Selain ketiban sampur harus menanggung biaya sertifikasi tanah yang muuuahaal. Para tetangga juga harus menghadapi masalah terkait sikap bank yang tidak humanis.
Jadi begini.., Bank Badrun tempat kami ambil KPR, memiliki perhatian besar terhadap problem sertifikasi. Mereka berupaya agar 'khususnya' sertifikat rumah kami bisa secepatnya diproses. Saya rasa mereka jauh lebih  semangat  lho, dibanding kami. Bayangkan, tiga atau empat  kali pergantian pimpinan cabang, semua memberi atensi khusus. Tiap pimpinan  dalam periode tersebut, pernah mengajak kami berunding di ruang kantornya yang adeeem, rapi  dan nyaman.
Sempat juga terbersit tanya, ini  sebenarnya kepentingan siapa yang sedang diperjuangkan? Demi kami, nasabah yang disiplin bayar angsuran, cieee..., atau untuk tertib admisnistrasi.  Mengingat bertahun-tahun proses pengikatan agunan tak kunjung beres. Beberapa kali kami diantar melobi  ke notaris, pernah juga datang ke kantor BPN - Badan  Pertahanan Nasional. Tetapi semua usaha akhirnya Gatot -gagal total.
Tetapi meskipun tidak berhasil, fakta bahwa saya dan suami, bolak - balik diajak rembugan oleh Bank Badrun, telah menyulut rasa cemburu para tetangga. Karena mereka sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari Bank Toyib, untuk kasus yang sama.
Pada suatu pertemuan di kantor notaris, nasabah Bank Toyib  mengamuk dan memaki-maki petugas yang diutus. Dalam hal penentuan utusan ini pun, saya melihat ada perbedaan menyolok.
Dari Bank Badrun, datang bagian kredit yang cukup senior. Gagah dan PD mendampingi kami dan menyampaikan usul saran, serta siap untuk terus bekerja sama.
Sementara Bank Toyib mengutus beberapa pegawai perempuan, yang tampak seperti  ABG unyu-unyu.  Para tetangga tersinggung, karena menganggap penentuan utusan ini sebagai pelecehan.  Masak untuk urusan penting begini hanya dipasrahkan kepada para gadis seumuran anak mereka.  Ditambah jawaban  yang  monoton: mohonmaaf untuk ketidak nyamanan ini. Iya, masukan bapak ibu  akan kami sampaikan kepada atasan.
Emosi memuncak, nasabah Bank Toyib memboikot angsuran hingga batas waktu yang belum ditentukan. Selama tidak ada perhatian terhadap kesulitan para user, maka mereka akan terus boikot.
 Surat peringatan satu, dua, tiga, dan kemudian plakat segel rumah, diterima para tetangga. Tetapi mereka kompak, mogok bayar. Dan saya dengar nama mereka masuk radar SID - Sistem Informasi Debitur, atau diblack list Bank Indonesia. Sehingga sulit mendapatkan pinjaman dari bank dan lembaga keuangan di bawah OJK.
Terus terang saya kurang faham sebenarnya adakah kewajiban bank untuk terlibat dalam problem semacam ini? Jika tidak ada, mengapa Bank Badrun begitu perhatian kepada kami, sementara bank Toyib tidak?
Tetapi yang jelas, Â kami bersyukur mengambil KPR dari bank yang humanis, yang entah untuk alasan apa, sangat membantu secara moril dalam menyelesaikan sertifikat rumah.