Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Senang menulis, pembelajar, senang berbagi ilmu

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Inklusi dan Permasalahan di Lapangan

3 Januari 2021   14:44 Diperbarui: 3 Januari 2021   14:59 1530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan Inklusi adalah  sebuah sistem layanan pendidikan yang mengatur agar para peserta didik difabel dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Peserta didik ini tidak harus dikhususkan kelasnya Mereka dapat belajar bersama dengan siswa yang normal dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali.

Pendidikan inklusi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal ayat (1) yang menegaskan "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Undang-undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan inklusi di tengah masyarakat.

Beberapa waktu yang lalu pemerintah  Indonesia telah mengundangkan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas. PP No. 13 Tahun 2020 adalah salah satu peraturan turunan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

Jika dibandingkan, aturan sebelumnya yang mengatur mengenai penyelenggaraan Pendidikan inklusif yakni Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 70 Tahun 2009, PP No. 13 Tahun 2020 memiliki pengaturan yang lebih baik perihal penyelenggaraan Pendidikan inklusi.

Dalam PP Nomor 13 tahun 2020 tersebut diatur penyelenggaraan pendidikan inklusi yang lebih serius lagi, misalnya kebijakan penyiapan guru yang lebih serius.  

Pasal 5 PP nomor 13 tahun 2020 tersebut menyatakan bahwa salah satu pemberian fasilitas akomodasi yang layak oleh pemerintah adalah penyiapan dan penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah-sekolah inklusi. 

Ada tiga cara yang dilakukan pemerintah dalam menyiapkan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yakni: pertama, pemberian mata kuliah pendidikan inklusif dalam program pendidikan keguruan di universitas-universitas yang menyelenggarakan program pendidikan keguruan, kedua penyediaan guru pendidikan khusus pada lembaga penyelenggara pendidikan yang menerima peserta didik difabel. Ketiga, penyelenggaraan pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan.

Peraturan baru tersebut menjadi angin segar yang menyejukkan bagi para orang tua yang memiliki anak disabiltas. Bentuk penolakan-penolakan dari lembaga pendidikan kepada anak-anak disabilitas tidak akan terulang lagi. Kebutuhan pendidikan bagi anak disabiltas yang memiliki kemampuan bersekolah regular tidak lagi mengalami diskriminasi.

  • Mengapa anak-anak berkebutuhan khusus (penyandang disabilitas ini) membutuhkan sekolah regular dan bukan SLB? Manfaat dari sekolah inklusi bagi para abk adalah
  • mampu mengembangkan kompetensi sosial para peserta didik abk,
  • menumbuhkan kepercayaan diri mereka,
  • mengembangkan diri, terlepas dari keterbatasannya
  • memberikan kesempatan untuk belajar
  • menjalin persahabatan bersama teman sebaya.
  • Mengembangkan rasa yanggung jawab yang tinggi bagi para peserta didik abk.

Apakah fakta yang terjadi di lapangan? Bila kita amati sekarang ini, jarang sekali lembaga pendidikan yang betul-betul memiliki sarana dan prasarana yang mendukung kaum disabilitas. Begitu pula tenaga kependidikan yang tersedia tidak memadai. 

Secara teori, pemerintah sudah menunjuk beberapa sekolah negeri dan sekolah swasta untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi. Tenaga kependidikan pun sudah banyak yang mengikuti pelatihan . Pada umumnya tenaga pendidik yang ditunjuk untuk mengikuti pelatihan adalah guru BK/ BP yang dianggap memiliki kemampuan memberikan bimbingan peserta didik disabiltas. 

Upaya itu belum diimplementasikan di lembaga pendidikan tersebut. Peserta didik disabilitas masih ditolak dengan alasan tidak ada tenaga ahli yang menangani para peserta didik disabilitas.. Kalau pun mereka diterima, mereka tidak dilayani secara optimal. Akhirnya para abk tersebut berkembangapa adanya tanpa adanya upaya optimal. Mereka hanya menjadi kaum minoritas yang berkembang seadanya tanpa upaya yang maksimal dari lembaga pendidikan.

Beberapa fakta dan permasalahan yang timbul dalam implementasi pendidikan inklusi di Indonesia antara lain:

  • Tidak adanya kriteria yang menentukan kaum disabilitas yang dapat bersekolah di sekolah regular dan para disabilitas yang hanya mampu bersekolah di SLB.  Hal ini dibutuhkan karena tidak semua sekolah inklusi yang ditunjuk pemerintah memiliki tenaga ahli. Berbeda dengan sekolah-sekolah yang sudah memiliki tenaga ahli di sekolah mereka atau bekerja sama dengan Lembaga terkait untuk mengelola pelaksanaan pendidikan inklusi dengan baik.
  • Mahalnya sekolah inklusi yang diselenggarakan oleh sekolah swasta yang sudah memiliki tenaga ahli atau bekerja sama dengan pihak ketiga dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi tersebut..
  • Penolakan-penolakan yang sering terjadi di sekolah-sekolah dengan alasan ketidaksiapan mereka baik sarana prasarana maupun sumber daya manusianya.
  • Pemahaman tentang pendidikan inklusi belum menyeluruh kepada semua elemen sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Hal ini tampak dengan perbedaan pelayanan, penanganan dan bimbingan dari para tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah. Perlakuan diskriminasi masih sering dirasakan ABK.
  • Sistem kurikulum kaku dan tidak memahami perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik  disabilitas dan peserta didik reguler. Penentuan kriteria ketuntasan minimal disamakan dengan peserta didik yang regular sehingga kerap para peserta didik mengalami kesulitan mencapai kkm tersebut.
  • Sumber daya manusia belum memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas. Beberapa sekolah ada yang sudah menerima peserta didik abk namun pengetahuan mereka tidak cukup untuk memberikan layanan dan bimbingan kepada para abk. Hal yang terjadi adalah penanganan yang asal-asalan kepada mereka.
  • Anggaran dana yang tidak memadai. Hal ini berimbas pada kurangnya sarana dan prasarana pendukung bagi proses pembelajaran abk.
  • Kurang dukungan dari komite sekolah. Tidak sedikit para orang tua yang menolak kehadiran para abk di sekolah.
  • Permasalahan-permasalahan di atas kerap menimbulkan perlakuan diskriminasi dari berbagai pihak kepada para abk. Para abk kurang berkembang maksimal karena mendapat perlakuan diskriminatis tersebut. Para abk tetap menjadi kaum minoritas yang mendapat perlakuan tidak adil.
  • Dengan adanya PP nomor 13 tahun 2020 di atas perlu mendapat apresiasi karena memberikan harapan perbaikan pendidikan inklusi di Indonesia. Dengan demikian peserta didik abk dapat mengembangkan kemampuannya secara maksimal di sekolah regular Bersama teman-teman lainnya.

Semoga Pendidikan inklusi di sekolah-sekolah inklusi bukan hanya menjadi sebuah mimpi dan harapan dari para orang tua abk. Satu hal yang harus diyakini bahwa Tuhan tidak hanya menciptakan manusia dengan kekurangan yang dimiliki namun juga Tuhan memberikan kel

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun