Mohon tunggu...
Nildza K
Nildza K Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Over" Kriminalisasi di Balik Tudung Dekolonialisasi

20 Februari 2018   08:43 Diperbarui: 20 Februari 2018   15:07 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Tribunnews.com

Lucunya, pasal ini sebelumnya telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi namun malah dicoba untuk ditancapkan kembali oleh pemerintah tanpa landasan yuridis yang pasti. Jika memang pasal ini diubah menjadi berdasarkan delik aduan, namun bukankah garis khayal pembatas antara kritisi dan caci maki hanya akan membuat masyarakat takut untuk menyuarakan keluhan?

Pikir panjang, tidak?

Pada asal 481 dan 482 RKUHP, setiap orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan suatu alat untuk mencegah kehamilan, secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, atau secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan, selain petugas yang berwenang, akan dipenjara. 

Pasal ini sangat mengancam kemudahan dalam akses layanan informasi tentang pencegahan HIV/AIDS karena masyarakat akan terlalu takut untuk dipidana, ditambah lagi pegiat HIV/AIDS tidak semua berasal dari Kementerian Kesehatan, dan hal ini menimbulkan kriminalisasi baru yang sangat represif terhadap pegiat HIV/AIDS. Pasal 495 yang membahas tentang pemidanaan kaum LGBT pun berdampak luas jika pemerintah mau berpikir panjang. 

Dengan pemidanaan ini, kaum LGBT akan semakin takut dalam mengakses layanan kesehatan dan pada akhirnya, terdapat kemungkinan bahwa mereka akan semakin abai dalam beraktivitas seksual sehingga HIV/AIDS akan sangat mudah tersebar. 

Pasal 489 yang membahas tentang prostitusi jalanan pun juga merupakan sumber keheranan terbesar saya kepada pemerintah. Pemerintah terlalu sibuk membuat populasi yang dirasa potensial terkena HIV/AIDS sebagai sasaran pidana sambil meningkatkan angka HIV/AIDS di masyarakat, bukannya memutar otak untuk membuat program kesehatan yang efektif untuk mencegah persebaran HIV/AIDS di Indonesia.

Pikir panjang, tidak?

Jika RKUHP ini disahkan, sudah sangat jelas bahwa Nawacita Presiden Jokowi nomor 1 yaitu perlindungan dan pemberian rasa aman kepada seluruh warga negara telah dilanggar. 

Dengan adanya RKUHP, revolusi mental yang selama ini dielu-elukan pun dapat dinilai nol besar. Jalannya rancangan overkriminalisasi dengan dalih dekolonialisasi yang dikemas dalam bentuk RKUHP jelas perlu dikawal oleh masyarakat, khususnya mahasiswa, agar pemerintah tidak semena-mena dalam mengambil keputusan. 

Lucu jika dengan tekanan sana-sini serta permohonan peninjauan ulang kembali dari berbagai macam golongan tidak mampu mengembalikan akal sehat pemangku jabatan tentang adanya kepentingan masyarakat luas yang perlu dinomorsatukan. 

Pola pembahasan RKUHP tanpa pimpinan ahli hukum pidana dan pelibatan sektor-sektor yang tercakup dalam RKUHP merupakan sebuah sentilan bagi mahasiswa agar mahasiswa tidak bisa tinggal diam tanpa melawan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun