Mohon tunggu...
Nimas Ayu Baka Arum
Nimas Ayu Baka Arum Mohon Tunggu... -

Cahaya yang lahir dari Tatapan mata Tuhan Nimas Ayu Baka Arum,, mungkin aku bukanlah siapa-siapa kecuali puisi. dengan guratan padam disekujur tubuhku. aku mengenali kehidupan dengan tapak ayah ibuku, bersayap dan mimpi yang berwarna putih. begitupun,seperti biasa kulihat mereka,namun apa hak ku bertanya,tentang gugurnya kesetiaan atau takdir/ aku hanya selalu meyakini bahwa mereka........adalah huruf-huruf yang mengaji pagi-pagi.terkadang aku muntah, terkadang aku sangat sungkan apabila tak menunaikannya! tapi, siapa yang akan bertanya bahwa aku adalah anak yang merindukan seorang ayah dari sepinya yang mati. Tuhan telah banyak tahu,setinggi apa kehendakku untuk mencapainya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kepada Yang Bernama Hidup

7 Februari 2012   14:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:57 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seandainya sebelum aku terlahir ke bumi ini diberi kesempatan meimilih

Aku akan terlahir dari tanganMu dengan cara menjatuhkan diri seperti biji bjian yang ditanam, maka tumbuh sebagai pohon yang hijau akar yang kuat dan bunga yang merah.

Tapi seperti inilah memang semestinya manusia memiliki jalan hidupnya,

Tuhan selalu tahu bagaimana mempunyai guratan luka yang baik,

Yang setelah itu berbuah menjadi bunga yang ada di antara taman surga seluas dada orang-orang yang pengasih hatinya.

Dari arah mata ini: jendela yang disapu angin, dan sebilah air hujan yang menetes

Aku sedang menunggu rembulan Dan matahari kuning keemasan tumbuh dari tubuhku

Ia bernama fajar yang sering didongengkan para penyair sebagai perempuannya

Hai kau yang suka menuruni punggungku? Aku: pengantinmu

Disini: didada ini ada ladang dimana kita menanam beberapa tempat yang ingin kita jadikan sebagai tempat pertemuan, sebagai kebersamaan yang mempunyai kehendak.

Sebagai milikku.

Kepada yang bernama Hidup

Kematianlah yang sering berjalan kecil menuju kita

Sebuah hari dan waktu dimana kamu akan membayangkan kekasihmu

Dimana kamu akan tiba2 dihadapkan langsung dengan wajahnya

Seperti halaman rumah yang terbuka, ya…seperti itu rasanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun