Mohon tunggu...
Nimitta Gracia Tanujaya
Nimitta Gracia Tanujaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

instagram: @nimittagrc

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Sektor Pangan: Produktivitas Pangan sebagai Kunci Ketahanan Pangan Indonesia Guna Menyejajarkan Indonesia dengan Negara-Negara Maju

2 Oktober 2021   17:27 Diperbarui: 4 Oktober 2021   08:16 2086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Produktivitas Pangan (https://www.bumn.info/sorotan-info/berita/pupuk-kaltim-dan-bank-jateng-sinergi-perkuatan-ketahanan-pangan)

Millenium Development Goals (MDGs) atau dapat diartikan sebagai “Tujuan Pengembangan Millenium", adalah pandangan dunia peningkatan di seluruh dunia yang diumumkan oleh Konferensi Tingkat Tinggi Millenium oleh 189 Negara yang Bergabung (PBB) bagian negara bagian di New York di September 2000. Semua negara yang hadir pada pertemuan tersebut berfokus pada mengkoordinasikan MDGs sebagai komponen program perbaikan publik dengan tujuan akhir untuk memberikan solusi dengan melakukan identifikasi dengan bidang permasalahan sangat mendasar bagi masyarakat. Selanjutnya, kesempatan manusia, keharmonisan, keamanan dan peningkatan. Selanjutnya, pada bulan September 2015, Perhimpunan Negara Bersatu (PBB) mengesahkan program lain untuk melanjutkan MDGs yang disebut Sustainable Development Goals (SDGs) yang pasti sering disebut dengan tujuan perbaikan yang dapat dipertahankan. SDGs berisi 17 target kemajuan yang wajar yang dibagi menjadi 169 fokus untuk meningkatkan eksistensi manusia. SDGs sebagian besar berisi isu-isu sosial yang sering terjadi secara lokal, seperti kebutuhan, tingkat pelatihan, kondisi iklim, dan lain-lain. SDGs memiliki pedoman untuk tidak mengabaikan siapa pun. Untuk dapat mewujudkan suatu pembangunan yang berkelanjutan, maka pangan merupakan hal yang mendasar dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan sebuah negara.

Permukaan bumi telah dihuni oleh jutaan makhluk hidup yang memiliki spesies dan keanekaragaman yang berbeda-beda. Keanekaragaman merupakan perbedaan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis dan spesiesnya. Keanekaragaman tersebut tentunya tak terlepas dari flora dan fauna yang memiliki jutaan spesies yang terklasifikasi. Indonesia merupakan salah satu negara yang kekayaan alam dan keanekaragaman hayatinya tidak perlu diragukan lagi. Indonesia merupakan negara yang diapit oleh dua daratan, tepatnya daratan Asia dan daratan Australia, serta diapit oleh dua lautan, khususnya Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan pulau dan dilewati oleh garis khatulistiwa sehingga menyebabkan Indonesia memiliki iklim tropis dimana sinar matahari akan selalu mendominasi dan bersinar sepanjang tahunnya. Posisi strategis yang dimiliki Indonesia inilah yang menyebabkan negeri ini memiliki keanekaragaman hayati yang beragam, sehingga diberi predikat sebagai salah satu negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati sangat tinggi, atau disebut negara megabiodiverditas. Potensi alam yang melimpah dan sangat luar biasa, meliputi kekayaan hasil pertanian, kelautan, perikanan, peternakan, perkebunan, pertambangan, energi maupun keanekaragaman hayati lainnya. Kekayaan sumber daya alam tersebut sebagian telah diolah dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan bangsa Indonesia dalam bentuk pangan dan sebagian lainnya merupakan potensi alam yang belum dimanfaatkan karena adanya keterbatasan dari segi teknologi, kualitas sumber daya manusia, maupun ekonomi.

Disamping negara Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang begitu melimpah, Indonesia juga merupakan negara yang mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Penduduk Indonesia semakin tahun akan semakin bertambah jumlahnya. Jumlah penduduk di Indonesia meningkat dari tahun 1971 hingga 1980 hingga mencapai 28.282.069 jiwa, atau sebanding dengan peningkatan sebesar 23,72%. Secara umum, pertambahan penduduk normal secara berkala hampir 20%. Informasi menurut Badan Pengukur Fokus (BPS), hasil Evaluasi Kependudukan (SP 2020) pada September 2020 tercatat jumlah penduduk 270,20 juta jiwa, dimana jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk 2010, pertambahan penduduk mencapai 32,56 juta jiwa. Dengan luas properti Indonesia sebesar 1,9 juta km2, kepadatan penduduk Indonesia diperkirakan 141 individu untuk setiap km2. Kondisi penduduk yang sangat unik ini tentunya akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di suatu daerah/negara. Pangan sejatinya merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan setiap individu dan menjadi sumber energi dalam melakukan berbagai aktivitas. Pertambahan jumlah penduduk di Indonesia ini akan menyebabkan kebutuhan pangan terus meningkat. Adanya peningkatan terhadap kebutuhan pangan karena pertumbuhan penduduk yang meningkat, maka Indonesia memiliki tantangan baru yakni dalam mencapai ketahanan pangan. Ketahanan pangan sendiri memiliki dua slogan penting, yaitu aksesibilitas pangan yang cukup dan merata serta akses masyarakat terhadap pangan, baik secara riil maupun finansial. Dengan demikian, ketahanan pangan dapat dicirikan sebagai pintu masuk setiap keluarga atau individu untuk memperoleh pangan yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan hidup yang kokoh dengan prasyarat pengakuan pangan sesuai kualitas atau budaya yang relevan dengan memikirkan ramah, kondisi keuangan, akses, dan aksesibilitas pangan.

Keputusasaan terhadap ketahanan pangan adalah sesuatu yang tidak dapat dianggap sebagai masalah yang pengaturannya dapat ditunda. Terlepas dari kenyataan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah, tidak dapat memastikan bahwa bangsa ini dapat mencapai ketahanan pangannya sendiri jika pembangunan penduduk berkembang pesat dan kondisi efisiensi pangan masih sangat rendah. Sejujurnya, Indonesia sampai saat ini masih merupakan negara yang menganut kadar garam yang tinggi. Memang, Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang kedua di planet ini, dengan panjang 95.181 kilometer. Ibu kota dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia ini seharusnya memberikan banyak keuntungan bagi wilayah laut di Indonesia, termasuk potensi persediaan garam yang sangat besar dan memiliki pilihan untuk mengatasi masalah dalam negeri. Meskipun demikian, kenyataan yang tidak terduga adalah bahwa ini bukanlah situasinya. Presiden Ir. Joko Widodo telah mengungkap alasan Indonesia harus mengambil garam, terlepas dari aset normalnya yang tinggi. Hal ini terjadi mengingat industri garam rakyat belum ideal dalam mencapai batas produksinya. Proyeksi minat garam masyarakat 4,5 juta ton, sedangkan kreasi dalam negeri cukup siap memenuhi 3,5 juta ton. Pada 2019, nilai impor garam modern Indonesia mencapai US$ 108 juta. Lantas, hal yang perlu digarisbawahi dalam penyelesaian hal ini adalah pada bidang produktivitas pangan. Untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, maka perbandingan antara permintaan (demand) dengan penawaran (supply) harus seimbang. Untuk dapat mencapai keseimbangan tersebut, maka ada banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas pangan, mulai dari penguasaan teknologi, degradasi lahan, sistem distribusi, hingga kualitas sumber daya manusia menjadi hal yang esensial dalam kondisi pangan di Indonesia.

Negara Indonesia memiliki banyak permasalahan, baik dalam kepentingan mewujudkan ketahanan pangan, mewujudkan intensifikasi dan ektensifikasi pertanian, peningkatan produktivitas, pengolahan hasil pertanian, diversifikasi pangan, dan lain sebagainya. Kegunaan makanan adalah nilai yang menunjukkan hasil penciptaan normal per satuan wilayah per peralatan makanan. Produktivitas pangan inilah merupakan kunci dari terwujudnya ketahanan pangan. Bagaimanapun, ada banyak komponen yang mempengaruhi kegunaan makanan itu sendiri. Yang pertama, yakni penguasaan teknologi pada bidang pertanian. Permasalahan ini sangat relevan dengan masa Revolusi Industri 4.0 seperti sekarang. Lantas, dengan teknologi inilah seharusnya dapat senantiasa meningkatkan kapasitas produksi serta kualitas pertanian dan bahan pangan. Sebagai contoh, adanya kenaikan bobot rata-rata sapi pedaging lndonesia sebesar 0,5 kg/hari/ekor, dengan input teknologi yang tepat, maka berpotensi untuk ditingkatkan mendekati produktivitas sapi di Australia sebesar 1,55 kg/hari/ekor. Demikian pula dengan produktivitas usaha tani padi yang di Indonesia masih sebesar 4,5 ton/ha, dengan pengaplikasian teknologi yang tepat maka dapat ditingkatkan menyamai produktivitas di Vietnam yang mencapai 8 ton/ha. Dengan perbaikan teknologi penggilingan inilah maka dapat menambah pasokan beras 1 juta ton (setara Rp. 2,7 trilyun) dari produksi gabah nasional sebanyak 54 juta ton GKG. Saksi mata keuangan pada Establishment for Advancement of Financial aspect and Money (INDEF), Bhima Yudistira mengungkapkan, alasan rendahnya otoritas inovasi dalam agribisnis di Indonesia adalah karena rendahnya kesadaran inovasi di kalangan petani. Selama pemberontakan yang terkomputerisasi, banyak kemajuan pedesaan yang belum berkembang. Rendahnya tingkat pendidikan dan tidak adanya persiapan dalam pemanfaatan inovasi masa kini adalah alasan utama efisiensi pangan masih sangat rendah dan tradisional. Terlebih, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), lebih dari 91% usia para petani di Indonesia didominasi oleh petani berumur diatas 40 tahun, dengan mayoritas usia 50-60 tahun. Secara otomatis, penguasaan teknologi terhadap pertanian akan kian sulit karena tidak adanya regenerasi dari petani itu sendiri.

Variabel berikutnya adalah korupsi tanah. Latihan peningkatan serta menghasilkan manfaat, juga menyampaikan peluang (akibat buruk) pada iklim. Transformasi lahan pedesaan pada dasarnya adalah jenis hasil yang masuk akal dari pembangunan dan perubahan dalam desain keuangan dari sebuah kawasan lokal yang sedang berkembang. Peningkatan ini tercermin dari perubahan komitmen bidang kemajuan dari bidang esensial (pertanian) ke bidang pembantu (perakitan) dan tersier (administrasi). Belakangan, perebutan penggunaan lahan antar berbagai bidang seperti agrobisnis, industri, pertambangan, dan pekerjaan umum (yayasan, pemukiman, industri) sulit dihindarkan. Area pekerjaan umum dan mekanik telah mempengaruhi area agraris, terutama dalam pemanfaatan area pertanian yang bermanfaat. Sementara itu, kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Pemenuhan kebutuhan pangan vital seperti beras, kedelai, jagung, dan gula sampai saat ini masih menemui kendala. Bahaya mendasar bagi upaya untuk mengikuti kemandirian padi yang dicapai pada tahun 2008 dan untuk mencapai kemandirian kedelai yang ditetapkan pada tahun 2010 adalah perubahan lahan. Lagi pula, peningkatan lahan sawah sangat lamban bahkan menurun karena perubahan kapasitas. Mengingat Peraturan/Tata Ruang Kota (RTRW) di seluruh Indonesia, sekitar 3,1 juta ha atau 42% sawah yang tergenang akan terganggu dengan kapasitas yang terus berkembang. Ini akan menjadi bahaya yang berbeda untuk pengelolaan kemandirian beras dan rencana kemandirian dalam item yang berbeda, di mana perkembangan mekanis yang lebih baik tidak dapat diandalkan daripada memiliki pilihan untuk bertahan dengan meluasnya hilangnya lahan hortikultura yang berguna. Jika rencana transformasi lahan terjadi, bahaya terhadap keterjagaan kemandirian pangan akan lebih menonjol, seperti halnya aksesibilitas pangan. Untuk setiap hektar sawah yang berganti pekerjaan, diharapkan lahan seluas 2,2 ha dapat menutupi ciptaan yang hilang karena manfaat besar dari sawah saat ini dan berbagai masalah yang dialami di sawah yang baru dibuka.

Dewasa ini, mutu SDM pertanian Indonesia juga masih memiliki keterbatasan yang nyata. Persentase penduduk setengah pengganguran 70,2 % berada pada sektor pertanian dan 29, 8 % berada di sektor non-pertanian. Sifat Sumber Daya Manusia agribisnis Indonesia pada masa kemerdekaan provinsi ini sebenarnya memiliki hambatan yang sangat besar dari segi mental yang menggagalkan, terutama sejauh menjadi lesu/ragu-ragu/malas, kurang informasi dan berhati dingin, ragu-ragu, kerja tidak teratur, cemburu dan berkeinginan. Sementara itu, kesungguhannya adalah bahwa kebutuhan pangan akan terus meningkat dalam jumlah, ragam, dan kualitas, seiring dengan kemajuan penduduk, kepuasan pribadi daerah setempat. Jumlah penduduk di Indonesia sangat besar, sekitar 204 juta dan terus berkembang sebesar 1,6% setiap tahun, membutuhkan persediaan makanan yang cukup besar, yang jelas akan membutuhkan usaha dan aset yang luar biasa untuk memenuhinya.Tanpa manajemen sumber daya manusia yang handal, pengelolaan, penggunaan dan pemanfaatan sumber -- sumber lainnya menjadi tidak berdaya guna dan berhasil guna. Rendahnya kualitas SDM di bidang agraris, khususnya petani seperti sebagian besar pejabat/pejabat khusus/buruh augmentasi hortikultura sangat meresahkan. Padahal, SDM petani/pekerja agribisnis, serta petugas agrobisnis merupakan dua pilar utama dalam pergantian peristiwa hortikultura, khususnya peningkatan sistem dan organisasi agribisnis. Oleh karena itulah, Sumber Daya Manusia pertanian yang berkualitas adalah prasyarat mutlak keberhasilan dalam pembangunan pertanian dan mencapai ketahanan pangan yang baik.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diartikan bahwa dalam membentuk suatu sistem pertanian yang berhasil, meliputi kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri dan mampu meningkatkan produktivitas pangan, maka berbagai faktor penyebab yang menjadi unsur produktivitas pangan seperti penguasaan teknologi, degradasi lahan, serta kualitas sumber daya manusia harus baik. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pangan di Indonesia, antara lain:

1.  Pada bidang penguasaan teknologi

Seharusnya, otoritas publik memiliki pilihan untuk membantu efisiensi pangan sejauh masuknya inovasi hortikultura bagi anak muda atau alumni pedesaan yang tertarik bercocok tanam. Di masa inovasi ini, anak muda membutuhkan sesuatu yang sederhana dan cepat, dan inovasi berkeliaran untuk segalanya. Salah satu kemajuan pedesaan yang rutin dialami adalah Mesin NSPU-68C. Mesin ini merupakan mesin tanam padi yang sangat sukses untuk mempercepat pertumbuhan padi dalam jumlah banyak serta efektif karena dengan mesin ini petani dapat melakukan sistem budidaya sendiri dan dalam waktu yang singkat sehingga menghemat tenaga dan biaya. Meski demikian, masuknya pemanfaatan inovasi hortikultura secara positif membutuhkan biaya yang besar. Untuk membeli mesin pembuat beras NSPU-68C, kita membutuhkan sekitar 125 juta rupiah. Dengan biaya yang sangat besar, tentunya masuknya inovasi akan merepotkan, apalagi jika petani tidak memiliki modal barang dagangan dan tentunya masuk ke inovasi ini tidak akan terpikirkan. Namun, dengan campur tangan pemerintah, entri sederhana untuk inovasi bagi petani muda akan menjadi lebih sederhana. Dengan masuknya inovasi, sistem pembudidayaan akan lebih cepat dan harus dimungkinkan untuk lingkup yang lebih besar, sehingga keuntungan yang akan diperoleh juga jelas lebih menonjol. Dengan akomodasi ini, anak-anak akan lebih tertarik untuk bergabung dengan dunia hortikultura karena kemungkinan masuknya strategi baru sehingga budidaya menjadi lebih sederhana dan jelas benar-benar produktif.

2.  Pada bidang degradasi lahan

Upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi isu penurunan nilai tanah adalah bahwa otoritas publik dapat menerapkan inovasi pengelola lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang masih mengudara melalui penilaian kewajaran lahan untuk produk tertentu dan penilaian disintegrasi untuk setiap unit lahan. tergantung pada teknik Widespread Soil Misfortune Condition (USLE). Strategi ini tidak hanya langsung, tetapi juga sangat banyak diterapkan di daerah-daerah yang komponen utama penyebab disintegrasi adalah hujan dan tumpahan. Strategi USLE dimaksudkan untuk meramalkan ukuran normal disintegrasi dan pernyataan di pusat dan hilir DAS. Strategi ini akan memberikan saran untuk perubahan pada saat ini (yang ada) kerangka kerja eksekutif menuju daratan yang bergantung pada kewajaran darat dan kegiatan perlindungan yang diperlukan. Tidak hanya itu, otoritas publik juga harus memberikan bantuan kepada kantor dan kerangka hortikultura, kantor dan yayasan sistem air, peningkatan kecepatan akreditasi tanah serta struktur yang berbeda sesuai dengan pengaturan undang-undang dan pedoman. Penataan kekuatan pendorong tersebut selain merupakan upaya untuk memastikan sawah sebagai lahan pertanian yang terpelihara, sekaligus menaklukkan alih fungsi lahan pangan. Mengontrol perubahan lahan sawah adalah salah satu prosedur untuk membangun batas produksi padi rumahan. Oleh karena itu, penting untuk mempercepat penjaminan PLSD dan mengendalikan alih fungsi lahan sawah sebagai program kunci publik. Kemudian, pada saat itu, pemerintah pusat harus tegas dalam memeriksa pelaksanaan kemerdekaan provinsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengawasi dan menyiapkan pendekatan untuk ahli penggunaan lahan sesuai pedoman, dan tidak didasarkan pada daerah mana yang paling banyak menyumbang biaya klien untuk ruang angkasa.

3.  Pada bidang Sumber Daya Manusia

Untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan sifat SDM dan pemulihan petani muda/milenial di agribisnis, pengaturan utama, khususnya motivator untuk memulihkan petani Indonesia, memerlukan akses yang mudah ke lahan. Kebutuhan mendasar dalam budidaya adalah aksesibilitas lahan. Oleh karena itu, para pemuda, khususnya alumni hortikultura yang gemar bercocok tanam, sudah sepatutnya diberikan kenyamanan oleh otoritas publik untuk mengawasi tanah negara. Dalam hal tanah negara dapat diserahkan kepada suatu organisasi melalui izin HGU (Hak Guna Usaha), mengapa peneliti hortikultura yang berencana membudidayakan tidak boleh berurusan dengan tanah negara? Padahal masih banyak lahan yang diharapkan di Indonesia yang belum dimanfaatkan. Lahan potensial ini tersebar di seluruh Indonesia dan dengan asumsi setengah atau seperempat dari potensi lahan dapat dikuasai oleh peneliti pedesaan, tidak hanya akan terciptanya peningkatan areal agraria, namun posisi terbuka juga akan meningkat. kenaikan. Kemudian, pada saat itu, otoritas publik dapat mengadakan pengembangan persiapan untuk menggarap fitrah SDM agraria. Selama ini para petani tampak berjalan sendiri-sendiri dan merasa diremehkan. Pembinaan, persiapan dan pembinaan pembangunan merupakan salah satu jawaban yang tepat untuk memulihkan jiwa, segala pertimbangan, pikiran dan kerja yang tidak terpisahkan dalam mengembangkan keluhuran budi pekerti petani sebagai penghibur utama dalam mengakui kekuatan pangan. Hal ini diandalkan untuk memiliki opsi untuk menggerakkan petani dalam membuat kemajuan program. Melalui persekolahan, penyiapan dan pengarahan ini dipercaya dapat menjadi suatu prestasi atau prestasi untuk memahami kembali kecemerlangan kawasan hortikultura terhadap goyangan pangan yang tidak berhenti sampai disini namun akan terus bergerak sesuai dengan jiwa pembangunan dan etos petani di Indonesia.

Oleh karena itu, dengan keanekaragaman hayati yang melimpah dan dengan menerapkan jawaban ini untuk komponen-komponen yang mendorong efisiensi pangan, misalnya di bidang kewenangan inovatif pangan, masalah korupsi lahan, sifat SDM, dan elemen pendukung lainnya, kegunaan pangan akan meningkat. sehingga Indonesia berpeluang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pangan kerabatnya, memiliki korelasi yang wajar antara ketersediaan pangan (supply) dan pembangunan penduduk yang meluas (request), serta dapat mewujudkan ketahanan pangan untuk membawa negara ini menuju kejayaan dan kesuksesan. Hal ini juga sesuai dengan upaya otoritas publik untuk mengakui Indonesia sebagai tempat tinggal hewan pangan dunia pada tahun 2045 yang diandalkan sebagai awal negara Indonesia berubah menjadi negara perdagangan pangan terbesar di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun