2. Tujuan P3B pada Dividen
Tujuan utama dari P3B dalam hal pemajakan dividen adalah sebagai berikut:
- Menghindari Pajak Berganda
P3B mengatur pembagian hak pemajakan antara negara sumber dan negara domisili, sehingga pajak yang dibayarkan di negara sumber dapat diperhitungkan (offset) dengan pajak di negara domisili. Ini membantu meringankan beban pajak investor dan memastikan bahwa penghasilan yang sama tidak dikenakan pajak lebih dari sekali. - Mendorong Investasi Lintas Negara
Dengan adanya ketentuan pembatasan tarif pajak dalam P3B, investor dapat menikmati tarif pajak dividen yang lebih rendah dibandingkan jika tidak ada perjanjian. Misalnya, tarif pajak pada dividen bisa dibatasi menjadi 5% untuk pemegang saham dengan kepemilikan minimal 25%, dan 15% untuk pemegang saham lainnya. Tarif yang lebih rendah ini menarik bagi investor asing dan mendukung arus modal masuk. - Menciptakan Kepastian dan Keadilan Pajak
P3B memberikan kepastian hukum bagi investor terkait hak pemajakan atas dividen. Selain itu, pembagian hak pemajakan yang disepakati antara negara-negara juga bertujuan menciptakan keadilan sehingga beban pajak tidak hanya ditanggung oleh satu pihak. - Meminimalisir Penghindaran Pajak
P3B juga bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran pajak yang sering terjadi dengan adanya arbitrase pajak, di mana perusahaan atau individu menggunakan perbedaan tarif dan aturan pajak untuk mengurangi beban pajak secara tidak wajar. Dalam ketentuan P3B, konsep seperti beneficial owner digunakan untuk memastikan bahwa pengurangan tarif hanya diberikan kepada penerima manfaat yang sebenarnya dari dividen tersebut. - Mengatur Perlakuan Pajak pada Dividen secara Jelas
Melalui Pasal 10 OECD Model, P3B mendefinisikan dividen dan mengatur alokasi hak pemajakan, termasuk ketentuan kapan dan bagaimana pajak atas dividen dapat dikenakan. P3B menghindari penyalahgunaan manfaat perjanjian pajak oleh pihak yang tidak memenuhi syarat sebagai pemilik manfaat sebenarnya (beneficial owner) dari dividen.
3. Ketentuan Pasal 10 OECD Model tentang Pemajakan Dividen Untuk mengatasi masalah pajak berganda
Banyak negara mengadakan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Double Taxation Avoidance Agreements (DTAA). P3B mengatur bagaimana pajak dividen dibagi antara negara sumber dan negara domisili, menciptakan kerangka hukum yang adil bagi investor dan perusahaan. Salah satu model perjanjian pajak yang umum digunakan adalah OECD Model Tax Convention, yang mengatur hak pemajakan dividen dalam Pasal 10. Menurut Pasal 10 OECD Model, ketentuan utama pemajakan dividen meliputi:
- Pasal 10(1): Negara domisili penerima dividen memiliki hak utama untuk memajaki dividen tersebut, namun negara sumber tetap memiliki hak pemajakan terbatas.
- Pasal 10(2): Negara sumber boleh memajaki dividen dengan tarif maksimal tertentu, yaitu 5% untuk pemegang saham dengan kepemilikan minimal 25% dan 15% untuk pemegang saham lainnya.
- Pasal 10(3): Menjelaskan definisi dividen, termasuk pendapatan dari saham dan keuntungan lainnya yang diperlakukan serupa di negara asal.
- Pasal 10(4): Ketentuan ini berlaku jika penerima dividen memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di negara sumber. Jika terdapat hubungan efektif antara dividen dan BUT, dividen diperlakukan sebagai laba usaha.
- Pasal 10(5): Negara sumber dilarang mengenakan pajak atas dividen yang diterima di luar wilayahnya, kecuali penerima dividen berdomisili di negara tersebut atau memiliki BUT yang berhubungan efektif dengan dividen.
4. Pembatasan Tarif Pajak Berdasarkan Bentuk Investasi Dividen dikenakan tarif pajak berbeda berdasarkan bentuk investasinya:
- Dividen Partisipasi (untuk pemegang saham dengan kepemilikan minimal 25%) dikenakan tarif 5%.
- Dividen Portofolio (untuk pemegang saham lainnya) dikenakan tarif hingga 15%.
Pembatasan tarif ini mendorong investasi lintas negara dengan mengurangi beban pajak yang berulang di negara sumber dan negara domisili.
5. Pemajakan Dividen di Negara Sumber dan Negara Domisili
- Negara Sumber: Negara tempat dividen dihasilkan dapat mengenakan pajak terbatas pada dividen yang dibayarkan ke investor asing. Batasan tarif ini disesuaikan dengan ketentuan dalam P3B yang berlaku.
- Negara Domisili: Negara domisili penerima dividen memiliki hak untuk memajaki dividen tanpa batasan, tetapi umumnya memberikan keringanan pajak berganda. Keringanan ini bisa berupa kredit pajak atau pengecualian pajak, yang mencegah pajak berganda atas penghasilan yang sama.
6. Isu-Isu Terkait Pemajakan Dividen dalam Konteks Internasional
Pemajakan dividen dalam perpajakan internasional sering menghadapi beberapa isu berikut:
- Penyalahgunaan Perjanjian Pajak: Praktik arbitrase pajak terjadi ketika perusahaan menggunakan perbedaan aturan pajak antara negara untuk mengurangi beban pajak, seperti menggunakan treaty shopping.
- Instrumen Keuangan Hibrida: Dividen yang dihasilkan dari instrumen keuangan hibrida sering kali sulit dikategorikan karena mungkin memiliki karakteristik ganda (baik sebagai dividen maupun sebagai bunga), yang menyebabkan interpretasi pajak yang berbeda di tiap negara.
- Penghindaran Pajak melalui Kepemilikan Tidak Langsung: Dalam beberapa kasus, investor menggunakan kepemilikan tidak langsung (indirect ownership) untuk memenuhi syarat tarif pajak yang lebih rendah, sehingga diperlukan pemantauan yang ketat.
Regulasi
Pemajakan Bunga dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda
1. Hak Pemajakan atas Bunga dalam Pasal 11 OECD Model
- Hak Negara Sumber dan Negara Domisili: Dalam Pasal 11 ayat (1) OECD Model, disebutkan bahwa negara domisili penerima bunga memiliki hak pemajakan, tetapi hak ini tidak eksklusif, artinya negara sumber (tempat bunga dihasilkan) juga dapat memajaki penghasilan tersebut.Â
- Dengan kata lain, Pasal 11 OECD Model memberikan hak kepada kedua negara (negara sumber dan negara domisili) untuk mengenakan pajak atas penghasilan bunga. Penggunaan frasa "may be taxed" di Pasal 11 ayat (1) menunjukkan hak ini bersifat opsional bagi negara sumber dan negara domisili.
- Pembatasan Tarif di Negara Sumber: Pada ayat (2), hak pemajakan negara sumber dibatasi oleh tarif tertentu, yaitu maksimal 10% dari jumlah bruto bunga jika penerima bunga merupakan "beneficial owner" (pemilik manfaat sebenarnya). Pembatasan tarif ini bertujuan untuk melindungi penerima bunga dari beban pajak berlebih di negara sumber dan mendorong transparansi dalam kepemilikan manfaat penghasilan bunga.