaligus menjadi salah satu panitia masa orientasi. Karina juga mengambil jurusan yang sama yakni IPA.

Saat hari kedua masa ospek, Karina terlambat sehingga dihukum oleh panitia. Mereka menyuruhnya untuk menemui ketua OSIS. Setelah mencari dan bertanya kepada beberapa orang senior, dia dihadapkan pada sosok seorang cowok ganteng, atletis tetapi berwajah galak. Dia berdiri sambil bersandar di dinding ruang OSIS.

"Ada apa kamu mau bertemu denganku?" tanya Rangga dingin. Dia membaca buku laporan yang dipegangnya tanpa melihat ke arah Karina.

"Saya terlambat dan disuruh menemui, Kakak," jawab Karina pelan sambil menundukkan kepalanya.

"Oh...begitu. Apa alasanmu terlambat?" tanya si ketua OSIS itu lagi. Nada suaranya lagi- lagi dingin.

"Tadi macet di jalan, Kak." Karina menjawab pendek. Dalam hatinya dia sangat kesal. Nih ... cowok yang satu ini kok beda sekali dengan kakak- kakak senior yang lain. Sedikit bicara, nadanya dingin dan sangat cuek.

"Kalau macet bisa kan berangkat lebih pagi. Macet itu bukan alasan tapi kondisi. Kamu yang harus menyiasati agar tidak terlambat," Rangga berbicara agak panjang.

"Iya, Kak. Saya janji tidak akan terlambat lagi." Karina berbicara lantang sambil menyilangkan satu tangan di dadanyanya. Rangga tampak tersenyum tipis melihat kelakuannya.

"Man, urus anak ini. Sudah saya interogasi. Berikan hukuman jangan terlalu berat, ya!" Sang Ketua OSIS itu memanggil kakak panitia lain dan berlalu dari hadapan Karina.

"Ikh...tidak sopan amat. Aku ditinggalkan seperti aku tidak ada di hadapannya." gerutu Karina kesal.

Akhirnya Karina mendapat hukuman scout jump dua puluh lima kali dari senior lain.

Setelah ospek berakhir, Karina jarang bertemu dengan Rangga. Sesekali dia melihat Rangga di kantin bersama teman- temannya, tetapi Karina tidak berani menyapa karena enggan. Banyak teman yang sering membicarakan Rangga dan mengaguminya. Ternyata selain tampan, bertubuh atletis, punya jabatan ketua OSIS, Rangga pun cerdas. Dia menjuarai Olimpiade Sains tahun lalu. Pantas banyak siswa perempuan yang mengaguminya bahkan mencoba untuk caper, cari perhatian kepadanya.

Namun, Karina tetap bersikap biasa saja. Dia terlalu cuek untuk urusan cowok. Sebagai anak satu- satunya, Karina ingin menunjukkan keseriusan kepada kedua orang tuanya. Dia ingin menunjukkan bahwa dia mandiri, bertanggung jawab, cerdas meskipun dia adalah anak pengusaha kaya dan semata wayang lagi.

Kedekatan Karina dengan Rangga diawali dengan terpilihnya mereka menjadi tim sains untuk lomba tingkat provinsi. Mereka sering bertemu dan melakukan percobaan- percobaan. Sejak itu mereka menjadi sahabat. Rangga sering menjemputnya untuk bersama- sama ke sekolah. Kebetulan rumahnya searah dengan rumah Karina.

Akhirnya kedekatan itu menghadirkan perasaan lain di hati mereka. Namun, selama itu pula tak pernah tercetus dari mulut Rangga kata- kata yang sering diharapkan oleh para gadis, termasuk Karina. Mereka dekat sebagai sahabat, itu saja sudah cukup bagi mereka.

Setelah ujian Rangga diterima di ITB. Itu artinya mereka berdua berpisah. Namun, kedekatan mereka masih terus berlanjut. Mereka sering berkomunikasi lewat handphone. Begitu juga saat Karina menyelesaikan SMA dan memutuskan untuk mengambil jurusan manajemen bisnis. Saat itu dia diterima di Harvard Amerika. Karena mereka sama- sama sibuk, mereka jarang berkomunikasi

Tok...tok...tok...

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Karina. Dia baru sadar sudah setengah jam dia melamun sementara tak satu pun berkas dia sentuh.

"Masuklah!" teriak Karina kepada si pengetuk pintu.

"Selamat malam, Bu. Ada kiriman bunga untuk ibu," ujar seorang laki- laki yang baru saja masuk ke ruangannya.

"Oh...rupanya kurir. Bunga dari siapa, Pak?" tanya Karina sambil memandang kurir itu. Perasaan dia mengenal suara dan postur tubuhnya.

"Dariku, Nana sayaaaang,' jawab si kurir sambil memberikan bunga besar yang tadi menutupi wajahnya.

"Ah...Rangga! Kamu bikin aku terkejut saja. Aku pikir kamu marah karena kita tidak bisa bertemu." Karina menjerit sambil menerima bunga yang indah dari Rangga.

Malam itu Rangga menemani Karina untuk menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Semua karyawan sudah pulang kecuali beberapa sekuriti dan staf yang harus mengerjakan tugas mereka malam itu juga. Karina senang karena Rangga mau menemaninya. Artinya kerinduannya kepada Rangga terobati dan pekerjaan kantor pun dapat selesai.

Malam itu menghadirkan kebahagiaan bagi Karina. Rembulan yang hadir temaram semakin menambah kebahagiaannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun