"Apa yang akan kamu lakukan setelah berhenti kuliah?" tanya bunda lagi.
"Aku akan bekerja, Bunda. Ada temanku yang mengajak aku mengelola kafe milik orang tuanya," ujarku pendek.
Aku melihat bunda menghela napas panjang. Aku tahu jika aku sudah mengecewakannya. Aku merasa inilah keputusan yang tepat untukku.
"Baiklah jika itu keputusanmu. Silakan kamu berhenti kuliah dan buktkan kepada bunda kamu bisa meraih kesuksesan tanpa memiliki gelar sarjana," ujar ibu pelan," Dan jangan pulang jika kamu belum sukses."
Kata-kata ibu terakhir membuat detak jantungku seolah berhenti. Kata-kata itu juga yang melecutku untuk bisa membuktikan kepadanya jika aku bisa meraih kesuksesan tanpa harus menjadi sarjana.
Keesokan harinya aku pulang ke Bandung dengan membawa satu keputusan. Aku berniat untuk mengambil cuti kuliah dulu selama satu tahun. Aku akan mengumpulkan uang untuk biaya kuliahku sendiri. Keputusan itu aku buat agar bunda tidak terlalu kecewa padauk.
Ibu tampaknya masih kecewa. Dia tidak mengantarkan aku ke depan pintu seperti biasanya. Ibu malah mengurung diri di kamar. Hanya adikku Via yang menyiapkan aku sarapan dan mengantarkan aku sampai ke pintu.
Sejak itu, aku bekerja di kaf Aldi temanku. Aku merasakan sulitnya mengelola kaf yang masih baru apalagi aku tidak tahu menahu tentang cara mengelola kafe. Diam-diam aku mengakui kebenaran ucapan bunda jika ilmu itu diperlukan bagi seseorang,
Selama satu tahun aku dan Aldi bekerja sama untuk memajukan kafe itu. Berbagai event diadakan agar pengunjung mau datang ke kafe ini. Sedikit demi sedikit orang mengenal kafe kami meskipun pengunjungnya masih belum terlalu ramai.
Satu tahun berlalu. Aku masih fokus pada pengembangan kafe itu sehingga tidak terpikirkan untuk kuliah. Selama satu tahun itu pula aku tidak pulang ke sukabumi. Kalau pun aku merindukan ibu dan adikku, aku hanya menelepon Via adikku. Aku masih belum memiliki keberanian untuk telepon ibu karena aku masih belum sukses.
Dert...dert..dert..hp ku berbunyi keras tanda ada panggilan masuk. Aku melihat siapa yang meneleponku. Rupanya Via sudah dua kali menelepon hanya tidak terdengar olehku. Mungkin aku asyik melamun.