Mohon tunggu...
eny mastuti
eny mastuti Mohon Tunggu... -

Ibu dua orang remaja. Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati dan Ampela Ayam, adalah Kado Terbaik dari Ibu

27 Desember 2017   21:37 Diperbarui: 27 Desember 2017   23:38 1823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Ibu pergi arisan atau kegiatan sosial lain, seperti ke acara kawinan, tasyakuran kelahiran bayi, kenduri dan sebagainya, maka saya lah yang diajak serta menghadiri. Bukan adik saya.

Ibu hampir-hampir tidak pernah marah kepada saya. Kepada kakak dan adik, Ibu kadang bisa marah untuk hal sepele. Sementara ke saya, jika berbeda pendapat biasanya Ibu mengajak diskusi. Mengungkapkan alasan, memberi tahu resiko-resiko pilihan, menyodorkan alternatif dan sebagainya. Tetapi bukan dalam intonasi emosi. Ibu selalu datang kepada saya dalam nada diskusi, ngobrol.

Beranjak dewasa, terasa bahwa Ibu lah sabahat terbaik. Apapun saya diskusikan. Dan itu menjadi modal yang besar sekali untuk saya menapaki hidup. Dalam karir dan keluarga. Menjadi kurang Pe De ketika mengambil keputusan tanpa ngobrol dulu dan minta doa restu Ibu.

Saking dekatnya, seperti tidak ada sekat diantara kami. Beberapa hal yang sensitif dikisahkan hanya kepada saya, bukan kepada kakak dan adik. Ketika tanya alasannya, Ibu tersenyum lalu mengatakan paling nyaman ngobrol dengan saya.

*****************

Bulan April 2016, Ibu jatuh sakit. Terkena kanker paru-paru stadium akhir. Dokter memvonis usia Ibu tinggal 3 bulan. Tidak disarankan kemoterapi karena alasan usia dan level kanker yang diderita. Dokter hanya meresepkan vitamin dan obat anti nyeri dosis tinggi. Tidak ada pantangan, artinya makan apapun diperbolehkan asalkan pasien mau. Dan memang, meskipun boleh ternyata nafsu makan juga terus menurun. Sehingga jatuhnya sama saja, dipantang maupun tidak.

Keluar masuk rumah sakit menjadi hal yang tiba-tiba saja terasa biasa. Merawat Ibu dengan segala perkembangan buruk nya adalah tantangan harian. Pernah, hampir satu bulan kami menjaga Ibu opname. Beberapa kali dilakukan penyedotan cairan dari paru-paru. Hasilnya berliter-liter cairan warna merah muda , kadang mirip air teh bening, keluar melalui selang sebesar jari telunjuk yang dipasang di bawah ketiak kanan. 

Suatu hari tiba-tiba sariawan hebat menyerang, hingga tak mampu menelan setetes air pun. Lalu diare parah , kemudian susah BAB hingga beberapa hari. Dan pernah juga mengalami pendarahan luar biasa hingga pispot pun tak mampu lagi menampung banyaknya gumpalan darah hitam pekat yang keluar. Minta dipijit setiap saat. karena katanya tulang terasa  ngilu di sekujur tubuh.

Kanker sudah menyebar atau istilah dokter metastase. Baru lah kami beritahu Ibu kondisi sebenarnya. Sebelumnya, sengaja tidak terbuka ke Ibu tentang penyakit nya. Banyak pertimbangan, diantara nya tidak tega,  takut Ibu akan semakin down jika tahu , menjaga semangat hidup Ibu agar mau berjuang melawan penyakit yang kami yakinkan bisa sembuh dan beberapa alasan lain. 

Ternyata, semangat Ibu dan ketidak tahuan itu mampu membuat nya  bertahan hingga 11 bulan, bukan 3 bulan. Kami bersyukur mendapat kesempatan merawat Ibu lebih lama dari perkiraan awal.

Setelah mengetahui kondisi sebenarnya, kondisi Ibu semakin menurun. Seorang kakak ipar berinisitif mendatangi Pak Kyai. Tujuannya meminta doa dan jamu. Jika Ibu memang harus " pergi"  meninggalkan kami, semoga dimudahkan jalannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun