Dia menceritakan semua benda miliknya pada gurunya. Ketika masuk ke penjelasan tema, anak saya tidak segan bercerita tentang sampah di laut (kebetulan kami beberapa kali ikut acara bersih pantai), tentang daur ulang, tentang binatang yang mati, tentang tanaman, dan masih banyak lagi.Â
Sebagai guru, saya sadar bahwa ada proses penjajakan dalam pertemuan lewat telepon ini. Guru melihat sejauh mana anak memahami apa yang akan dipelajari dan memberi penjelasan jika ada hal yang tidak dimengerti.
Proyek yang akan dilakukan diawali dengan eksplorasi misi. Anak-anak melihat video mengenai Garuda yang berusaha melawan kerusakan lingkungan. Garuda yang sedang terbang sendirian, melihat pohon yang ditebangi dan asap pabrik yang panas. Kemudian, anak-anak diminta membuat misi.Â
Apa yang akan kulakukan demi membantu Garuda menjaga paru-paru dunia? Anak saya sendiri menulis akan menanam pohon dan membersihkan sampah plastik.Â
Sebetulnya yang mau dia lakukan lebih banyak. Dia mau menangkap 'bad guy' yang menebang pohon juga. Haha. Saya yang kemudian mengarahkan, kalau sekarang ini, apa yang kira-kira bisa kamu lakukan. Anak-anak juga melihat video mengenai salah satu teman Garuda bernama Mbah Sadiman, seorang aktivis lingkungan yang seorang diri menanam pohon beringin demi mengembalikan air ke desanya yang kering.Â
Seluruh pelajaran dipusatkan pada subtema. Setelah menyatakan akan menanam pohon, anak-anak sungguh belajar menanam pohon dengan cara stek batang. Sebelum menanam pohon, setiap anak diminta berdiskusi dengan orangtua mengenai pohon apa yang akan ditanam. Kami memilih pohon asam, sebab pohon ini banyak ditemui di jalan dan kebetulan ada satu pohon asam yang ada di sekolah dan batangnya bisa dipotong dengan mudah.Â
Kami belajar lebih banyak soal pohon asam dan menemukan bahwa pohon ini dijadikan pohon peneduh karena berdaun banyak dan cabangnya menyamping banyak. Kami juga menemukan bahwa satu pohon dewasa bisa menghasilkan 1,2 kg oksigen per hari.
Manusia kalau tidak salah, membutuhkan 0.5 kg oksigen per hari. Sebetulnya proses eksplorasi bisa diteruskan sampai berapa banyak manusia yang terbantu jika ada satu pohon dewasa di sekitarnya. Namun, melihat anak saya sudah mulai tidak sabar untuk bermain, kami berhenti di jumlah oksigen saja.
Pembelajaran bahasa Inggris juga masih membahas teman Garuda. Guru Bahasa Inggris bercerita mengenai Garuda dan teman-temannya dalam bahasa Inggris yang kemudian diikuti terjemahan Bahasa Indonesianya. Anak kemudian diminta menceritakan kembali dengan bahasa mereka.Â
Yang menarik di sini, tidak ada penilaian mengenai ketepatan penggunaan tata bahasa. Yang dinilai justru seberapa atentif anak ketika mendengarkan dongeng dan kepercayaan diri dan kejelasan dalam menceritakan kembali. Hal-hal seperti ini yang justru akan menentukan apakah anak akan senang belajar ketika dia dewasa atau tidak menurut saya. Ketika anak hanya dinilai dari ketepatan saja, maka bukan tidak mungkin mereka akan terbiasa memberikan yang tepat tanpa proses.
Dalam tiga minggu ini, kami belajar banyak tentang pohon. Ada bagan pengamatan yang harus diisi anak. Anak belajar untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan dan dimulai dari belajar merawat tanaman yang ditanamnya dari nol. Anak juga belajar bahwa apa yang dilakukannya berdampak pada dunia, tidak hanya pada dirinya saja.