Mohon tunggu...
Nila syarifah Agustina
Nila syarifah Agustina Mohon Tunggu... Desainer - Mahasiswi INISNU Temanggung

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Implementasi Kesetaraan Gender di Bidang Pendidikan

3 Juli 2023   09:29 Diperbarui: 3 Juli 2023   09:32 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marginalisasi terhadap perempuan

Marginalisasi berarti mengesampingkan atau memindahkan perempuan. Perempuan digambarkan lemah, cacat atau tidak rasional, kurang keberanian dan karena itu tidak layak atau tidak mampu memimpin. Alhasil, perempuan selalu menempati urutan kedua ketika ada kesempatan untuk memimpin. Misalnya: (1) perempuan diikutsertakan dalam proses pembangunan, tetapi tidak pernah diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pendapatnya jarang didengarkan, (2) perempuan tidak diakui sebagai kepala keluarga dalam keluarga, perempuan . tidak berhak memimpin dan menguasai laki-laki, meskipun laki-laki tidak dapat memimpin, (3) perempuan sendiri merasa tidak mampu, lemah, terasing karena kurang percaya diri.

Sterotip terhadap perempuan

Pandangan stereotip masyarakat adalah pembakuan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki sudah memiliki ciri khas masing-masing, sehingga tidak bisa diukur dengan takdir yang ada. Misalnya: (1) pekerjaan rumah tangga diserahkan kepada istri dan anak, mengasuh anak menjadi tanggung jawab ibu dan suami diserahkan sepenuhnya kepada istri tanpa dibayar, (2) sebagian besar perempuan memilih pekerjaan yang dibagi tanpa melihat kemampuan atau kemampuan yang sebenarnya. potensi. harta benda, (3) jika suami memperkosa istri, maka perempuanlah yang bertanggung jawab, karena tugas perempuan adalah tinggal di rumah.

Subordinasi terhadap perempuan

Pandangan ini menempatkan perempuan dan karya-karyanya di bawah laki-laki dan membuat mereka merasa harus menjadi pembantu nomor dua bagi sosok bayangan dan tidak berani menunjukkan bakatnya sebagai pribadi. Pria berpikir wanita tidak bisa berpikir

Beban ganda terhadap perempuan

Perempuan lebih lama mengerjakan pekerjaan yang diberikan dibandingkan dengan laki-laki, karena perempuan yang bekerja di sektor publik masih memiliki tugas pekerjaan rumah tangga yang tidak bisa diberikan kepada asisten rumah tangga, meskipun asisten rumah tangganya sama-sama perempuan.

Nilai kemanusiaan yang diwujudkan dalam kesetaraan tidak mengalami bias gender. Masalah pendidikan bagi anak perempuan dan laki-laki harus seimbang. Anak perempuan dan laki-laki harus memiliki hak/kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan harus menyentuh kebutuhan dan memenuhi tuntutan zaman, yaitu iman dan komitmen yang teguh, pengakuan, penghargaan dan penerapan akar budaya bangsa, visi yang luas dan menyeluruh, penguasaan pengetahuan dan keterampilan terkini. Dapat melihat arah perkembangan, berpikir analitis, terbuka terhadap hal-hal baru, mandiri, selektif, memiliki kesadaran sosial yang tinggi dan berusaha meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pembinaan juga diarahkan untuk memperoleh sifat-sifat tersebut sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

Kesetaraan dan keadilan gender juga dapat disebut sebagai kemitraan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pendidikan, artinya laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban, kedudukan, peran dan kesempatan yang sama dalam berbagai bidang kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan dan pembangunan. Semua itu dilandasi dengan sikap saling menghormati, saling menghormati, saling membantu, saling mendukung dan seterusnya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun