2. Prinsip Kesetaraan Kesempatan
Dalam sistem pajak internasional, ada ketidakseimbangan dalam kemampuan negara-negara untuk bersaing secara adil. Negara-negara berkembang sering kali memiliki sistem pajak yang kurang matang atau sumber daya yang terbatas untuk menegakkan aturan perpajakan yang efektif. Sementara itu, negara-negara kaya memiliki lebih banyak alat untuk menarik investasi dan memastikan bahwa perusahaan-perusahaan multinasional tetap membayar pajak yang layak.
Rawlsian akan berargumen bahwa sistem pajak internasional seharusnya memastikan bahwa negara-negara berkembang memiliki kesempatan yang adil untuk bersaing dalam ekonomi global. Ini bisa dilakukan dengan menciptakan aturan perpajakan yang transparan, adil, dan menutup celah yang memungkinkan pengalihan keuntungan.
3. Ruang Publik Global
Rawls memperkenalkan gagasan tentang ruang publik di mana setiap individu memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Dalam konteks global, ruang publik ini meluas ke tataran internasional, di mana kebijakan perpajakan internasional menjadi bagian dari tatanan yang mengatur interaksi antarnegara.
Sistem pajak internasional yang adil harus dirancang untuk mendukung ruang publik global yang inklusif. Artinya, aturan-aturan perpajakan internasional harus dibuat secara transparan dan melibatkan negara-negara berkembang dalam pengambilan keputusan. Organisasi multilateral seperti OECD dan PBB, yang seringkali didominasi oleh negara-negara maju, perlu membuka ruang bagi partisipasi negara-negara berkembang dalam diskusi tentang reformasi perpajakan global.
Tantangan dan Kritik dalam Menerapkan Prinsip Rawls pada Pajak Internasional
Meskipun teori keadilan Rawls memberikan kerangka yang kuat untuk mengevaluasi sistem pajak internasional, penerapannya dalam realitas global menghadapi tantangan yang kompleks:
Ketidaksetaraan Kekuasaan Antarnegara: Negara-negara kaya sering kali memiliki pengaruh yang lebih besar dalam organisasi internasional seperti OECD, yang memainkan peran kunci dalam menetapkan aturan perpajakan global. Hal ini menciptakan ketidakseimbangan dalam pengambilan keputusan, yang cenderung lebih menguntungkan negara-negara maju daripada negara-negara berkembang.
Persaingan Pajak: Negara-negara dengan tarif pajak rendah, seperti yurisdiksi suaka pajak, sering kali mendapat keuntungan dari sistem yang tidak adil. Mereka menawarkan tarif pajak yang sangat rendah untuk menarik perusahaan multinasional, sementara negara-negara lain kehilangan pendapatan pajak yang signifikan. Dalam konteks Rawlsian, ini merugikan negara-negara yang paling tidak beruntung, karena mereka tidak memiliki kesempatan yang adil untuk bersaing.
Pandangan Libertarian: Kritik lain datang dari perspektif libertarian yang menentang redistribusi kekayaan melalui pajak. Filsuf seperti Robert Nozick berpendapat bahwa perpajakan adalah bentuk paksaan yang melanggar hak individu untuk menikmati hasil kerja mereka sendiri. Dalam pandangan ini, keadilan bukan berarti redistribusi, melainkan melindungi kebebasan individu untuk memiliki dan mengelola properti pribadi.