Â
Dalam dunia globalisasi, di mana hubungan ekonomi dan keuangan antarnegara semakin terintegrasi, pajak internasional menjadi isu sentral yang sering diperdebatkan. Pajak internasional, yang mencakup penghindaran pajak, pengalihan keuntungan, dan persaingan pajak antarnegara, berpengaruh signifikan terhadap distribusi sumber daya global. Dalam kerangka keadilan sosial, teori keadilan justice as fairness yang diajukan oleh filsuf John Rawls menawarkan pendekatan filosofis yang relevan dalam memahami keadilan dalam konteks pajak internasional. Gagasan Rawls tentang keadilan ruang publik menjadi landasan untuk memeriksa bagaimana sistem pajak internasional dapat diatur secara lebih adil.
Pajak Internasional dalam Dunia Global
Pajak internasional merujuk pada kebijakan dan praktik perpajakan yang melibatkan lebih dari satu negara, termasuk perpajakan terhadap perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai yurisdiksi. Dalam praktiknya, banyak perusahaan multinasional memanfaatkan celah hukum untuk menghindari pembayaran pajak dengan mengalihkan keuntungan ke negara-negara dengan tarif pajak yang lebih rendah, fenomena yang dikenal sebagai base erosion and profit shifting (BEPS). Akibatnya, negara-negara berkembang sering kali kehilangan potensi pendapatan pajak yang sangat dibutuhkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik lainnya.
Ketidakadilan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: bagaimana sistem pajak internasional dapat diatur untuk memastikan distribusi yang lebih adil dari kekayaan global? Inilah titik di mana teori John Rawls tentang keadilan dan ruang publik dapat digunakan sebagai lensa analisis.
Teori Keadilan John Rawls
John Rawls, dalam bukunya yang berjudul A Theory of Justice (1971), mengemukakan bahwa keadilan seharusnya dilihat sebagai kewajaran (justice as fairness). Teori ini berusaha untuk membangun prinsip-prinsip dasar yang mengatur distribusi hak, kebebasan, dan sumber daya dalam masyarakat. Rawls memperkenalkan dua prinsip utama dalam teorinya:
1. Prinsip Kebebasan yang Sama (Equal Liberty Principle)
Prinsip ini menegaskan bahwa setiap orang harus memiliki hak yang setara terhadap kebebasan dasar yang luas, sejauh kebebasan tersebut tidak mengurangi kebebasan orang lain. Kebebasan dasar ini mencakup hak-hak politik, kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, kebebasan beragama, hak milik pribadi, dan kebebasan dari penindasan.
Menurut Rawls, kebebasan ini harus dijamin untuk setiap individu tanpa diskriminasi. Prinsip ini memiliki prioritas mutlak, artinya kebebasan dasar tidak boleh dikorbankan demi keuntungan ekonomi atau tujuan lain.
2. Prinsip Perbedaan (Difference Principle) dan Prinsip Kesetaraan Kesempatan yang Adil (Fair Equality of Opportunity Principle)
Rawls membagi prinsip kedua ini menjadi dua bagian, yaitu:
a. Prinsip Perbedaan (Difference Principle)
Prinsip ini mengatur bahwa ketidaksetaraan sosial dan ekonomi dalam masyarakat diperbolehkan hanya jika ketidaksetaraan tersebut memberikan manfaat terbesar bagi mereka yang paling tidak beruntung. Rawls menerima adanya ketidaksetaraan, namun ia menekankan bahwa ketidaksetaraan tersebut harus dirancang untuk memperbaiki kondisi kelompok yang paling rentan dan tidak diuntungkan dalam masyarakat.
Dengan kata lain, segala bentuk ketidaksetaraan ekonomi atau sosial harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan kelompok paling rentan, bukan memperburuknya.
b. Prinsip Kesetaraan Kesempatan yang Adil (Fair Equality of Opportunity Principle)
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap orang, terlepas dari latar belakang sosial dan ekonomi mereka, harus memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses posisi sosial, pendidikan, dan pekerjaan. Tidak boleh ada hambatan struktural atau diskriminasi yang menghalangi orang untuk mencapai posisi-posisi ini. Prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua orang memiliki peluang yang setara dalam mengembangkan kemampuan dan meraih posisi yang mereka inginkan.
   Dalam konteks ini, Rawls menekankan pentingnya selubung ketidaktahuan (veil of ignorance), yaitu konsep di mana aturan-aturan keadilan dipilih tanpa mengetahui posisi sosial, kekayaan, atau status pribadi seseorang. Dengan cara ini, orang-orang akan cenderung memilih prinsip-prinsip yang paling adil karena mereka tidak tahu apakah mereka akan berada dalam posisi yang diuntungkan atau dirugikan di masyarakat.Â
Pajak Internasional sebagai Bagian dari Keadilan Global
Prinsip-prinsip keadilan Rawls sangat relevan dalam diskursus tentang pajak internasional. Dalam hal ini, pajak dapat dilihat sebagai mekanisme yang memastikan distribusi kekayaan yang adil di ruang publik global, terutama antara negara-negara kaya dan miskin. Beberapa poin kunci dalam diskusi ini antara lain:
1. Keadilan Distribusi Global
Prinsip perbedaan Rawls menyatakan bahwa ketidaksetaraan hanya dibenarkan jika mereka menguntungkan yang paling tidak beruntung. Dalam konteks internasional, negara-negara berkembang sering kali berada dalam posisi yang kurang menguntungkan, baik secara ekonomi maupun dalam hal pengumpulan pajak. Ketika perusahaan multinasional mengalihkan keuntungan ke negara-negara dengan tarif pajak rendah atau nol, negara-negara berkembang kehilangan sumber daya penting yang dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi masyarakat.
Sistem pajak internasional yang adil, menurut kerangka Rawls, seharusnya memperhatikan kepentingan negara-negara yang paling rentan. Ini berarti memperketat aturan perpajakan global untuk mencegah penghindaran pajak oleh perusahaan besar dan memastikan distribusi kekayaan yang lebih merata. Kebijakan pajak global yang efektif dapat menjadi alat redistribusi kekayaan dari negara-negara kaya ke negara-negara miskin, sesuai dengan prinsip perbedaan Rawls.
2. Prinsip Kesetaraan Kesempatan
Dalam sistem pajak internasional, ada ketidakseimbangan dalam kemampuan negara-negara untuk bersaing secara adil. Negara-negara berkembang sering kali memiliki sistem pajak yang kurang matang atau sumber daya yang terbatas untuk menegakkan aturan perpajakan yang efektif. Sementara itu, negara-negara kaya memiliki lebih banyak alat untuk menarik investasi dan memastikan bahwa perusahaan-perusahaan multinasional tetap membayar pajak yang layak.
Rawlsian akan berargumen bahwa sistem pajak internasional seharusnya memastikan bahwa negara-negara berkembang memiliki kesempatan yang adil untuk bersaing dalam ekonomi global. Ini bisa dilakukan dengan menciptakan aturan perpajakan yang transparan, adil, dan menutup celah yang memungkinkan pengalihan keuntungan.
3. Ruang Publik Global
Rawls memperkenalkan gagasan tentang ruang publik di mana setiap individu memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Dalam konteks global, ruang publik ini meluas ke tataran internasional, di mana kebijakan perpajakan internasional menjadi bagian dari tatanan yang mengatur interaksi antarnegara.
Sistem pajak internasional yang adil harus dirancang untuk mendukung ruang publik global yang inklusif. Artinya, aturan-aturan perpajakan internasional harus dibuat secara transparan dan melibatkan negara-negara berkembang dalam pengambilan keputusan. Organisasi multilateral seperti OECD dan PBB, yang seringkali didominasi oleh negara-negara maju, perlu membuka ruang bagi partisipasi negara-negara berkembang dalam diskusi tentang reformasi perpajakan global.
Tantangan dan Kritik dalam Menerapkan Prinsip Rawls pada Pajak Internasional
Meskipun teori keadilan Rawls memberikan kerangka yang kuat untuk mengevaluasi sistem pajak internasional, penerapannya dalam realitas global menghadapi tantangan yang kompleks:
Ketidaksetaraan Kekuasaan Antarnegara: Negara-negara kaya sering kali memiliki pengaruh yang lebih besar dalam organisasi internasional seperti OECD, yang memainkan peran kunci dalam menetapkan aturan perpajakan global. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam pengambilan keputusan, yang cenderung lebih menguntungkan negara-negara maju daripada negara-negara berkembang.
Persaingan Pajak: Negara-negara dengan tarif pajak rendah, seperti yurisdiksi suaka pajak, sering kali mendapat keuntungan dari sistem yang tidak adil. Mereka menawarkan tarif pajak yang sangat rendah untuk menarik perusahaan multinasional, sementara negara-negara lain kehilangan pendapatan pajak yang signifikan. Dalam konteks Rawlsian, ini merugikan negara-negara yang paling tidak beruntung, karena mereka tidak memiliki kesempatan yang adil untuk bersaing.
Pandangan Libertarian: Kritik lain datang dari perspektif libertarian yang menentang redistribusi kekayaan melalui pajak. Filsuf seperti Robert Nozick berpendapat bahwa perpajakan adalah bentuk paksaan yang melanggar hak individu untuk menikmati hasil kerja mereka sendiri. Dalam pandangan ini, keadilan bukan berarti redistribusi, melainkan melindungi kebebasan individu untuk memiliki dan mengelola properti pribadi.
Kesimpulan
Pajak internasional adalah salah satu mekanisme penting yang memengaruhi distribusi sumber daya global, dan teori keadilan John Rawls memberikan landasan filosofis yang kuat untuk mengevaluasi sistem ini. Melalui prinsip kebebasan yang sama, prinsip perbedaan, dan kesetaraan kesempatan, Rawls memberikan panduan tentang bagaimana pajak internasional dapat diatur agar lebih adil, terutama bagi negara-negara berkembang.
Sistem pajak internasional yang adil harus memastikan bahwa ketidaksetaraan global tidak semakin memperparah kondisi negara-negara miskin, melainkan membantu mereka yang paling rentan untuk mendapatkan manfaat dari tatanan ekonomi global. Ruang publik global yang diatur dengan prinsip-prinsip keadilan Rawls akan menciptakan tatanan yang lebih setara, di mana setiap negara memiliki kesempatan yang adil untuk berkembang dan memberikan kesejahteraan bagi warganya.
Dalam menghadapi tantangan global, reformasi pajak internasional yang sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan Rawls dapat menjadi langkah menuju dunia yang lebih adil dan setara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H