Kok kesannya, serem banget sih, suasana pasar tradisional?  Ah, nggak juga, kok. Karena sebenarnya, tidak semua padagang di pasar tradisional galak. Ada juga yang santun, halus tutur kata dan baik sikapnya.  Apalagi  jaman sekarang,  beberapa pemilik lapak  menyerahkan usaha  kepada generasi berikutnya : anak atau cucu.  Dampaknya, terdapat perubahan sikap / model pelayanan yang cukup drastis. Generasi baru ini biasanya, jauh lebih memanusiakan manusia (pembeli). Lebih ramah, bahkan mengesankan betapa butuhnya mereka akan kehadiran kita/pembeli.
Tetapi jumlah mereka belum banyak, belum mampu menghapus kesan pedagang galak di pasar tradisonal.
======================
Lalu apa yang membuat atau memicu munculnya sikap galak pedagang pasar tradisonal selama ini? Menurut saya :
a. Tingkat pendidikan atau kualitas SDM.
Dengan segala hormat , sorry to say, menyebut kualitas SDM menjadi salah satu faktor. Seperti kita tahu, kualitas SDM mempengaruhi pola pikir,       sikap seseorang dalam menghadapi permasalahan dan bersosialisasi. Termasuk melayani pembeli.
b. Kultur atau budaya dalam pasar yang keras.
Saya lahir dan tumbuh di sebuah rumah yang berada tepat di depan pasar tradisional skala  menengah, bukan pasar induk. Apa yang paling melekat dalam memori masa kecil, selain  kondisi fisik dan aktifitas jual beli di dalamnya? Ternyata, jawabannya adalah 'kebiasaan ibu-ibu pedagang pasar itu  bertengkar.'
Mungkin karena terlalu sering mereka berantem, terlalu keras suara amarah mereka, terlalu banyak hal -sepele- yang dapat menjadi bensin penyulut emosi mereka. Saat masih  kecil, saya melihat pertengkaran mbok-mbok bakul,  setiap hari.  Bisa lebih dari sekali dalam sehari. Baik oleh pelaku yang sama maupun ganti  pemain.
Mereka bisa bertengkar hebat, hanya karena ketika sama-sama menerima barang  drop-drop an dari mobil angkutan, lalu ada dagangannya ( buah,sayur dll.) tertindih barang milik lawan. Pecahlah perang!
Antar pedagang, bisa saling jambak-jambakan, karena penjual lain mengabulkan penawaran pembeli yang sebelumnya ditolak pihak lawan. Padahal  jika dipikir, bukankah pembeli tersebut berada dalam keadaan bebas,  free, tidak terikat negosiasi dengan pihak manapun,  karena pemilik lapak sebelumnya  menolak penawaran?  Tetapi logika semacam itu jauuuuuh,  entah keselip  dimana, pokoknya pemilik lapak yang  gagal  merayu pembeli itu bersungut-sungut lalu menyerang lawannya tanpa ampun.