Mohon tunggu...
Febri Nina Fathrattu
Febri Nina Fathrattu Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

saya adalah seseorang yang sangat suka membaui hujan...simple.....dreamer...writter (masih dalam tahap belajar) ...and Kutu Buku :) twitter : @okitafathrattu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan dan Pelajaran

24 Februari 2013   14:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:46 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semilir angin menyapa ketika ku langkahkan kaki menyusuri jalanan pagi ini. Lalu lintas cukup padat, bunyi klakson bersahutan, para pengendara nampaknya tak sabar. Aku tersenyum lemah, dalam hati entah menertawakan apa atau siapa. Apakah kepadatan lalu lintas, atau ketidaksabaran orang - orang. Ah sudahlah, kuputuskan untuk melanjutkan membaca buku yang sengaja ku bawa dari rumah, sementara bus yang ku tumpangi terus melaju membelah jalanan ibukota, walau sesekali berhenti di halte yang berbeda. Ku biarkan nyata berbaur angan. Namun tak sepenuhnya apatis dengan keadaan sekelilingku.

Brak!!! Itu bukan suara bus yang ku tumpangi menabrak sesuatu, melainkan tepat di depan bus sebuah motor menabrak trotoar. Walau seketika seisi bus menjadi gaduh karena terkejut, sepertinya pengendara motor itu tak peduli. Ia cepat bangkit dan menyalakan kembali motornya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi. Ternyata pengendara itu sedang menghindari kejaran polisi yang melakukan razia lalu lintas. Aku beristighfar, miris rasanya ketika aku membayangkan pengendara motor itu (walaupun ia bukan satu - satunya, masih banyak pengendara lain yang melakukan hal serupa) lebih takut dengan polisi dibandingkan dengan keselamatan dirinya. Supir bus membuyarkan tontonan gratis itu dengan melajukan kembali bus.

Aku sudah tak berminat membaca. Ku simpan buku di dalam tas. Ku putuskan untuk memandangi jalanan di depanku. Menikmati laju bus yang tak terlalu kencang. Perjalanan yang ku tempuh baru setengah jalan, bus kembali dihadang lampu merah di sebuah perempatan jalan yang cukup padat. Terkadang ada saja yang melanggar lampu lalu lintas. "Ah, manusia memang tidak sabaran, termasuk aku," keluhku dalam hati. Seorang lelaki paruh baya menyeberang tepat di depan bus. Ia menuntun sebuah sepeda yang di belakangnya terdapat sebuah keranjang anyaman. Rupanya ia seorang penjual ubi dan kacang rebus. Ia masih berdiri di depan bus, bukan tak sadar lampu telah berubah hijau, tapi ia selalu saja di dahului oleh motor dan mobil dari arah berlawanan. Tiba - tiba, sebuah motor berkecepatan tinggi menyerempet ban depan sepeda bapak itu hingga nyaris terguling. Spontan kami semua yang ada di dalam bus berteriak. Bahkan aku hampir menutup mata, namun seketika ku buka mata lebar - lebar. Sungguh takjub dengan pemandangan di depanku. Seorang lelaki muda turun menyanggah sepeda si bapak dengan motornya. Bahkan kemudian ia membantu menyeberangkan si bapak beserta sepedanya.

"Jaman sekarang ternyata masih ada pemuda baik seperti itu. Sungguh di luar dugaan," ujar supir bus. Kami kembali beranjak menuju tujuan.

Sungguh tak ku duga

Ketika ku dapati nyata

Dalam singkat perjalanan

Ku dapati berbagai pelajaran

Bahwa kita harus menghargai hidup

Bukan sekedar menjadi pengecut

Saat seisi dunia nyaris bersikap tak peduli

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun