Jakarta Selatan – Pernahkah kamu membayangkan bagaimana rasanya tumbuh di lingkungan yang penuh batasan, jauh dari keluarga, dan dibayang-bayangi oleh stigma masyarakat? Inilah realitas yang dihadapi anak binaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). LPKA merupakan sebuah institusi yang memberikan pembinaan kepada anak hingga usia 18 tahun yang telah melakukan pelanggaran hukum. Meskipun mereka menghadapi tantangan hukum, anak-anak ini masih berada dalam masa pertumbuhan dan memiliki potensi yang besar untuk masa depan. Sehingga, kita sebagai masyarakat, perlu memberikan perhatian khusus kepada anak-anak binaan, khususnya kepada kesehatan mental mereka.
Anak binaan sering kali mengalami perasaan gelisah dan stres, sebagian dari mereka juga menghadapi tantangan berupa ketidakstabilan emosi serta pola hubungan sosial yang kurang harmonis dengan sesama anak binaan (Syahfitri & Putra, 2021). Menurut Ariyanto (2016), sebanyak 32% remaja di LPKA menghadapi stres pada tingkat yang sangat tinggi, sementara 68% lainnya mengalami stres dengan intensitas cukup tinggi. Sayangnya, tidak ada remaja di LPKA yang berada pada tingkat stres rendah atau normal.Â
Tingkat stres yang tinggi ini berasal dari kondisi anak binaan yang merasa tertekan, kehilangan kebebasan atas diri mereka, privasi yang sangat terbatas, dan rendahnya harga diri (Sopiah dkk., 2018). Sholichatun (2011) mengidentifikasi dua faktor utama penyebab stres pada anak binaan, yaitu keterpisahan dari orang terdekat seperti keluarga dan teman, ditambah faktor lingkungan, contohnya kebisingan, keterbatasan fasilitas, dan rutinitas yang monoton.
Maka dari itu, penting diadakan sebuah upaya yang konkrit dalam meningkatkan kondisi kesehatan mental anak binaan. Tentunya, hal ini tidak mudah dan dibutuhkan upaya yang melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah, tenaga profesional, masyarakat, dan keluarga. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan mental anak binaan:Â
Keterlibatan Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung kesehatan mental anak binaan. Hubungan keluarga yang kuat dapat menjadi sumber rasa aman dan dukungan emosional bagi anak-anak yang tengah menjalani masa pembinaan di LPKA. Aktivitas-aktivitas yang melibatkan keluarga, seperti sesi konseling keluarga atau kunjungan yang hangat dan terjadwal dapat membantu memperkuat hubungan emosional.
Edukasi untuk Menghilangkan Stigma
Stigma yang melekat pada anak binaan sering kali menjadi penghalang besar dalam proses mereka kembali dan berbaur lagi bersama masyarakat. Publik cenderung memberikan label negatif kepada anak binaan, sehingga mereka merasa terisolasi dan sulit untuk berkontribusi aktif dalam masyarakat. Untuk mengatasi hambatan ini, edukasi anti-stigma kepada masyarakat umum menjadi langkah yang sangat penting dalam membantu penerimaan anak binaan di tengah masyarakat.Â
Pelatihan Kemampuan Life Skill bagi Anak Binaan
Kemampuan life skill merujuk pada keterampilan yang dimiliki seseorang untuk mengatasi tantangan dalam kehidupan sehari-hari secara efektif. Kemampuan ini menjadi bekal penting bagi anak binaan untuk dapat beradaptasi dalam kehidupan mereka setelah keluar dari LPKA. Oleh karena itu, pada bulan November lalu, Kelompok Riset Kesehatan Mental Komunitas Fakultas Psikologi Universitas Indonesia mengadakan pelatihan kemampuan life skill bagi anak binaan LPKA Kelas II Jakarta.Â
Pelatihan ini membekali peserta dengan keterampilan yang dapat diterapkan langsung dalam kehidupan sehari-hari, seperti memahami potensi diri, mengelola emosi secara efektif, dan menyusun rencana hidup dengan baik. Melalui bantuan dari program pendaaan hibah oleh Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI, pelatihan ini dapat dilaksanakan selama 3 hari pada tanggal 11, 12, dan 15 November 2024 silam.Â
Program ini, selain menjadi bentuk dukungan sosial terhadap anak binaan, juga diharapkan dapat membantu meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi tantangan hidup sehari-hari secara adaptif, baik selama di LPKA maupun ketika sudah kembali ke masyarakat di kemudian hari. Kedepannya, dengan kondisi kesehatan mental yang baik, anak binaan diharapkan dapat menyesuaikan diri dan membangun hubungan interpersonal yang positif, serta dapat kembali ke masyarakat dalam keadaan optimal, sehat fisik, sosial, dan sehat mental.
Referensi
Ariyanto, E. A. (2016). Tingkat Stress pada Remaja Di Lapas Anak Blitar. Persona:Jurnal Psikologi Indonesia, 5(03). https://doi.org/10.30996/persona.v5i03.852
Syahfitri, W., & Putra, D. P. (2021). Kesehatan Mental Warga Binaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak. JRTI (Jurnal Riset Tindakan Indonesia), 6(2), 226. https://doi.org/10.29210/30031175000
Sopiah, N. N., Krisnatuti, D., & Simanjuntak, M. (2018). Kerentanan, Strategi Koping, dan Penyesuaian Anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Jurnal Ilmu Keluarga Dan Konsumen, 10(3), 192–203. https://doi.org/10.24156/jikk.2017.10.3.192
Sholichatun, Y. (2011). Stres dan Staretegi Coping pada Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Psikoislamika : Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam, 8(1). doi:https://doi.org/10.18860/psi.v0i1.1544
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H