Mohon tunggu...
NINA KARINA ZAI
NINA KARINA ZAI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA MAGISTER AKUNTANSI

NIM : 55523110029 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Persamaan Math pada Controlled Foreign Corporation

1 Desember 2024   22:35 Diperbarui: 1 Desember 2024   22:44 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diskursus matematika pada topik Controlled Foreign Corporation (CFC) melibatkan penggunaan persamaan matematika untuk menggambarkan dampak penghindaran pajak melalui perusahaan terkendali di luar negeri. Dalam konteks ini, pemerintah Indonesia, melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.03/2019, mengatur bagaimana penghasilan yang diperoleh dari perusahaan-perusahaan terkendali di luar negeri dikenakan pajak di Indonesia.

CFC sering kali menjadi alat bagi wajib pajak dalam negeri untuk memindahkan penghasilan ke negara-negara dengan pajak rendah (tax haven countries). Persoalan ini memerlukan pendekatan regulasi ketat dan pemahaman matematika dalam penghitungan pajak yang harus dibayarkan.

Matematika dalam Skema CFC

Untuk memahami konsep penghitungan pajak pada CFC, diperlukan diskusi mendalam terkait model persamaan matematika yang digunakan. Sebagai contoh:

  • Deemed Dividend Calculation: Deemed dividend dihitung berdasarkan persentase penyertaan modal wajib pajak dalam negeri pada badan usaha luar negeri non-bursa. Rumusnya:

Deemed Dividend = (Persentase Penyertaan Modal)(Dasar Pengenaan)

Dasar pengenaan berupa jumlah penghasilan bersih setelah pajak badan usaha luar negeri tersebut.

  • Waktu Penetapan Deemed Dividend: Waktu diperolehnya deemed dividend berbeda tergantung pada kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan. Misalnya:

    • Jika BULN menyampaikan SPT, maka deemed dividend ditetapkan empat bulan setelah batas waktu penyampaian.
    • Jika BULN tidak memiliki kewajiban menyampaikan SPT, maka ditetapkan tujuh bulan setelah tahun pajak berakhir.

Kaitannya dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.03/2019

PMK Nomor 93/PMK.03/2019 merevisi aturan sebelumnya untuk memberikan kejelasan lebih dalam mengenai penghitungan pajak atas penghasilan dari BULN non-bursa. Aturan ini bertujuan untuk:

  1. Mencegah Penghindaran Pajak
    Dengan menetapkan waktu penerimaan dividen, pemerintah dapat memastikan penghasilan luar negeri dilaporkan tepat waktu dan dikenai pajak sesuai ketentuan.
  2. Harmonisasi Peraturan
    Memastikan kesesuaian dengan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan sebagai bagian dari Specific Anti-Avoidance Rules (SAAR).
  3. Dasar Pengenaan Pajak Dasar pengenaan deemed dividend diatur sebagai penghasilan bersih setelah pajak dari BULN terkendali langsung.

Studi Kasus

PT X dan CFC di Tax Haven Country
PT X adalah perusahaan di Indonesia yang memiliki saham 70% di BULN non-bursa yang berlokasi di negara dengan pajak 0%. BULN memperoleh laba bersih setelah pajak sebesar Rp 2 miliar. Berdasarkan PMK No. 93/PMK.03/2019, penghitungan deemed dividend adalah:

Deemed Dividend=70%Rp2.000.000.000=Rp1.400.000.000

Deemed dividend sebesar Rp 1,4 miliar ini dikenakan pajak di Indonesia sesuai tarif yang berlaku.

Implikasi Regulasi

Regulasi ini memiliki implikasi yang signifikan, antara lain:

  1. Beban Administrasi
    Wajib pajak harus melakukan pelaporan pajak yang lebih kompleks terkait penyertaan modal di luar negeri.
  2. Deterrent Effect
    Perusahaan enggan melakukan penghindaran pajak melalui CFC karena penghasilan mereka tetap dikenai pajak.
  3. Keadilan Pajak
    Aturan ini memastikan wajib pajak yang memiliki penghasilan di luar negeri tetap berkontribusi pada perekonomian dalam negeri.

PERSAMAAN MATH

1. PT Petruk

Sumber: Dokpri
Sumber: Dokpri

2. PT Bagong (Dividen)

Sumber: Dokpri
Sumber: Dokpri
Sumber: Dokpri
Sumber: Dokpri

3. PT Gareng (Dividen) 

Sumber: Dokpri
Sumber: Dokpri

Hasil Pajak:
Tarif pajak dividen adalah 10%:

Pajak = X x 10% = 12 x 0.1=1.2

4. PT Cawe-Cawe (Bunga) 

Sumber: Dokpri
Sumber: Dokpri

5. PT Bawang Brebes (Capital Gain)

Sumber : Dokpri
Sumber : Dokpri

Komentar tentang Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.03/2019 tentang Pengaturan Penghasilan dari Controlled Foreign Corporation (CFC)

Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.03/2019 memberikan landasan hukum yang penting terkait pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh oleh perusahaan terkendali luar negeri (Controlled Foreign Corporation/CFC). Dalam konteks globalisasi ekonomi dan perkembangan perusahaan multinasional, PMK ini sangat relevan untuk menjaga keadilan perpajakan serta mencegah praktik penghindaran pajak yang dapat merugikan pendapatan negara.

1. Penegasan terhadap Penghindaran Pajak Global

Salah satu tujuan utama dari PMK No. 93/PMK.03/2019 adalah untuk menutup celah penghindaran pajak internasional, khususnya dalam konteks praktik pengalihan laba (profit shifting) dan penghindaran pajak melalui tax haven (negara dengan tarif pajak rendah atau nol). Dengan menetapkan bahwa penghasilan yang dihasilkan oleh CFC harus dikenakan pajak di Indonesia meskipun belum diterima atau direpatriasi (dibawa ke Indonesia), peraturan ini membantu memastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) tetap membayar pajak atas penghasilan yang mereka peroleh dari luar negeri.

Selain itu, PMK ini mengacu pada standar internasional dalam upaya untuk menanggulangi Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), yang mana negara-negara anggota OECD dan G20 telah sepakat untuk mengatasi praktik-praktik tersebut. Indonesia, dengan mengadopsi prinsip-prinsip tersebut, memperkuat peranannya dalam mencegah kehilangan basis pajak global yang signifikan.

2. Penguatan Ketentuan Deemed Dividend

PMK No. 93/PMK.03/2019 mengatur pengenaan pajak atas dividen yang dianggap diterima oleh WPDN dari CFC, meskipun dividen tersebut belum dibayarkan. Ini adalah salah satu langkah untuk memastikan bahwa deemed dividend (dividen yang dianggap diterima meskipun belum diterima secara nyata) tetap dikenakan pajak di Indonesia.

Aturan ini sangat penting karena beberapa perusahaan multinasional mungkin memilih untuk menahan laba yang diperoleh oleh anak perusahaan di luar negeri (CFC) untuk menghindari kewajiban pajak. Melalui ketentuan deemed dividend, Indonesia memastikan bahwa WPDN yang mengendalikan perusahaan di luar negeri tetap dikenakan pajak atas penghasilan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengurangi insentif bagi perusahaan untuk menyembunyikan penghasilan melalui penahanan dividen di luar negeri.

3. Keadilan Pajak (Tax Fairness)

Dengan pengenaan pajak terhadap penghasilan yang berasal dari CFC, PMK ini memastikan bahwa perusahaan yang memiliki pengendalian atas entitas di luar negeri tidak dapat menghindari pajak yang seharusnya dibayarkan di Indonesia. Ini menjamin keadilan pajak (tax fairness) di Indonesia, yang berarti bahwa WPDN yang memperoleh penghasilan global tetap berkewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan tersebut.

Selain itu, peraturan ini melindungi basis pajak domestik Indonesia, yang seringkali terancam dengan praktik penghindaran pajak melalui struktur multinasional yang kompleks. Keberadaan CFC di luar negeri yang memiliki pengendalian oleh WPDN dapat mempengaruhi aliran pajak yang diterima oleh negara, dan PMK ini menegaskan bahwa meskipun penghasilan tersebut berasal dari luar negeri, tetap wajib dilaporkan dan dikenakan pajak di Indonesia.

4. Penerapan Kredit Pajak (Tax Credit) untuk Penghindaran Pajak Berganda

Salah satu aspek positif dari PMK ini adalah penerapan kredit pajak (tax credit) atas pajak yang telah dibayar di negara tempat CFC beroperasi. Artinya, jika CFC telah dikenakan pajak di negara lain, maka WPDN dapat mengklaim kredit pajak tersebut untuk mengurangi pajak yang terutang di Indonesia. Hal ini membantu untuk menghindari pajak berganda dan memberikan keadilan bagi WPDN yang melakukan investasi di luar negeri.

Namun, penting untuk memastikan bahwa kredit pajak ini diterapkan secara transparan dan sesuai dengan perjanjian penghindaran pajak berganda yang telah disepakati Indonesia dengan negara tempat CFC beroperasi.

5. Kepatuhan dan Pelaporan

PMK ini menegaskan pentingnya kepatuhan pelaporan oleh WPDN yang memiliki CFC. Penghasilan yang dihasilkan oleh CFC harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Jika tidak dilaporkan dengan benar, WPDN akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan Indonesia.

Kepatuhan pelaporan ini juga mencakup kewajiban untuk menyampaikan informasi terkait struktur kepemilikan dan laporan keuangan CFC agar penghitungan pajak dapat dilakukan dengan akurat.

6. Peran Indonesia dalam Kerjasama Pajak Internasional

PMK No. 93/PMK.03/2019 juga menegaskan peran Indonesia dalam kerjasama pajak internasional, termasuk melalui OECD/G20 BEPS Action Plan. Melalui penerapan aturan-aturan ini, Indonesia dapat lebih berperan dalam upaya global untuk mengatasi penghindaran pajak yang merugikan perekonomian negara-negara berkembang, serta memperkuat pengawasan terhadap perusahaan multinasional yang memiliki operasi di berbagai negara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun