Subjek penelitian ini siswa kelas 8 di Rusia dan Indonesia.
Metode Pengambilan Sampel dan Populasi
Secara keseluruhan ada 80 anak berpartisipasi dalam penelitian ini. dari jumlah tersebut, 40 orang adalah siswa Rusia dari sekolah menengah No. 125, Yekaterinburg, Sverdlovsk Region, dan 40 orang lainnya adalah siswa Indonesia dari sekolah menengah SMPN 19, Jakarta.
Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian lintas budaya ini mengambil dua kelompok remaja. Satu kelompok tinggal dan belajar di Indonesia, dan kelompok kedua adalah pelajar remaja di Rusia. Dalam penelitian ini, tiga alat digunakan untuk mengukur informasi secara andal yaitu;
- Test of Everyday Reasoning yang dikembangkan oleh Facione dan Facione, California, untuk mengukur tingkat berpikir kritis. Alat tes di terjemahkan dari bahasa inggris ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Rusia.
- Tes self-evaluation Dembo- Rubinstein. Responden diminta untuk membandingkan tingkat perkembangan mereka dengan apa yang ingin mereka capai (atau tingkat yang akan memuaskan mereka). Teknik ini diterapkan secara frontal.
- CEFIT-3, tes kecerdasan bebas budaya Cattell. Alat ini dipilih untuk membandingkan tingkat IQ siswa dari setiap
Hasil dan Bahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
- Tabel Karakteristik Deskriptif Sampel dalam Penelitian dapat dilihat sebagian besar sampel adalah anak-anak berusia 13 hingga 14 tahun. Mayoritas pada usia 13 tahun (52,53%), kemudian 14 tahun (41,3%). Usia paling sedikit adalah 12 tahun (6,3%).
- ingkat berpikir kritis berada pada tingkat rata-rata dalam keseluruhan sampel. Dengan level tinggi 22,4%, dengan level rendah 18,8%.
- Pada hasil uji beda kemampuan berpikir kritis, IQ, dan Self-evaluation pada siswa Indonesia dan siswa Rusia. dilihat kempauan berpikir kritis siswa Indonesia bernilai sebesar 20.78 sedangkan kempuan berpikir kritis siwa Rusia berada pada nilai 18.43. Ini berarti kemampuan berpikir kritis siswa Indonesia signifikan lebih tinggi dari siswa Rusia. Demikian juga dengan tingkat self-evaluation dan IQ siswa Indonesia yang signifikan lebih tinggi dari siswa Rusia.
- Dari tabel  Hubungan kemampuan berpikir kritis dengan IQ dan self-evalution.  Hasil statistik antara tingkat kecerdasan dan pemikiran kritis siswa di Rusia dan Indonesia menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara IQ dan pemikiran kritis (0,513, p <0,005). Ada hubungan antara selfevaluation positif dan berpikir kritis, dengan nilai korelasi =0,330 dengan p <0,005. Ini berarti bahwa semakin tinggi nilai harga diri, semakin tinggi indikator berpikir kritis
Kesimpulan
Dalam penelitian ini, pendekatan terhadap konsep "berpikir kritis" telah memperhatikan dan mempertimbangkan tiga pendekatan yang dijelaskan sebelumnya: filosofis, kognitif dan pendidikan. Tidak ada kontradiksi yang signifikan di dalamnya.
Perbedaan terlihat pada sistem pendidikan di Indonesia dan Rusia, bahwa mereka mengalami reformasi yang signifikan. Menurut sejumlah spesialis, siswa dari Indonesia dibedakan oleh kolektivisme yang hebat, keinginan untuk berkomunikasi dan bekerja dalam kelompok kecil.Â
Keinginan untuk belajar secara aktif didukung di tingkat keluarga dan kebijakan publik. Siswa Rusia lebih disiplin, mereka menyadari perlunya dan pentingnya memenuhi tugas yang ditetapkan di sekolah, tetapi di tingkat negara bagian (federal) dan keluarga, sistem pendidikan menengah saat ini kurang mendapatkan dukungan yang diperlukan.