Mohon tunggu...
eny mastuti
eny mastuti Mohon Tunggu... -

Ibu dua orang remaja. Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orang Tua Ingin Lihai Bermedia Sosial, Belajarlah dari Anak

26 Juli 2017   16:26 Diperbarui: 27 Juli 2017   11:13 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak muda lebih jago memanfaatkan media sosial, orang tua layak berguru kepada mereka.

Tetapi darah muda bisa menyeret  remaja ke dalam problematika bermedia sosial, tugas orang tua mengajarkan sikap bijaksana dan waspada.

 

Media sosial memberikan banyak manfaat, tetapi tak sedikit pula mudlarat.

Keluarga masa kini, selain aktif  menjadi pengguna media sosial, juga harus menjadi tameng bagi dampak negatif yang ditimbulkannya.

 ****************

 Media Sosial ( Medsos ) telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, sampai pada tingkat terkecil, yaitu keluarga.  Media sosial membuat yang terpisah, tetap saling terhubung.

Baik ketika terpisah sementara karena aktifitas  harian yang berbeda, atau mereka yang berjarak karena berjauhan tempat tinggal. Lokasi kegiatan dan jarak tempat tinggal yang berbeda, seringkali mampu diatasi dengan   "rasa   dekat "   karena  intens nya  komunikasi digital.

APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) baru-baru ini mengumumkan hasil survei Data Statistik Pengguna Internet Indonesia tahun 2016.

Disebutkan, jumlah pengguna Internet di Indonesia tahun  2016  adalah 132,7  juta user   atau sekitar  51,5%  dari total  jumlah penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta jiwa.

Dan konten social media yang paling banyak dikujungi adalah Facebook sebesar 71,6 juta pengguna atau 54% dan urutan kedua adalah Instagram sebesar 19,9 juta pengguna atau 15%.

Mengutip Wikipedia Bahasa Indonesia, Media sosial adalah sebuah media online, para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.   

Selain layanan itu, ada juga aplikasi chatting. Yaitu kegiatan berkomunikasi secara langsung oleh sesama pengguna internet. Bentuk komunikasi chatting dapat berupa suara, teks atau dalam bentuk video langsung dan berbicara tanpa teks.

Aplikasi chat yang kini digandrungi masyarakat Indonesia, yaitu WhatsApp (WA). Layanan ini lebih terbatas dalam penyebaran pesan. Karena hanya tertuju kepada satu penerima,  atau  kepada anggota grup WA tertentu.  Namun , konten yang dishare dalam grup terbatas pun, bisa dengan mudah disebarkan ke media sosial yang jangkaunnya lebih luas.

Aplikasi WA yang relatif mudah, sederhana serta gratis ini, paling diminati di Indonesia. Pengguan nya  sesuai laporan Databoks,  mencapai 43 persen. Terbanyak diantara pengguna layanan chat lainnya. Maka tak heran, bermunculan grup WA yang dibentuk atas dasar ikatan atau kesamaan. Misalnya hubungan keluarga,  profesi, hoby dan lain-lain.  

Melalui aplikasi chat ini pula, sebagai seorang ibu,   saya bisa tetap menjalankan rutinitas "cerewet"   setiap hari.  Khususnya kepada anak-anak yang sedang jauh secara jarak.  Seperti mengingatkan  waktu sholat,  jam makan, waktu belajar, meminta mereka tetap jaga diri, jaga iman dan jaga image..., pokoknya berhati-hati dalam setiap kegiatan yang mereka lakukan.

Kebo Nyusu Gudel

Sebelum sampai pada  tahap bisa saling bertukar informasi di dunia maya seperti saat ini, kami  -orang tua-  harus berguru dulu kepada anak-anak. Tentang cara mengoperasionalkan  telepon pintar,  memahami fitur-fiturnya,  cara bergabung dan aktif  dalam medsos dan aplikasi chatting, dan lain sebagainya.

Dalam bahasa Jawa, ada peribahasa yang  menggambarkan situasi tersebut. Yaitu  Kebo Nyusu Gudel.  Terjemahan bebasnya adalah , orang tua (bapak ibu) berguru, menimba ilmu kepada anak-anak, atau  pihak yang lebih muda. Intinya,  menggambarkan sebuah situasi yang  tidak  ideal.  Karena pada umumnya, anak-anaklah yang berguru kepada orang yang lebih tua.

Bukan rahasia lagi,  generasi muda jauh lebih terampil dan sigap memahami teknologi, termasuk gadget.  Sementara orang  tua -- paruh baya- lebih banyak yang   gaptek. Gagap teknologi.  Atau setidaknya, harus tertatih - tatih dulu ketika mulai menggunakan aplikasi yang agak njlimet.

Akibatnya pengguna telepon pintar  dari  kelompok umur ini,  hanya menggunakan smartphone sebatas untuk berkomunikasi  telpon, SMS, dan komunikasi yang mudah cara pengoperasiannya.  

Salah satu bukti terampilnya generasi muda dalam penggunaan perangkat telekomunikasi modern adalah, pelaku online shop yang didominasi kaum muda.   Income para pedagang barang  dan jasa  di dunia maya, saat ini konon banyak yang melebihi penghasilan para pebisnis (lama) yang berdagang secara konvensional.

Tameng itu bernama " bijaksana dan waspada"

Media sosial mampu melakukan banyak hal. Membuka sekat, meluaskan jangkauan dan mendekatkan jarak.   Melalui medsos,  rakyat jelata dapat berinteraksi langsung dengan para tokoh masyarakat kaliber nasional.  Tidak ada lagi sekat.  Pebisnis online bisa menjual produknya ke berbagai penjuru dunia. Tidak ada lagi batasan wilayah dagang. Dan seterusnya.

Pertanyaannya, bahaya apa yang kemudian muncul ketika sekat telah terbuka, jangkuan semakin luas dan jarak semakin dekat?

Menurut kami,  bahanya nya adalah  jika : ternyata  sekat yang  terbuka justru  mengaburkan nilai-nilai  baik buruk,  ketika yang semakin mudah dijangkau adalah  kemaksiatan  dan jika yang mendekat  adalah godaan untuk menjauhi kebaikan.

Dan ancaman itu nyata.  Siapa yang mampu mengontrol  anak-anak  (remaja) ketika mereka selalu aktif dengan gawai nya, dalam suasana dan ruang  privat  mereka.  Apa yang mereka tonton, apa yang mereka serap, dan apa yang mereka sampaikan di medsos. Rasanya, tidak mungkin orang tua mampu mengawasi kegiatan komunikasi digital mereka, secara total, nonstop.

Anak-anak mungkin  memang lebih jago dalam  bermedia sosial.  Orang tua harus mengakui dan ngangsu kawruh / menimba ilmu dari mereka.   Namun ada hal-hal yang membuat orang tua harus  tetap  pada posisi  guru  bagi mereka. Yaitu  guru dalam  menjaga sikap ketika bermedia sosial.  Agar.., tetap bijaksana dan waspada.

Maka yang dapat dilakukan adalah membekali pengetahuan tentang ajaran agama, aturan / hukum negara dan norma susila. Batasan-batasan antara apa yang boleh dan dilarang dengan menggunakan tiga poin itu, akan menjadi panduan mereka dalam bergaul. Sekaligus bekal bagi upaya membangun keluarga, membangun bangsa.

Faktanya, kesalahan yang dilakukan di dunia maya, dampaknya terbawa dan sering diselesaikan dalam dunia nyata.  Kadang-kadang, hukuman menjadi ganda  atau dobel.  Pusnishment  di  internet  berupa  hujatan,  cacian dan hinaan,  serta ancaman blokir akun dari perusahaan penyedia layanan.  Sementara, hukuman secara sosial  berupa dikucilkan masyarakat dan mungkin jeratan hukum pidana.

Banyak kasus kriminal di dunia maya ,  melibatkan anak-anak, baik sebagai korban maupun pelaku. Beberapa laporan polisi menyebutkan, pelaku teror yang merugikan banyak pihak, ternyata bergabung dengan organisasi tertentu dan selalu terhubung melalui medsos / komunikasi digital.  Sayangnya, orang tua atau keluarga  justru sering menjadi  "yang tahu belakangan"  tentang penyimpangan tersebut.

Undang undang  Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU  ITE ) mengatur tata tertib berkomunikasi di jagat internet. Menuntun pengguna medsos agar berada di zona aman,  sekaligus siap menjerat mereka yang menabrak aturan.

Hari Keluarga Nasional -- Harganas  Lampung  tahun 2017 adalah salah satu momentum untuk mengingat kembali betapa pentingnya menjaga katahanan keluarga, di era media sosial saat ini.

Seberapa pun luasnya pertemanan anak-anak di dunia maya, betapa pun jauhnya mereka berselancar di internet,  sedekat apapun mereka dengan sahabat di media sosial, sejatinya keluarga lah tempat yang nyata untuk mereka pulang.

Ponorogo, Juli 2017

Sumber Data :

Wikipedia Bahasa Indonesia

Pengertian dan Contoh-Contoh Aplikasi Chatting

Databoks

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun