"Halo! Masih di kantor, Nana?" Suara Rangga menyapa Karina dengan lembut. Wajah Rangga terlihat cerah malam ini. Tubuhnya yang atletis berbalut kemeja merah. Dia memang tampan.
"Hai, Kamu bengong memandangku. Rindu, ya?" goda Rangga sambil tersenyum.
"He... anu, Iya, Ngga," jawabku gelagapan sambil tersenyum malu.
"Kalau begitu kita ketemuan, yuk. Sudah lama kita tidak bertemu lo, Say. Aku kangen padamu," ajak Rangga sambil merayu.
"Maaf, Ngga. Tampaknya belum bisa, deh. Aku masih harus memeriksa berkas- berkas malam ini. Banyak berkas yang harus aku pelajari dan aku tanda tangani karena Senin pagi akan dipresentasikan oleh timku," jawab Karina penuh sesal.
"Wah gagal lagi, dong kita ngedate. Padahal aku sudah kangen banget lo, Na. Sudah dua minggu ini kita tidak bertemu. Jangan- jangan kamu memang sengaja menghindariku, ya?" Rangga berkata setengah merajuk.
"Tidak, Rangga. Aku betul- betul sibuk selama ini. Kamu tahu karakter ayahku. Semua pekerjaan harus perfect dan tuntas semuanya. Maafkan aku, ya,' pinta Karina seraya memelas.
"Ya sudahlah. Malam minggu ini aku sendiri lagi, dong. Sudah ya, Na. Aku takut mengganggu Ibu Dirut yang sedang sibuk. Selamat malam, Nana," ujar Rangga seraya mematikan handphonenya. Terdengar ada nada kekecewaan di wajahnya.
"Rangga! Tunggu...jangan matikan." Karina terlambat karena Rangga sudah mematikan handphonenya.
Karina menghubungi balik Rangga, tetapi tidak ada nada sambung. Rangga pasti sangat kecewa dan marah kepadanya. Karina tahu kesibukannya yang membuat dia tidak ada waktu buat dirinya. Sebagai seorang Direktur Utama yang baru, dia membutuhkan banyak waktu untuk mempelajari berkas dan melakukan adaptasi. Dia juga harus rela mengorbankan waktunya untuk melakukan semua itu.
***