Mohon tunggu...
Nina Mulya Sari
Nina Mulya Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka membuat artikel walaupun masih banyak belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apa Kabar Inovasi dalam Jurnalisme

29 November 2023   20:10 Diperbarui: 29 November 2023   20:51 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Surat kabar boleh mati, tapi jurnalisme jangan mati". Itu kutipan kalimat yang saya ingat saat menghadiri seminar Beyond Broadcasting di Universitas California, Los Angeles, pada 2006, saat kata disrupsi baru mulai kita dengar. Kalimat tersebut menjadi makin berarti hari ini karena kita inginkan jurnalisme yang tetap bertahan, bahkan menjadi makin kuat, dan untuk itu kita tidak perlu terpaku pada format-format tertentu saja.

Dari sisi literatur saja perkembangan jurnalisme ini juga menarik. Penulis mengamati, misalnya, literatur soal jurnalisme yang ditulis di Amerika dan Inggris antara tahun 2000 hingga 2010, yang banyak menunjukkan kemurungan. Seolah meratapi jurnalisme yang waktu itu dianggap memudar pengaruhnya, terutama melihat fenomena tutupnya banyak media cetak dan turunnya pendapatan iklan media cetak.

Hal ini mengingatkan penulis akan tiga tahap berpikir ala Van Peursen (1988). Van Peursen menyebutkan tiga tahap berpikir manusia: tahap mitis, tahap ontologis, dan tahap fungsional. Pemikiran ini bisa direfleksikan dari literatur yang menulis soal perkembangan jurnalisme digital dalam tiga dekade belakangan.

Literatur yang ditulis antara pertengahan 1990-an dan pertengahan 2000-an dapat dikatakan ada dalam tahap mitis, di mana ada kekhawatiran atas fenomena digital dalam jurnalisme, ada ketakutan, karena fenomena ini belum sepenuhnya dipahami.

Kemudian pada akhir dekade pertama abad ke-21 hingga satu dekade kemudian ada upaya untuk lebih memahami fenomena jurnalisme digital ini, menyelami seluk-beluknya, dan juga melihat potensi apa yang dapat dimaksimalkan dari fenomena ini.

Studi-studi pun berkembang dengan pendekatan lintas disiplin, metode baru dan literatur pun makin berkembang. Inilah tahap pemikiran ontologis jika menggunakan cara pikir Van Peursen di atas.

Hari ini literatur dari sumber-sumber tersebut menunjukkan tahap pemikiran yang lebih fungsional, mau memaksimalkan temuan-temuan sebelumnya, sehingga potensi yang dimiliki jurnalisme digital dikembangkan seluas-luasnya.

"Medium is the message" (McLuhan) hari ini bisa dikembangkan menjadi bahkan "Medium is beyond the message". Dari penerbitan jurnal ilmiah pun kita melihat ada kegairahan besar untuk menampilkan banyak hasil penelitian soal jurnalisme digital ini.

Sebagai contoh jurnal Journalism Studies pada tahun 2000 hanya terbit empat kali dalam setahun, kemudian tahun 2015 jurnal yang sama menjadi enam kali dalam setahun, tahun 2016 menjadi delapan kali dalam setahun, tahun 2017 menjadi 12 kali dalam setahun, dan tahun 2021 menjadi 16 kali dalam setahun. Suatu perkembangan yang menakjubkan.

" Medium is the message" (McLuhan) hari ini bisa dikembangkan menjadi bahkan " Medium is beyond the message".

Sementara itu, Lucy Kung, Guru Besar Manajemen Media dari Universitas Jnkping, Swedia, menyebutkan bahwa kunci penting untuk melakukan adaptasi dalam situasi lingkungan yang berubah adalah kreativitas (Strategic Management in the Media, 2008).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun