Edo sudah berkumpul lagi dengan gerombolan tersebut. Beberapa saat kemudian, ku lihat Vira masuk sendirian ke kafetaria. Duduk tidak jauh dari tempatku. Kami sempat saling lirik. Ya Tuhan, entah ada angin apa, aku sungguh tidak mau menyapanya untuk saat ini. Setelahnya, yang aku lihat adalah adegan menguras perasaan dari Rio dan Fey. Berulang-ulang kali, mereka tampil mesra di hadapanku. Oh My God, adakah sosok yang bersikap baik sedikit saja kepadaku?
Hujan lagi… Gumamku sore ini saat aku hendak pulang dari kuliah. Aku sedang menepi di pinggir bangunan tua yang tidak jauh dari kampus. Seorang diri mengamati rintik-rintik hujan yang turun membasahi bumi. Aku sangat suka hujan. Dan aku ingin tetap mengaguminya.
Cukup sepi suasana di tempatku berdiri saat ini. Hanya terlihat dua atau tiga orang berlarian menyelamatkan diri agar tidak kehujanan. Aku diam sejenak sambil memandang sekeliling. Beberapa detik kemudian, ku ambil handphone di tasku. Aku ingat, Edo baru saja mengirimiku sms. Aku belum membalasnya.
Aku sedang enak-enak membaca sms Edo. Tiba-tiba suara ribut-ribut membuyarkan kegiatanku.Aku yang penasaran mencoba mencari sumber suara aneh tersebut. Aku tahu, suara itu ada di belakang bangunan tua ini. Ku pelankan kakiku agar tidak terdengar langkahnya. Ku hembuskan nafasku yang mulai gugup. Aku tidak tahu apa yang sudah terjadi. Namun, semakin aku berusaha melangkah mendekat, suara pertengkaran laki-laki dan perempuan semakin menjadi. Semakin terdengar sangat jelas. Aku mengambil ancang-ancang hendak membuka pintu bangunan tua itu. Tapi, aku terlambat, seseorang yang ada di dalam bangunan tersebut sudah membuka pintu rapuh itu beberapa detik kemudian. Aku mencoba menyembunyikan diriku di belakang pintu. Mati saja aku bila aku sampai ketahuan ikut campur masalah orang. Laki-laki yang membuka pintu itu baru saja melewati tempatku. Meskipun aku tidak bisa melihat wajahnya. Namun, dari belakang, aku tahu laki-laki itu masih sangat marah besar. Berkali-kali dia tak henti-hentinya mengumpat, menendang semua yang ada di depannya, dan tak lupa menjambak-jambak rambutnya yang sedikit. Setelah aku tahu laki-laki itu sudah pergi dari tempat ini, aku melangkah masuk memberanikan diri. Aku mencari-cari seseorang di dalam gedung tua yang lusuh tersebut dengan hanya bermodal nekat. Aku mencari dimanapun, di celah yang bisa kulihat. Namun nihil tidak ada seorangpun. Aku mulai putus asa. Kuputuskan untuk meninggalkan tempat ini.
Aku hendak melangkah menuju pintu ketika tiba-tiba langkahku di kagetkan dengan suara tangis dari dalam. Aku menolehdengan cepat. Aku berteriak “halo” berkali-kali. Dan suara tangisan itu semakin kencang. Aku berlari menuju sumbernya. Di dalam lemari di sudut ruangan. Ku buka perlahan-lahan. Aku terkejut bukan main. Cewek ini sudah terduduk lemas dengan baju robek yang tidak bisa dikatakan rapi kembali. Cewek ini terus menangis memandangku. Masih dengan bibir yang berdarah dan mata lebamnya. Dia adalah Fey.
“Ya ampun, Fey. Kamu kenapa? Kokkkk? Ya ampun. Kamu gapapa.?” Aku masih bingung bukan main. Aku tidak menyangka ia adalah Fey. Lantas, siapa laki-laki yang melakukan hal ini padanya? Tega sekali laki-laki itu.
“Cowok itu mencoba memaksaku melakukannya Nad. Namun aku tidak mau. Dan dia menganiayaku di sini. Aku ingin dibunuhnya. Tolong aku.” Jawab Fey dengan tangisan yang masih tidak bisa di hentikan. Aku duduk membersihkan tubuh Fey dengan sapu tangan kecilku. Kuputuskan untuk menelepon Edo saat itu juga. Aku ingin dia menjemputku di sini.
Sambil menunggu Edo, aku membantu Fey berdiri.
“Fey, maaf jika aku lancang, tapi, siapa laki-laki yang melakukan hal setega itu sama kamu? Dan apa hubunganmu dengan dia?” Tanyaku pelan. Aku harap, dia tidak tersinggung aku menanyakan pertanyaan ini.
Fey diam. Aku tidak bisa bertanya kembali. Rasanya, aku sudah ikut campur terlalu banyak. Mungkin, menyelamatkannya sekarang, merupakan satu alasan paling logis bahwa aku sudah terlibat dalam masalah Fey.
“Ayo kita kedepan. Mungkin Edo sudah datang.” Aku mulai memapah Fey.
“Nad. tunggu dulu. Apa benar kamu ingin tahu siapa laki-laki yang membuatku seperti ini? Meskipun ini akan membuatmu kaget?” Jawab Fey menahan langkah kami.
Aku diam. Lima detik kemudian menjawab “Katakan apa yang harus kamu katakan. Gak papa kok.”
Dengan takut-takut, Fey berkata “Dia Rio Nad. Rio, cowok gue, temen lo.”
Aku merasa baru saja kesambar petir hebat. Tubuhku seketika menjadi lemas dan gemetar. Cowok itu? Rio?
“Hah? Rio, Fey. Kenapa dia?” aku masih sangat tidak menyangka.
“Aku akan cerita nanti. Tapi, pliss Nat. jangan kasih tahu ini sama siapa-siapa. Termasuk sama Edo. Aku gak mau mereka berantem. Lagian, Rio gak berhasil ngapa-ngapain aku kok.”
Setelahnya aku membopong tubuh Fey dengan tanda tanya besar yang masih menari-nari di otakku. Aku diam tak ingin bicara apa-apa saat ini. Begitu pula dengan Fey dan Edo. Bahkan, Edo yang tadinya sempat kaget dengan kondisi Fey, tidak bertanya apapun dan membiarkan kami berdua tenang di dalam mobilnya. Aku tetap tidak percaya dengan apa yang ku alami hari ini. Namun, aku punya satu hal yang bisa kuambil kesimpulan. Bahwa aku telah salah melangkah.
Tiga Bulan Kemudian.
Segalanya sudah kembali seperti semula. Kejadian beberapa bulan lalu membawa perubahan besar dalam hidupku, juga dalam kehidupan temen-temenku yang lain. Rasanya, semua kebohongan bertahun-tahun terungkap di permukaan sedikit demi sedikit. Dan inilah kejujuran yang patut di hargai.
Rio memang memiliki sifat yang buruk dari awal. Dia seorang pecandu narkoba yang gemar bermain wanita. Fey baru mengetahui kebiasaan Rio saat mereka lulus SMK dulu. Semenjak itu, Rio sudah mulai berubah. Sikap aslinya yang suka temperamental dan possesif sering membuat jengkel Fey. Namun, Fey tidak sanggup untuk meninggalkannya. Meskipun, Fey selalu merasa sakit berada di samping Rio.
Seminggu setelah kejadian di Bangunan Tua yang melibatkan Rio dan Fey, Rio meminta maaf kepada Fey dihadapan aku, Vira, Febry, dan gank Rio. Aku bisa melihat pandangan mereka semua yang ingin menghajar Rio saat itu juga. Namun, Fey masih sangat baik sehingga bisa mengampuni dosa Rio dan berkata bahwa akan melupakan kejadian tidak menyenangkan tersebut. Rio pun sempat mendapat hukuman dari orang tua Rio dan orang tua Fey. Karena terlalu malu, Rio memutuskan pindah ke luar negeri untuk meneruskan hidupnya di sana. Aku sempat mengantarnya ke bandara. Namun, tidak ada yang special lagi yang aku kagumi dari dia. Cowok itu telah menghilangkan semua nilai baik yang pernah aku beri untuknya dalam hitungan detik. Dan aku tau, aku memang tidak pernah mencintainya. Aku hanya mengaguminya. Dulu, bukan sekarang.
Kehidupan Fey juga sudah berubah. Ia juga memutuskan pergi ke luar negeri. Cewek kuat itu, berkali-kali menegaskanku agar aku selalu bersyukur pada Tuhan tentang semua yang sudah terjadi akhir-akhir ini. Fey berkata, bahwa dia tidak akan membiarkan dirinya merasa trouma karena kejadian tersebut. Yah, paling tidak, aku benar-benar menghargai hidupku yang sekarang.
Lalu, bagaimana dengan persahabatanku?
Aku dan Vira jelas sudah baikan. Aku berinisiatif meminta maaf padanya malam hari setelah kepergian Rio. Begitu aku hendak mengetuk pintu rumahnya, Vira sudah membukakan pintu untukku dan kemudian memelukku sangat erat.Vira bilang, ia hendak pergi ke rumahku untuk melakukan hal yang sama. Aku jelas bingung bukan main. Ternyata kami punya pikiran yang sama. Akhirnya, hari itu pula aku kembali menjadi sahabatnya. Tentu saja, lagi-lagi, kejujuran terungkap. Vira mengingatkanku tentang sosok yang selama ini tidak pernah ku sadari selalu menemaniku. Cowok yang menyukaiku sedari dulu, yang bersedia menjagaku sembunyi-sembunyi. Cowok itu juga yang selalu mengirimkan coklat dan bunga untukku. Yang dulu ku sangka dari Rio. Dialah, Edo.
“Kamu bego banget sih? Baru menyadarinya sekarang. Itupun karena aku kasih tahu. Dasar gila. “ ucap Vira sambil terus melotot-melotot kearahku. Aku yang masih kaget, hanya bisa diam mencerna kata-kata yang Vira katakan.
Ini sungguhan? Edo? Suka sama aku? Batinku.
“Kamu yakin? Tapi kok?” aku masih belum bisa percaya.
“Dibilangin gak percaya. Nad, sebetulnya aku gak boleh ngasih tau ini semua. Aku janji pada Edo untuk merahasiakannya. Tapi, kayaknya kamu gak bakal bergerak deh kalo masih gini terus. Inget kejadian waktu MOS masuk SMK dulu? Waktu kamu jatuh pingsan saat dihukum di tiang bendera.”
“Inget sih? Kenapa emang?”
“Waktu itu, kamu langsung di bawa ke UKS kan? Dan siapa yang membawamu kesana? Siapa Nad.”
“Rio kan. Aku melihatnya berada di depan UKS ketika aku baru siuman. Kamu kan tau, gara-gara itu kan aku suka sama Rio.”
Vira geleng-geleng kepala melihat kebodohanku. Ia melempar bantal tidurnya ke wajahku sesaat kemudian.
“Kamu salah Nad. Rio gak pernah sama sekali ngebantuin kamu ke UKS. Orang yang bawa kamu itu Edo. Dia bahkan sampai harus dihukum ulang karena sudah melanggar senior gara-gara ide gilanya membawamu lari ke UKS. Makanya, saat kamu siuman, kamu gak bisa ngeliat dia. Edo kan lagi dihukum. Malah, yang kamu temui justru Rio. Asal kamu tau, Rio cemas, karena dia baru saja dilaporkan kepala sekolah. Gitu.”
“Jadi selama ini, Edo yang selalu bantuin aku?”
“Iya. Makanya, kamu harus baik-baik sama dia. Kalo dulu kamu selalu bilang kamu cinta Rio 2 setengah tahun, aku rasa, Edo sudah menyukaimu lebih dari itu. Mungkin, empat tahun. Aku gak tahu. Hehe..”
Vira memutuskan untuk tidur . Di dalam gelap, aku terus memikirkan semua hal -hal aneh ini. Kali ini soal Edo.
Acara Wisuda yang penuh kebahagiaan.
Akhirnya aku lulus. Tidak ada kebahagiaan yang paling indah selain hari ini. Nilaiku pun terbilang memuaskan. Aku juga siap di terima bekerja di perusahaan ternama di kota ini. Kami sedang asik berfoto dan tertawa bersama, ketika tiba-tiba seseorang mnepuk pundakku pelan. Vira yang didampingi Febry tersenyum penuh arti. Ia mengajak yang lain meninggalkan aku sendiri. Beberapa detik kemudian, aku menoleh memandang sosok paling indah di depanku saat ini.
“Edo…” Ucapku sambil tersenyum memandangnya. Dia memang orang yang ingin aku temui saat ini.
“Hai… selamat yah, kamu lulus.” Jawabnya pelan. Aku melihatnya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Aku tahu ia gugup. Karena aku juga merasakan hal yang sama.
“kamu juga kan?” ia mengangguk pelan. Sesaat, kami kembali terdiam.
“Nad, aku tahu ini mungkin aneh. Tapi, aku rasa, sekarang saat yang paling tepat untuk mengatakannya.”
Aku menunggu perkataannya. Hatiku benar-benar dag dig dug gak karuan.
Edo melanjutkan perkataannya. Dia mulai memegang kedua tanganku dengan lembut. .”Maaf ya Nad. aku sudah menyukaimu tanpa sepengetahuanmu. Aku merasa, genap lima tahun aku menyukaimu selama ini. Namun, sepertinya rasa cinta ini sudah ada lebih dari itu. Aku benar-benar menyukaimu. Menyayangimu. Mencintaimu. Maukah kamu jadi pacarku, Nad? aku akan berusaha menjadi yang kamu inginkan.”
Betapa senangnya hatiku mendengar pengakuannya. Iya… inilah cinta yang aku tunggu-tunggu selama ini. Pipiku merona memerah.
“Do, kamu gak perlu jadi apa yang aku inginkan kok. Karena, kamu sudah sangat special menjadi dirimu sendiri. Terima kasih sudah mencintai aku selama ini. Aku juga menyukaimu kok.”
“Apa berarti, kita sekarang berpacaran?” jawab Edo dengan raut muka senang.
Aku tersenyum malu. “Menurutmu?”
Edo memelukku erat sekali. Dia sudah berhasil menjadi seorang pemenang. Dan aku beruntung, bisa mendapatkan laki-laki seperti Edo. Ia sudah membuktikan padaku bahwa di dunia ini, cinta tidak pernah lari dari hidup kita. Siapa yang akan menyangka, orang yang tidak kita inginkan, yang tidak kita sadari, malah menjadi manusia paling berharga yang selalu ada dihidup kita. Dia seperti bayangan, tapi lebih indah dan lebih bermakna. Aku bodoh tidak menyadari kehadiran cinta sejati sedari dulu. Tapi, aku berharap, kalian tidak mengalami kebodohan yang sama sepertiku. Jadi, mulailah menghargai orang yang ada di sekelilingmu. Siapa tahu, disanalah, kamu benar-benar menemukan cinta sejati. Seperti aku ini. Berjuanglah. Ingat, cinta tidak pernah tidur. Dia selalu mengawasimu.
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H