Mohon tunggu...
NINA KARINA ZAI
NINA KARINA ZAI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA MAGISTER AKUNTANSI

NIM : 55523110029 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Pajak Internasional | Dosen : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Keadilan Pajak Berganda Internasional dan Bentuk Komunikasi Tindakan sebagai Mutual Understanding Berdasarkan Teori Kritis Habermas

20 Oktober 2024   17:43 Diperbarui: 20 Oktober 2024   18:22 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://www.britannica.com/biography/Jurgen-Habermas

Dalam hal ini, teori komunikasi tindakan dari Jürgen Habermas dapat digunakan sebagai landasan penting untuk memahami bagaimana dialog antarnegara dalam konteks perpajakan internasional dapat mendorong terciptanya mutual understanding atau saling pengertian. Habermas menekankan pentingnya komunikasi yang rasional dan dialog yang bebas dari dominasi, di mana semua pihak yang terlibat memiliki kesempatan yang setara untuk menyampaikan pandangan mereka dan berkontribusi dalam mencari solusi bersama.

Dalam konteks perpajakan internasional, prinsip-prinsip komunikasi ini dapat diterapkan dalam negosiasi perjanjian perpajakan antarnegara, di mana setiap negara harus mempertimbangkan kepentingan bersama dan bekerja menuju kesepakatan yang adil dan rasional. Hanya melalui dialog yang jujur dan terbuka inilah negara-negara dapat mencapai kesepahaman yang saling menguntungkan dan mengatasi masalah pajak berganda yang berlarut-larut

Keadilan dalam Pajak Berganda Internasional

Dalam konteks perpajakan internasional, pajak berganda merupakan salah satu isu yang paling penting karena menimbulkan ketidakadilan yang serius bagi individu dan entitas yang terkena dampaknya. Ketika wajib pajak harus membayar pajak di lebih dari satu yurisdiksi atas penghasilan yang sama, ini berarti mereka dikenakan beban yang lebih besar daripada yang dikenakan pada wajib pajak domestik yang hanya membayar pajak kepada satu negara. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan perpajakan yang menekankan bahwa pajak harus dipungut secara proporsional dan adil.

Prinsip-prinsip utama dalam keadilan perpajakan mencakup:

  1. Keadilan Horizontal: Wajib pajak yang berada dalam posisi ekonomi yang sama harus diperlakukan secara adil, artinya mereka harus membayar jumlah pajak yang sama terlepas dari lokasi mereka.
  2. Keadilan Vertikal: Wajib pajak yang memiliki kemampuan membayar lebih besar harus dikenakan pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki kemampuan membayar lebih rendah. Ini menekankan prinsip bahwa beban pajak harus sebanding dengan kemampuan seseorang atau entitas untuk membayar.

Namun, ketika pajak berganda terjadi, prinsip-prinsip ini sering kali dilanggar. Individu atau perusahaan yang beroperasi di lebih dari satu negara seringkali dikenakan pajak berganda oleh negara asal (berdasarkan prinsip domisili) dan negara tempat mereka melakukan kegiatan ekonomi (berdasarkan prinsip sumber penghasilan).

Contohnya, seorang warga negara Indonesia yang bekerja di Amerika Serikat mungkin dikenakan pajak penghasilan oleh kedua negara tersebut. Dalam hal ini, Indonesia mengenakan pajak atas dasar domisili (karena individu tersebut masih merupakan warga negara Indonesia), sementara Amerika Serikat mengenakan pajak atas dasar sumber penghasilan (karena penghasilan tersebut diperoleh di Amerika Serikat). Akibatnya, orang tersebut menghadapi beban pajak yang lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang bekerja hanya di satu negara.

Prinsip-prinsip dalam Pajak Berganda

Pajak berganda adalah masalah yang muncul karena perbedaan prinsip perpajakan yang diterapkan oleh berbagai negara. Ada dua prinsip utama yang sering menyebabkan terjadinya pajak berganda internasional:

  1. Prinsip Domisili (Residence Principle): Prinsip ini mengharuskan individu atau entitas yang berdomisili di suatu negara untuk membayar pajak atas semua penghasilan mereka, baik yang diperoleh dari dalam negeri maupun luar negeri. Negara-negara yang menganut prinsip domisili, seperti Amerika Serikat, mengenakan pajak global kepada warganya, sehingga penghasilan yang diperoleh di luar negeri juga dikenakan pajak oleh negara asal.
  2. Prinsip Sumber Penghasilan (Source Principle): Prinsip ini mengharuskan penghasilan yang diperoleh dari kegiatan ekonomi yang terjadi di suatu negara untuk dikenakan pajak oleh negara tersebut, tanpa memperhatikan kewarganegaraan atau domisili pihak yang memperoleh penghasilan. Negara-negara yang menganut prinsip ini akan mengenakan pajak atas semua penghasilan yang dihasilkan dalam wilayah mereka, baik oleh warga negara mereka sendiri maupun warga negara asing.

Ketidakcocokan antara kedua prinsip ini sering kali menyebabkan tumpang tindih yurisdiksi pajak, di mana penghasilan yang sama dikenakan pajak oleh dua negara berbeda. Untuk menghindari masalah ini, banyak negara telah menyepakati Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang mengatur bagaimana penghasilan antarnegara diperlakukan sehingga tidak terjadi pajak berganda.

Namun, meskipun ada P3B, pajak berganda tetap menjadi masalah dalam banyak kasus. Salah satu alasannya adalah karena perbedaan interpretasi dari perjanjian tersebut antara berbagai negara, terutama dalam kasus penghasilan yang diperoleh dari aktivitas lintas batas yang kompleks seperti perdagangan elektronik, investasi portofolio, atau operasi perusahaan multinasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun