Implementasi Kesetaraan Gender di Bidang Pendidikan
( oleh : Nila Syarifah Agustina )
Â
Penerapan kesetaraan gender dalam masyarakat saat ini semakin diperumit oleh stereotip tentang peran dan posisi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang didominasi laki-laki. Hal ini karena peran laki-laki dalam kehidupan publik di bawah kekuasaannya menempatkan perempuan sebagai subordinat. Ketika perempuan lebih tunduk pada laki-laki, akibatnya perempuan tidak berdaya, sehingga hanya menjadi objek eksploitasi fisik (biologis) oleh laki-laki. Saat ini, sebagian besar perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan yang sama dengan laki-laki. Hal ini terlihat dalam perkembangan pendidikan nasional, jumlah siswa laki-laki dan perempuan sudah seimbang. Hal ini menunjukkan bagaimana pendidikan nasional Indonesia menembus sekat-sekat diskriminasi gender. Kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh informasi dijamin oleh UU Sisdiknas, UU HAM dan peraturan umum lainnya.
Kesetaraan GenderÂ
Pada tahun 2000 Presiden RI, Abdurahman Wahid, mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan (Inpres PUG). Harapannya pembangunan nasional akan mengintegrasikan perspektif gender sejak proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya.
Untuk memperkuat payung hukum Pengarusutamaan Gender, maka tahun 2006 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyusun draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengarusutamaan GenderÂ
Masalah kaum perempuan adalah pemahaman terhadap konsep seks (jenis kelamin) dan konsep gender. Perbedaan terhadap kedua konsep tersebut perlu dilakukan agar tidak ada keracunan dalam pemahaman tentang gender dan ketidak adilan gender. Ketidak jelasan makna seks dan gender mengakibatkan timbulnya kekeliruan dalam pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Seks (jenis kelamin) menpunyai arti pensifataan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Jenis kelamin laki-laki ditandai dengan adanya penis, testis, dan sperma sedangkan perempuan mempunyai vagina, payudara, ovum dan rahim, perbedaan biologis tersebut bersifat kodrati atau pemberian tuhan dan tidak dapat dirubah Konsep seks, Gender dipahami sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan. Sehingga gender juga dapat dipahami sebagai suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial dan budaya non biologis. Konsep gender tersebut mengacu pada seperangkat sifat, peran, tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku yang melekat pada laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya dan lingkungan masyarakat dimana tempat individu tumbuh dan dibesarkan. Pengertian gender tersebut berimplikasi pada munculnya pandangan bahwa perempuan memiliki sifat feminim, diantaranya lembut, cantik, emosional dan keibuan sedangkan laki-laki memiliki sifat maskulin, diantaranya sebagai pribadi yang memiliki karakteristik kuat, rasional dan perkasa. Perbedaan sifat laki-laki dan perempuan merupakan suatu kodrat pemberian tuhan yang tidak perlu dipertanyakan lagi.
  Kesetaraan gender di bidang pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasaana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Usaha meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan dapat terlaksana dan mencapai hasil yang optimal bila proses pembelajaran berlangsung dalam suasana kelas yang kondusif serta dibina dan dibimbing oleh guru yang profesional. Melalui pendidikan diharapkan dapat tercipta manusia berkualitas yang mampu membangun dan meningkatkan kesejahteraan.Â
Jumlah penduduk perempuan hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia dan merupakan potensi yang sangat besar dalam mencapai kemajuan dan kehidupan yang lebih berkualitas. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tidak kecualinya.Pasal tersebut jelas menentukan semua orang mempunyai kedudukan yang sama dimuka hukum dan pemerintah tanpa ada diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Sejak tahun 1945 prinsip kesetaraan laki-laki dan perempuan sebenarnya telah diakui, terbukti dalam ketentuan Undang-undang dasar 1945 tentang pengakuan warga negara dan penduduk jelas tidak membedakan jenis kelamin. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, sehingga mereka akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.Â
Marginalisasi terhadap perempuan
Marginalisasi berarti mengesampingkan atau memindahkan perempuan. Perempuan digambarkan lemah, cacat atau tidak rasional, kurang keberanian dan karena itu tidak layak atau tidak mampu memimpin. Alhasil, perempuan selalu menempati urutan kedua ketika ada kesempatan untuk memimpin. Misalnya: (1) perempuan diikutsertakan dalam proses pembangunan, tetapi tidak pernah diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan pendapatnya jarang didengarkan, (2) perempuan tidak diakui sebagai kepala keluarga dalam keluarga, perempuan . tidak berhak memimpin dan menguasai laki-laki, meskipun laki-laki tidak dapat memimpin, (3) perempuan sendiri merasa tidak mampu, lemah, terasing karena kurang percaya diri.
Sterotip terhadap perempuan
Pandangan stereotip masyarakat adalah pembakuan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki sudah memiliki ciri khas masing-masing, sehingga tidak bisa diukur dengan takdir yang ada. Misalnya: (1) pekerjaan rumah tangga diserahkan kepada istri dan anak, mengasuh anak menjadi tanggung jawab ibu dan suami diserahkan sepenuhnya kepada istri tanpa dibayar, (2) sebagian besar perempuan memilih pekerjaan yang dibagi tanpa melihat kemampuan atau kemampuan yang sebenarnya. potensi. harta benda, (3) jika suami memperkosa istri, maka perempuanlah yang bertanggung jawab, karena tugas perempuan adalah tinggal di rumah.
Subordinasi terhadap perempuan
Pandangan ini menempatkan perempuan dan karya-karyanya di bawah laki-laki dan membuat mereka merasa harus menjadi pembantu nomor dua bagi sosok bayangan dan tidak berani menunjukkan bakatnya sebagai pribadi. Pria berpikir wanita tidak bisa berpikir
Beban ganda terhadap perempuan
Perempuan lebih lama mengerjakan pekerjaan yang diberikan dibandingkan dengan laki-laki, karena perempuan yang bekerja di sektor publik masih memiliki tugas pekerjaan rumah tangga yang tidak bisa diberikan kepada asisten rumah tangga, meskipun asisten rumah tangganya sama-sama perempuan.
Nilai kemanusiaan yang diwujudkan dalam kesetaraan tidak mengalami bias gender. Masalah pendidikan bagi anak perempuan dan laki-laki harus seimbang. Anak perempuan dan laki-laki harus memiliki hak/kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan harus menyentuh kebutuhan dan memenuhi tuntutan zaman, yaitu iman dan komitmen yang teguh, pengakuan, penghargaan dan penerapan akar budaya bangsa, visi yang luas dan menyeluruh, penguasaan pengetahuan dan keterampilan terkini. Dapat melihat arah perkembangan, berpikir analitis, terbuka terhadap hal-hal baru, mandiri, selektif, memiliki kesadaran sosial yang tinggi dan berusaha meningkatkan prestasi. Perempuan dalam pembinaan juga diarahkan untuk memperoleh sifat-sifat tersebut sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
Kesetaraan dan keadilan gender juga dapat disebut sebagai kemitraan yang harmonis antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pendidikan, artinya laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban, kedudukan, peran dan kesempatan yang sama dalam berbagai bidang kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan dan pembangunan. Semua itu dilandasi dengan sikap saling menghormati, saling menghormati, saling membantu, saling mendukung dan seterusnya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H