Semilir angin menyapa ketika ku langkahkan kaki menyusuri jalanan pagi ini. Lalu lintas cukup padat, bunyi klakson bersahutan, para pengendara nampaknya tak sabar. Aku tersenyum lemah, dalam hati entah menertawakan apa atau siapa. Apakah kepadatan lalu lintas, atau ketidaksabaran orang - orang. Ah sudahlah, kuputuskan untuk melanjutkan membaca buku yang sengaja ku bawa dari rumah, sementara bus yang ku tumpangi terus melaju membelah jalanan ibukota, walau sesekali berhenti di halte yang berbeda. Ku biarkan nyata berbaur angan. Namun tak sepenuhnya apatis dengan keadaan sekelilingku.
Brak!!! Itu bukan suara bus yang ku tumpangi menabrak sesuatu, melainkan tepat di depan bus sebuah motor menabrak trotoar. Walau seketika seisi bus menjadi gaduh karena terkejut, sepertinya pengendara motor itu tak peduli. Ia cepat bangkit dan menyalakan kembali motornya dan melajukannya dengan kecepatan tinggi. Ternyata pengendara itu sedang menghindari kejaran polisi yang melakukan razia lalu lintas. Aku beristighfar, miris rasanya ketika aku membayangkan pengendara motor itu (walaupun ia bukan satu - satunya, masih banyak pengendara lain yang melakukan hal serupa) lebih takut dengan polisi dibandingkan dengan keselamatan dirinya. Supir bus membuyarkan tontonan gratis itu dengan melajukan kembali bus.
Aku sudah tak berminat membaca. Ku simpan buku di dalam tas. Ku putuskan untuk memandangi jalanan di depanku. Menikmati laju bus yang tak terlalu kencang. Perjalanan yang ku tempuh baru setengah jalan, bus kembali dihadang lampu merah di sebuah perempatan jalan yang cukup padat. Terkadang ada saja yang melanggar lampu lalu lintas. "Ah, manusia memang tidak sabaran, termasuk aku," keluhku dalam hati. Seorang lelaki paruh baya menyeberang tepat di depan bus. Ia menuntun sebuah sepeda yang di belakangnya terdapat sebuah keranjang anyaman. Rupanya ia seorang penjual ubi dan kacang rebus. Ia masih berdiri di depan bus, bukan tak sadar lampu telah berubah hijau, tapi ia selalu saja di dahului oleh motor dan mobil dari arah berlawanan. Tiba - tiba, sebuah motor berkecepatan tinggi menyerempet ban depan sepeda bapak itu hingga nyaris terguling. Spontan kami semua yang ada di dalam bus berteriak. Bahkan aku hampir menutup mata, namun seketika ku buka mata lebar - lebar. Sungguh takjub dengan pemandangan di depanku. Seorang lelaki muda turun menyanggah sepeda si bapak dengan motornya. Bahkan kemudian ia membantu menyeberangkan si bapak beserta sepedanya.
"Jaman sekarang ternyata masih ada pemuda baik seperti itu. Sungguh di luar dugaan," ujar supir bus. Kami kembali beranjak menuju tujuan.
Sungguh tak ku duga
Ketika ku dapati nyata
Dalam singkat perjalanan
Ku dapati berbagai pelajaran
Bahwa kita harus menghargai hidup
Bukan sekedar menjadi pengecut
Saat seisi dunia nyaris bersikap tak peduli
Ternyata masih ada ketulusan hati
Semua hal itu sederhana
Namun mengandung banyak makna
Sekarang tergantung diri
Mampukah memaknai hidup yang fana ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H