Mohon tunggu...
NIMAS ADE DYAH RATNASARI
NIMAS ADE DYAH RATNASARI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

an ordinary girl

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kisah Baru untuk Lembar Baru

12 Juni 2023   07:28 Diperbarui: 12 Juni 2023   07:41 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mendapatkan murid yang penurut, pendiam, dan selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, persis seperti teman-temannya semasa sekolah dulu adalah pikiran sederhana yang ada di kepala. Namun, mengajar di kelas XI RPL A dan XI RPL C membuatnya berpikir bahwa tak semua murid sama. 

Tidur di kelas, bermain handphone, mendengarkan musik, dan bolak-balik izin ke kamar mandi sudah menjadi rutinitas yang dirinya lihat tiap kali ia mengajar. Namun, kondisi inilah yang memberikan tantangan tersendiri bagi dirinya selaku guru. 

Berpikir bagaimana caranya belajar yang sesuai dengan keinginan mereka, tetapi tujuan pembelajaran tetap tersampaikan dengan baik. Kedekatan emosial antara guru dengan murid ternyata juga memiliki peran tersendiri dalam kegiatan pembelajaran.

Pengalaman pertama menjadi guru membuatnya merasa campur aduk. Berharap akan anak didiknya dapat mengerjakan semua tugas dan ulangan harian yang diberikan, yang menjadi bahan untuk mengetahui seberapa paham mereka akan materi yang telah disampaikan, tak berjalan mulus. Itulah kali pertama dirinya merasa gagal dalam mengajar. Itulah sebab munculnya pertanyaan "Apakah bisa menjadi guru yang baik?" selalu terputar di kepala bak kaset rusak yang terus-menerus berputar. 

Keraguan akan kemampuannya tak pernah absen untuk mengganggu hari-harinya. Namun, dirinya tersadar akan satu kalimat "setidaknya kamu sudah berusaha yang terbaik." 

Kalimat itu yang menjadi tamparan bahwa tak semuanya berjalan mulus sesuai yang diharapkan. Adakalanya merasa gagal dan kecewa, tetapi tak apa selagi sudah berusaha sebaik mungkin untuk mewujudkannya. Gagal dan kecewa bukanlah tembok besar yang menjadi penghalang untuk berhenti melangkah.

Sekali lagi, menjadi guru tak pernah terlintas di kepala. Namun, sapaan "Bu Ade" di setiap kali berjumpa dengan murid membuat dirinya tersadar bahwa kini ia sedang menjalani peran sebagai guru. 

Akan tertulis dengan rapi di buku hariannya tentang bagaimana rasanya ketika menjadi guru di SMK Negeri 8 Malang, tentang bagaimana caranya mengontrol rasa gugup dan takut akan kegagalan, tentang bagaimana kecewanya ia kepada dirinya sendiri ketika murid yang ia ajar gagal mengerjakan tugas, tentang bagaimana bahagianya ia ketika sapaan "Bu Ade" terus terdengar sepanjang ia berjalan, dan tentang apa-apa yang ia rasakan di SMK Negeri 8 Malang. Terucap terima kasih dan maaf dari mulutnya untuk orang-orang yang memberinya kesempatan menjalani peran sebagai guru.

Kisah ini memang sebentar, tetapi akan terus ia kenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun